Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ngkaji Pendidikan": Perubahan Pendidikan Tidak Hanya melalui Kurikulum

Kompas.com - 24/02/2022, 16:06 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Kurikulum Merdeka tengah hangat menjadi wacana diskusi dalam berbagai komunitas pendidikan sejak diluncurkan oleh Mendikbud Ristek Nadiem Makarim pada 11 Februari 2022.

Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) melihat, selain perubahan kurikulum, hal terpenting yang mampu mengubah pendidikan Indonesia sesungguhnya adalah pola pikir pelaku pendidikan dalam melihat esensi pendidikan itu sendiri.

Muhammad Nur Rizal, Pendiri GSM dalam "Ngkaji Pendidikan: Haruskah dengan Kurikulum untuk Mengubah Pendidikan Kita?" yang digelar secara daring (22/2/2022) menegaskan para pemangku kepentingan pendidikan perlu menghadirkan ekosistem yang membuat siswa mampu mengembangkan diri secara optimal.

"Ngkaji Pendidikan" sendiri merupakan forum diskusi rutin yang digagas GSM dengan melibatkan berbagai stake holder pendidikan guna membahas isu-isu terkini terkait dengan pendidikan.

Mengutip beberapa pakar, Rizal menyoroti minimnya naskah akademik lahirnya Kurikulum Merdeka. "Minimnya naskah akademik ini bukan tidak berpengaruh. Pengaruhnya adalah ada kerangka acuan tidak dalam membangun struktur kurikulum ini? Ada teori dasarnya tidak?" ungkapnya.

Naskah akademik Kurikulum Merdeka ini dinilai Rizal penting karena akan menjadi acuan dan dapat diturunkan untuk menerjemahkan kurikulum oleh guru sehingga ada sinkronisasi antara visi, tujuan, dan instruksi pelaksanaan di lapangan.

 

"Namun GSM tidak ingin membahas hal-hal yang dibahas para pakar, tetapi GSM ingin fokus pada strategi implementasi bagaimana jika kurikulum tersebut (Kurikulum Merdeka) diterapkan di seluruh sekolah dengan corak yang berbeda," tegas Pengagas GSM ini.

Baca juga: Tak Perlu Bingung, Ini Hal Penting dalam Penerapan Kurikulum Merdeka

Rizal memandang implementasi ini menjadi penting mengingat sekolah-sekolah di Indonesia memiliki kualitas guru yang beragam, ketimpangan infrastruktur pendidikan yang tinggi, serta kesiapan dinas pendidikan daerah yang tidak sama.

Prinsip dasar pendidikan

 

Lebih jauh Rizal menjelaskan, pihaknya menggunakan "first principle thinking" atau prinsip dasar pendidikan dalam melakukan tranformasi pendidikan.

Rizal menganalogikan kurikulum sebagai buku resep yang dipegang oleh Chef dan Juru Masak. "Jika buku resep (kurikulum) hilang, Chef justru mampu membuat buku resep baru yang dibutuhkan. Sebaliknya, juru masak hanya akan bergantung pada buku resep yang diberikan," jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Rizal mengingatkan 600-an lebih guru dan kepala sekolah yang hadir bahwa pendidikan terbaik adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi setiap anak untuk berkembang optimal menemukan versi terbaiknya.

"Anak bisa menemukan versi terbaiknya jika anak itu bisa menemukan pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna bagi dirinya. Bukan bermakna bagi gurunya atau kurikulumnya," tegas Dosen Teknik Elektro dan Informatika UGM ini.

Ketika anak memiliki makna dalam belajar, lanjut Rizal, maka anak akan termotivasi dalam belajar dan akan kasmaran belajar.

"Ketika anak cinta terhadap belajar maka anak yang tidak akan pernah mau berhenti belajar. Itulah first principle thinking yang ditanamkan GSM," ujar Rizal.

"Mau kurikulumnya merdeka, kurikulumnya KTSP, kurikulumnya 2013, mungkin masih pakai kurikulum '75 tidak masalah bagi GSM karena itu hanyalah kerangka dasar," lanjutnya.

Terkait membangun ekosistem yang positif, Rizal melihat peran guru sangat penting.

"Kita perlu guru yang punya mindset menghamba pada anak bukan birokrat dengan menuntun tiga kodrat manusia; rasa ingin tahu, imajinasi, dan keberagaman talenta," kata Rizal.

"Saya sepakat untuk mengurangi beban mata pelajaran dalam Kurikulum Merdeka untuk fokus pada yang dasar-dasar saja; literasi dan numerasi karena yang dibangun fundamental thinking," ungkap Rizal.

Berbeda dengan pendekatan Kurikulum Merdeka yang berbasis project base learning, GSM  melakukan pendekatan berbasis pada well being school sehingga pendekatan dilakukan tidak cukup hanya pembelajaran saja.

Baca juga: Kurikulum Merdeka Bebaskan Guru Berkreasi Membuat Bahan Ajar

"Untuk membangun well being sekolah harus melalui kondisi sekolah, relasi sosial, rasa kebermaknaan, dan juga kesehatan fisik dan nonfisik. Hal ini sejalan dengan semangat tri rahayu Ki Hadjar Dewantara; siswa, keluarga, dan masyakarat," ujarnya.

"Yang kita perlukan adalah memberikan kondisi yang tepat, ekosistem yang tepat, interaksi yang tepat, kultur yang tepat agar anak-anak yang berbeda ini bisa percaya diri agar bisa menemukan potensinya sendiri sehingga menjadi anak yang terus tumbuh belajar," pungkas Rizal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com