Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan: Hati-hati Menulis Berita Prestasi Anak

Kompas.com - 03/06/2021, 17:32 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Seorang jurnalis atau wartawan dalam menjalankan tugasnya tak bisa bekerja sembarangan. Tentu, profesi mulia wartawan harus benar-benar dijalankan.

Salah satunya tetap harus tunduk pada hukum atau ketentuan perundangan yang berlaku. Serta melaksanakan tugas sesuai Kode Etik Jurnalistik.

Terkait hal itu, untuk meningkatkan skill wartawan, Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) bekerja sama dengan PT Paragon Technology and Innovation menyelengarakan Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Angkatan ke-2 2021 secara daring.

Baca juga: Pengamat Pendidikan Ingatkan Jurnalis Turut Mencerdaskan Bangsa

Menurut Direktur Pelaksana GWPP Nurcholis MA Basyari, FJP diadakan selama 3 bulan dan diikuti sebanyak 15 wartawan dari berbagai media massa di Indonesia.

Terlebih diikuti oleh wartawan yang berkecimpung dibidang pendidikan. Tujuannya tentu untuk membawa perubahan pada dunia pendidikan melalui karya jurnalistik yang berkualitas.

Kode etik jurnalistik

Pada penyelenggaraan FJP hari keempat, Kamis (3/6/2021), Nurcholis MA Basyari menyampaikan materi mengenai "Rambu-Rambu Etika dan Hukum Pers Indonesia".

"Dalam pilar demokrasi, pers atau media menjadi pilar keempat. Atau publik diwakili pers sebagai pilar keempat demokrasi," ujar Nurcholis.

Terkait peliputan, seorang jurnalis juga dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Tentu agar jurnalis itu bisa selamat dalam menjalankan tugasnya.

Kendati demikian, menurut Nurcholis, seorang jurnalis juga tetap sebagai warga negara yang harus tunduk pada hukum dan ketentuan perundang-undangan.

Baca juga: Akademisi ATVI: Ini Lho Pentingnya Jurnalisme Data

Bahkan, ada rambu-rambu khusus bagi wartawan. Apa itu? Menurut Nurcholis ialah:

1. UU No 40 tahun 1999 tentang Pers

2. Kode Etik Jurnalistik

3. UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), tak hanya hukum 5 tahun saja, tapi juga denda Rp 500 juta.

4. Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA)

5. Pedoman Pemberitaan Media Siber

6. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

7. P3-SPS KPI Tahun 2012

Terkait pemberitaan anak

Disamping itu, dalam Kode Etik Jurnalistik, wartawan juga harus selalu ingat akan isi pasal 5:

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

"Sebisa mungkin wartawan menghindari akan berita semacam ini. Apalagi jika korban atau pelaku adalah anak," tegas Nurcholis.

Tak hanya itu saja, wartawan juga harus hati-hati untuk menulis berita yang berkaitan dengan anak-anak. Ini karena ada Peraturan Dewan Pers No.1/PERATURAN-DP-II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.

Baca juga: 7 Kiat Bantu Anak Hargai Diri Sendiri

Dalam PPRA itu, ada di poin 5 ditekankan oleh Nurcholis yang juga sebagai wartawan senior serta anggota Komisi Pendidikan dan Pelatihan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, yakni:

Wartawan dalam membuat berita yang bernuansa positif, prestasi, atau pencapaian, mempertimbangkan dampak psikologis anak dan efek negatif pemberitaan yang berlebihan.

"Meski membuat berita mengenai prestasi pendidikan anak atau siswa, tetapi kita harus mempertimbangkan dampak psikologis dari pemberitaan kita tersebut," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com