Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kiat Sukses Indra Rudiansyah Jadi Peneliti Muda di Balik Vaksin AstraZeneca

Kompas.com - 03/08/2021, 09:24 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

Indra juga meraih beasiswa dari Beswan Djarum dari program Djarum Beasiswa Plus angkatan 2011/2012.

Lalu, mendaftarkan diri untuk meraih beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan RI.

Indra pun mencari tahu kampus-kampus top di bidang penelitian vaksin malaria. Ia juga sempat mendaftar ke Johns Hopkins University, AS, namun menjatuhkan pilihan S3 ke Clinical Medicine, di University of Oxford yang merupakan salah satu institusi paling maju dalam hal penelitian vaksin malaria.

Saat ini Indra bekerja dengan Adrian Hill, PI dan Direktur Jenner Institute yang berada di bawah Departemen Clinical Medicine di Oxford. "Institut ini memang fokus ke penelitian vaksin,” katanya.

4. Aktif menjadi volunteer

Tercatat, Indra menjadi volunteer sejak 2018 hingga saat ini. Pertama, pada 2018 menjadi volunteer Vaccine Advocacy and Campaign hingga saat ini.

Lalu, 2019 hingga kini masuk dalam Clinical Study of Oxford Malaria Vaccine candidates. Pada tahun 2020 ia mengikuti volunteer di Clinical Study of Oxford/Astrazeneca Covid 19 vaccine.

Baca juga: Sering Bolos dan Balap Liar, tapi Usaha Ini Buat Esa Masuk Teknik ITB

5. Jangan ragu ikuti pertandingan

Mengasah skill, ada baiknya disalurkan leqat perlombaan. Selain mengetahui kemampuan diri sendiri dan lawan, dari pertandingan pula seseorang bisa tahu perkembangan terkait pengetahuan dan skill yang ada.

Sama seperti Indra, sejak SMA sudah beberapa kali mengikuti ajang sains seperti Olimpiade Sains Nasional (OSN). Pada 2019, ia juga mendapat penghargaan Best Technology and People Choice Award in BioHackaton Competition .

Kemudian, baru-baru ini ia mendapat penghargaan dari Osler Awards, Nuffield Department of Clinical Medicine, University of Oxford.

6. Terjun di bidang vaksin, jangan malas untuk up to date!

"Kalau memang mau fokusnya di bidang ini, ya harus keep wondering, keep curious. Karena pembuatan dan belajar vaksin juga banyak gagalnya. Harus terus up to date ilmu teknologi karena teknologi ya ngebantu riset vaksin. Saya juga belajar terus hingga kini, ilmunya juga makin berkembang,

Ia mengatakan, kegagalan dalam pembuatan vaksin bukan gagal dalam artian sebenarnya. "Itu lebih ke arah vaksin yang hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. Seperti saat saya meneliti vaksin malaria.
Saya bukan orang pertama yang meneliti tentang vaksin malaria. Saya hanya improve dengan beberapa modifikasi dimana ingin ada ouput yang meningkat," tambahnya.

Baca juga: Alumnus ITB di AstraZeneca: Buat Vaksin Sulit, Malah Ditimpa Hoaks

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com