Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/01/2022, 08:07 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (UU) Ibu Kota Negara (IKN) telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Melalui persetujuan ini, rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur akan menjadi kenyataan. Pemindahan IKN itu tentu memerlukan waktu dan dana yang tidak sedikit.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), Ali Sahab
menyebutkan bahwa urgensi dari pemindahan ibu kota menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.

“Dalam konteks Indonesia, apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19, ada hal yang lebih menjadi prioritas,” sebutnya dilansir dari laman Unair. 

Baca juga: Pakar Unair: Tips bagi Kakek-Nenek Merawat Cucu Berkebutuhan Khusus

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) tersebut mengatakan bahwa fokus penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi lebih penting dari pemindahan IKN.

“Kecuali kalau tidak ada Covid-19 dan pertumbuhan ekonomi bagus, itu (pemindahan IKN) bisa dilakukan,” jelasnya.

Pemindahan IKN merupakan hal yang biasa. Banyak negara yang telah bahkan sering melakukan pemindahan IKN.

Namun pemindahan tersebut dilakukan dalam kondisi perekonomian yang sedang baik.

Baca juga: Sejarawan UGM: Nama Nusantara untuk Menyebut Wilayah Luar Pulau Jawa

Belajar dari pemindahan ibu kota di negara lain, Ali berharap pemindahan IKN dapat dilakukan ketika kondisi perekonomian pada tingkat yang baik.

“Pemindahan IKN boleh dilakukan ketika kondisi perekonomian bagus,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan ada negara yang dapat dijadikan percontohan dalam perpindahan IKN.

Misalnya ketika Malaysia memindahkan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya.

Keberhasilan dalam pemindahan IKN juga menuai banyak pertanyaan. Pasalnya di daerah calon ibu kota baru, akses dan fasilitas masih dianggap belum memadai. Sehingga pembangunan infrastruktur memang dimulai dari nol.

“Butuh waktu lama untuk memenuhi itu, apalagi kalau skemanya semua pegawai kementerian diboyong ke sana semua,” sebutnya.

Pembangunan ibu kota yang awalnya tidak memakai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ternyata setelah disahkan, memakai 53,5 persen anggaran APBN.

Baca juga: Malas Merawat Organ Reproduksi, Dosen UGM Paparkan Bahayanya

Menanggapi hal tersebut, ia melihat ketidaksesuaian dengan konsep awal. “Yang penting tidak membebankan APBN, kalau sekarang memakai APBN ya sangat disayangkan. Seperti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dimana pemerintah melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 4,3 triliun melalui PT. KAI,” pungkasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com