Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1,9 Juta Lulusan SMA/SMK/MA di Indonesia Tidak Kuliah

Kompas.com - 29/06/2021, 09:30 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Deputi Menteri Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dan Moderasi Beragama (Kemenko PMK) Prof. R. Agus Sartono mengatakan, dari sekitar 3,7 juta lulusan SMA, SMK dan MA tiap tahunnya, baru 1,8 juta yang diserap perguruan tinggi.

Jumlah ini menunjukkan ada sekitar 1,9 juta anak muda di Indonesia belum bisa merasakan bangku perkuliahan.

Menurut Agus, kondisi ini dianggap mengkhawatirkan. Terlebih bagi anak muda yang tak bisa kuliah karena kondisi ekonomi atau keterbatasan bangku kuliah.

Siswa yang belum bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, akhirnya masuk ke lapangan kerja tanpa bekal yang maksimal.

"Para lulusan sekolah menengah yang masuk lapangan kerja itu, terpaksa harus bersaing dengan lulusan perguruan tinggi. Ini berlangsung hampir setiap tahun," kata Agus dalam Webinar Nasional: Strategi Kampus dan Sekolah Menyiapkan Penerimaan Mahasiswa Baru yang diadakan Komunitas Sentra Vidya Utama (Sevima), Senin (28/6/2021).

Baca juga: Keren, Ini Nilai UTBK 2021 Tertinggi di Prodi Kedokteran

Tingkatkan angka partisipasi kasar kuliah

Atas kondisi tersebut, Agus mendorong kampus di Indonesia senantiasa memperbaiki diri.

Terlebih, pendidikan tinggi merupakan pilar tak terpisahkan dari siklus pembangunan manusia dan kebudayaan.

"Pembangunan manusia menuju Indonesia maju, caranya mencapai ya dengan memberi anak muda kita kesempatan seluas-luasnya untuk belajar. Oleh karena itu, pemerintah terus berkomitmen memfasilitasi kampus agar meningkatkan kualitasnya," terang Agus.

Kampus juga perlu menyediakan program bantuan seperti Kartu Indonesia Pintar Kuliah. Serta beragam kebijakan lainnya dalam rangka meningkatkan angka partisipasi kasar kuliah.

Wakil Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) dan wakil dari Forum Rektor Indonesia (FRI) Drajat Martianto memberikan contoh atas pengembangan kualitas yang terus dilakukan sejauh ini.

Baca juga: Guru Besar Unpad: Jadikan Telemedice Peluang di Masa Pandemi Covid-19

Dalam rangka membuka akses pendidikan yang lebih luas, dilakukan terobosan dalam proses dan program penerimaan mahasiswa baru.

Dalam penerimaan mahasiswa baru, IPB tidak hanya mengandalkan nilai atau prestasi akademis saja.

"Di IPB kami memiliki jalur ketua OSIS dan jalur afirmasi. Ada juga yang menggunakan prestasi hafalan Quran. Jadi sebisa mungkin, kita fasilitasi keberagaman dan potensi yang ada di anak-anak muda Indonesia," ungkap Djarat.

Optimalkan adanya KIP Kuliah

Terkait masalah biaya pendidikan saat kuliah, saat ini, Kartu Indonesia Pintar Kuliah telah memfasilitasi anak muda untuk berkuliah secara gratis dan mendapat uang saku tiap bulan.

Kampus IPB juga telah menetapkan biaya perkuliahan yang seminimal mungkin dalam rangka membantu para mahasiswa.

Namun belum ada jaminan bahwa anak tersebut selepas kuliah, akan mendapatkan pekerjaan. Padahal diharapkan anak setelah lulus kuliah, bisa menjadi tulang punggung keluarga.

"Di IPB kami melakukan talent mapping untuk mengetahui passion mahasiswa. Sekaligus jaminan kembali ke kampus untuk retraining. Enam bulan lulus dan belum dapat kerja, boleh kemmbali ke kampus untuk ikut pelatihan. Gratis ditanggung oleh kampus, kami cari berkahnya saja," urai Drajat.

Baca juga: Bisa Ditiru, Ini Praktik Baik Pelaksanaan PTM Terbatas di 4 Sekolah

Drajat menekankan, perbaikan tersebut tak perlu dilakukan sendiri.

Perguruan tinggi bisa memanfaatkan dan menggandeng perusahaan dan alumni untuk menjadi sponsor atas program-program yang sedang digalang kampus.

"Misalnya untuk tantangan ekonomi, perguruan tinggi juga harus menyiapkan beberapa bentuk beasiswa. Perguruan tinggi bisa menggandeng para alumni untuk menjadi donatur dalam menyediakan beasiswa tersebut. Tidak harus jadi single fighter," beber Drajat.

Manfaatkan teknologi

Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia sekaligus Mantan Rektor Universitas PGRI Adibuana Surabaya, Djoko Adi Waluyo merekomendasikan dimanfaatkannya teknologi untuk mengatasi masalah-masalah di kampus.

Misalnya dalam pengelolaan pembelajaran di universitas, para anggota Komunitas Sevima telah menggunakan sistem akademik Gofeeder, Siakadcloud, dan Edlink.

Sistem tersebut tersedia secara gratis maupun berbayar. Beberapa diantaranya juga telah terintegrasi dengan aplikasi videoconference Zoom.

Baca juga: Rektor Unair: Peluang Peserta KIP Kuliah-Reguler Sama di Jalur Mandiri

Menurut Djoko, dengan mengaplikasikan teknologi, biaya seperti gedung, listrik kampus, dan promosi dapat ditekan.

Selain itu, kuliah dan penerimaan mahasiswa baru juga bisa berlangsung dengan lancar di masa pandemi karena tidak perlu dilakukan secara tatap muka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com