Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/01/2022, 07:33 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ibadah haji atau umroh merupakan impian oleh hampir semua umat Muslim di dunia.

Kendati demikian, waktu tunggu yang lama serta biaya yang relatif tinggi, merupakan dua hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan haji untuk masyarakat Indonesia.

Ketua Program Studi Doktor Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Prof Raditya Sukmana, membandingkan keadaan waktu tunggu keberangkatan haji di Indonesia dan Amerika.

“Kalau di Indonesia, orang yang berhaji harus menunggu sekitar 30 tahun. Tapi kalau di Amerika, bisa 0 tahun yang artinya tidak perlu menunggu lama,” tuturnya, dilansir dari laman Unair saat mengisi acara FEB Unair.

Baca juga: Pakar Unair: Tips bagi Kakek-Nenek Merawat Cucu Berkebutuhan Khusus

Lamanya waktu tunggu keberangkatan haji, sebenarnya juga berlandaskan pada beberapa faktor.

Seperti halnya yakni terbatasnya fasilitas dan jumlah calon jamaah yang banyak.

“Karena fasilitasnya disana (Mekkah, red) itu juga terbatas. Tapi antrean daftar tunggunya mencapai 5,5 juta orang sehingga kemudian waktu tunggu keberangkatan haji menjadi meningkat. Lain halnya dengan di Amerika yang mungkin jumlah penduduk Muslimnya tidak sebanyak Indonesia,” paparnya.

Guna menanggulangi hal itu, Prof. Raditya kemudian juga menawarkan beberapa solusi. Hal itu dengan tujuan mengurangi waktu tunggu keberangkatan haji di Indonesia.

“Kita bisa merevisi rumus kuota per negara. Misalnya yang kiranya seimbang dengan jumlah pendaftar haji. Untuk mencapai solusi tersebut ya tentu pemerintah Indonesia harus melobi Arab Saudi sebagai tempat dilaksanakannya haji itu,” jelas Prof. Raditya.

Baca juga: Sejarawan UGM: Nama Nusantara untuk Menyebut Wilayah Luar Pulau Jawa

Selain melalui hubungan kedua negara, yakni Indonesia dan Arab Saudi, solusi lainnya yakni dengan memperbaiki fasilitas yang ada di Mekkah harus diperbaiki. Apalagi, Mekkah merupakan lokasi penyelenggaraan ibadah haji.

“Pembangunan Masjidil Haram bisa dibuat setinggi Menara Zam-Zam (Zam-Zam Tower), pengadaan transportasi publik seperti kereta api untuk internal Mekkah dan antar kota," ujarnya.

Serta pemanfaatan lahan kosong di Jeddah atau Mekkah guna akomodasi jamaah. "Mengenai dana ya bisa bersumber dari negara lain,” bebernya.

Sementara itu mengenai biaya haji, dikategorikan menjadi dua yakni reguler dan haji plus.

Biaya haji reguler mendapatkan subsidi pemerintah sebesar Rp 30 juta dari yang semula Rp 70 juta. Sehingga calon jamaah haji hanya perlu membayar 40 juta.

Baca juga: SNMPN 2022 Dibuka, Ini Syarat, Alur dan Jadwalnya

Sedangkan untuk haji plus, dikenai biaya sebesar Rp 70 juta. Hal itu dengan waktu tunggu keberangkatan yang lebih singkat dibandingkan reguler.

“Biaya yang tinggi itu solusinya ada dua. Yakni dinaikkan secara berkala dan kuota haji reguler hanya untuk masyarakat tidak mampu,” pungkas Prof. Raditya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com