KOMPAS.com - Memperbaiki gizi bagi anak-anak di Indonesia masih menjadi PR (Pekerjaan Rumah) yang harus diselesaikan. Memperbaiki gizi ini sangat penting karena berkaitan erat dengan kualitas hidup seorang anak.
Apalagi menuju Indonesia Emas 2045 membutuhkan sumber daya unggul sehingga beberapa kasus yang berkaitan gizi seperti stunting dan obesitas pada anak harus dieliminir.
Dokter Spesialis Gizi Klinik Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Universitas Diponegoro (Undip) Annta Kern Nugrohowati mengatakan, untuk mewujudkan keluarga sehat menjadi salah satu peran ibu untuk menyediakan makanan dan mengatur makan keluarga.
"Stunting dan obesitas masih menjadi persoalan sehingga mencegah stunting dan obesitas dengan tema Gizi Seimbang Keluarga Sehat Negara Kuat sangat relevan dimana kita memberikan edukasi kepada para ibu bagaimana memberikan pola makan yang baik untuk keluarga," kata Annta seperti dikutip dari laman Undip, Rabu (26/1/2022).
Baca juga: UB Ciptakan Alat Bertenaga Surya untuk Tingkatkan Produktivitas Bawang
Ahli gizi sekaligus dosen Undip Enny Probosari menuturkan, saat ini Indonesia dihadapkan pada beban gizi ganda. Yakni suatu kondisi dimana terdapat masalah gizi kurang dan gizi lebih yang terjadi di waktu yang sama.
"Stunting merupakan permasalahan gizi kronis karena kurangnya asupan gizi dalam rentang waktu lama," urai Enny.
Dia menerangkan, permasalahan stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia 2 tahun.
Enny menambahkan, ada beberapa penyebab stunting menurut World Bank antara lain:
"Selain itu terbatasnya layanan kesehatan dan pembelajaran dini yang berkualitas, dimana 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD. Selain itu 2 dari 3 ibu hamil tidak konsumsi zat gizi yang memadai, partisipasi di Posyandu rendah dan tidak mendapat akses layanan imunisasi," ungkap Enny.
Baca juga: Intip Kisah Alumnus UNS Bisa Berkarier di Boeing Commercial Airplanes
Selain itu juga kurangnya akses terhadap makanan yang bergizi turut mempengaruhi terjadinya stunting. Sebanyak 1 dari 3 ibu hamil juga mengalami anemia dan kurang mengakses makanan bergizi.
Serta faktor kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Karena 1 dari 5 rumah tangga masih buang air besar (BAB) di ruang terbuka dan 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses yang baik ke air minum bersih.
Enny menambahkan, kondisi obesitas berdampak terjadi peningkatan asam lemak bebas sehingga menghambat sekresi. Selain itu wanita yang mengalami obesitas memiliki risiko hipertensi 3 – 6 kali dibanding wanita dengan berat badan normal.
"Penderita obesitas memiliki jalan nafas yang sempit akibat penumpukan lemak di beberapa otot yang berada di jalan nafas serta penururunan prestasi belajar," tandas Enny.
Menurutnya, kelebihan energi disimpan menjadi lemak, yang merupakan penumpukan lemak berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi dengan energi yang digunakan dalam waktu lama. Peningkatan angka obesitas umumnya dikaitkan dengan asupan makanan dengan energi yang melebihi kebutuhan harian.
Baca juga: Mahasiswa Wajib Tahu, Ini 5 Tren Karier yang Jadi Incaran Tahun 2022
Enny mengajak masyarakat memperhatikan gizi seimbang. Pada prinsipnya jika masyarakat sudah memegang gizi seimbang artinya semua sudah terkandung, baik karbohidrat, protein, lemak, protein dan mineral.
"Selain itu porsi dan jam makan, keragaman atau variasi makanan, cairan dan serat, baik dari sayuran dan buah juga perlu diperhatikan," pungkas Enny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.