Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog UGM Sarankan Hal Ini agar Omicron Tak Ganggu PTM Terbatas

Kompas.com - 18/01/2022, 12:59 WIB
Mahar Prastiwi

Penulis

KOMPAS.com - Jumlah kasus positif Covid-19 varian Omicron di Indonesia terus bertambah. Bahkan pemerintah memprediksi puncak kasus infeksi Covid-19 varian Omicron akan terjadi pada pertengahan Februari atau awal Maret 2022.

Sejumlah daerah terutama DKI Jakarta mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Sejumlah langkah antisipasi dari pemerintah sudah dilakukan agar tidak terulang lagi kondisi seperti pertengahan tahun 2021 silam.

Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Satria Wiratama mengungkapkan pendapatnya mengenai kasus Covid-19 varian Omicron yang terus meningkat di Indonesia.

Dia sependapat dengan prediksi pemerintah mengenai puncak kasus Covid-19 varian Omicron yang akan terjadi pada pertengahan Februari atau awal Maret 2022 mendatang.

Baca juga: Webinar Unair Ungkap Bahaya Pembakaran Sampah Terbuka bagi Manusia

Vaksin booster belum terlihat efeknya

Namun demikian, Bayu memperkirakan lonjakan tersebut tidak akan setinggi gelombang kedua saat Covid-19 varian Delta menyerang Indonesia tahun 2021 lalu.

"Tetapi kemungkinan mendekati gelombang pertama itupun dengan hospitalisasi yang lebih rendah karena Omicron cepat menular namun tingkat keparahannya dibawah varian Delta," kata Bayu Satria seperti dikutip dari laman UGM, Selasa (18/1/2022).

Bayu menilai, percepatan vaksin ke-3 (booster) untuk mengatasi varian Omicron, belum bisa terlihat efeknya karena baru saja dimulai. Selain itu program vaksinasi booster ini masih belum tinggi cakupannya sehingga ada kemungkinan belum terlihat efek dari booster dalam 1-2 bulan ini.

Baca juga: Mendikbud Ristek: MBKM Jadi Momentum Asah Kemampuan Mahasiswa

Penyelidikan detail dan evaluasi masalah

Bayu menekankan, yang paling penting saat ini bukan soal vaksin booster. Tetapi bagaimana memperluas cakupan yang belum mendapatkan dosis lengkap terutama untuk kelompok rentan dan anak-anak.

Terkait kemungkinan lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron ini akan menunda kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, menurut Bayu, hal itu tergantung sejauh mana kemampuan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan dalam merespons peningkatan kasus Covid-19 dan kasus di sekolah.

Jika muncul kasus Covid-19 di sekolah kemudian hanya dilakukan penutupan tanpa disertai penyelidikan detail dan evaluasi masalahnya, bisa dipastikan tinggal menunggu waktu, banyak sekolah akan menunda pelaksanaan PTM terbatas.

"Karena sampai saat ini belum terlihat langkah pemerintah terkait menentukan masalah PTM ini jika ada kasus positif Covid-19 muncul disana. Apakah disebabkan di sekolah? Atau karena murid? Protokol Kesehatan yang kurang ketat atau masalah lainnya," beber Bayu.

Baca juga: Pendaftaran Sekolah Vokasi USMI IPB 2022 Sudah Dibuka, Simak Infonya

Gencarkan 3T

Menurut Bayu, kota-kota besar seperti Jakarta dan kota lain yang menjadi destinasi wisata dan daerah dengan mobilitas antardaerah tinggi perlu bersiap. Pemerintah daerah setempat perlu meningkatkan kembali kemampuan 3T. Yaitu pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) dan melakukan isolasi terpusat.

"Hal ini dikarenakan daerah dengan mobilitas tinggi seperti daerah tujuan wisata mempunyai potensi terjadi peningkatan kasus akibat peningkatan mobilitas saat libur Natal dan Tahun Baru beberapa waktu lalu," ungkap Bayu.

Pemerintah perlu meningkatkan 3T dan masyarakat jika masih ingin beraktifitas leluasa seperti saat ini maka mau tidak mau harus membantu dengan menjaga 5M. Bayu mengimbau, masyarakat setidaknya kembali menegakkan pemakaian masker secara disiplin.

Baca juga: Guru Besar Unpad Ungkap Berkah di Balik Bahaya Gunung Berapi

Bayu menambahkan, terkait pelarangan bagi mereka yang melakukan perjalanan dari luar negeri dirasa tidak perlu. Selama proses karantina bisa diperbaiki sehingga tidak terjadi kebocoran penularan saat karantina.

"Karena semua orang yang bepergian atau datang dari luar negeri sudah divaksin dosis lengkap sehingga relatif lebih aman. Tinggal proses karantinanya yang lebih ketat. Yang terpenting yakni menyampaikan pemahaman ke masyarakat yang akan ke luar negeri bahwa kondisi di luar negeri saat ini lebih berbahaya dibandingkan Indonesia, sehingga mereka harus lebih berhati-hati," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com