KOMPAS.com - Tekanan kehidupan acap kali membuat seseorang menjadi stres. Bahkan stres tidak hanya terjadi pada pekerja atau karyawan saja. Mahasiswa atau pelajar pun bisa mengalami kondisi stres.
Kondisi ini bisa saja terjadi karena banyaknya tugas yang diberikan atau permasalahan lain yang membuat perasaan jadi tidak tenang.
Dari permasalahan yang bisa saja dialami setiap orang ini, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) mempunyai inovasi membuat alat pendeteksi stres.
Baca juga: Mahasiswa Dapat Rp 9 Juta Per Semester, Ini Cara Daftar KJMU 2021
Gagasan ini makin unik karena Maha Yudha Samawi, Alifia Zahratul Ilmi, dan Gardin M. Andika Saputra membuat sebuah alat deteksi dini sederhana gejala stres berdasarkan pemeriksaan urine.
Berkat inovasi menciptakan alat pendeteksi depresi berbasis pemeriksaan urine ini, mereka berhasil meraih medali Emas untuk kategori Presentasi dan medali Perunggu untuk kategori Poster, pada Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) Karsa Cipta.
Baca juga: Pola Hidup Sehat dengan Permainan Ular Tangga ala Mahasiswa UAD
Ide ini merupakan usulan sebuah solusi alat pendeteksi depresi non-invasive berbasis biomarker spesifik pada urine.
Salah seorang anggota tim, Maha Yudha Samawi menerangkan, alat ini bekerja dengan mendeteksi beberapa biomarker spesifik yang berpotensi besar dapat mengindikasikan depresi. Antara lain:
Biomarker ini, lanjut Yudha, akan dideteksi dan diukur dengan metode elektrokimia. Kemudian bisa menunjukkan apakah seseorang mengalami depresi atau tidak.
“Alat ini menjadi pendeteksi depresi klinis noninvasif pertama di Indonesia. Umumnya deteksi depresi masih menggunakan kuisioner yang rawan risiko subjektifitas pasien akibat harapan akan kondisi yang dialaminya," papar Yudha seperti dikutip dari laman itb.ac.id, Senin (1/3/2021).
Baca juga: Cegah Kecelakaan Kerja, Mahasiswa UMM Ciptakan Sarung Tangan Safety
"Biomarker yang kami gunakan adalah asam azelat, asam urat dan sorbitol yang terdapat di urine,” papar Yudha.
Biomarker dalam urine digunakan untuk memudahkan penggunaan. Sehingga alat ini dapat dipakai oleh masyarakat umum tanpa tenaga ahli.
Baca juga: Tanoto Foundation: TSRA Cetak Peneliti dari Kalangan Mahasiswa
Yudha mengungkapkan, penderita depresi cenderung malu untuk memeriksakan kondisi kejiwaannya. Sehingga saat menggunakan alat ini cukup dengan mengeluarkan busa pada kompartemen utama. Kemudian digunakan seperti test pack kehamilan.
"Saat dimasukkan ke kompartemen utama, setelah beberapa menit, maka hasil akan ditampilkan di layar," imbuh Yudha.
Hasil alat ini dikalibrasi dengan tes BDI (Beck Depression Inventory) yang saat ini umum digunakan di kedokteran jiwa. Sehingga terdapat 3 level penderita depresi, yakni rendah, sedang, dan berat.
Selain menampilkan hasil, alat juga memberikan tips kegiatan yang dapat dilakukan oleh penderita depresi ringan.
Baca juga: Bantu Petani Garam, Mahasiswa ITS Gagas Inovasi SHASA
Selain itu juga diberikan contact center untuk penderita depresi sedang dan berat sehingga dapat segera mendapat penanganan ahli.
“Kami berharap, alat ini dapat mengurangi fatalitas depresi yang secara signifikan menurunkan produktivitas masyarakat. Sehingga di masa mendatang angka kasus depresi dapat menurun dan produktivitas masyarakat dapat meningkat,” pungkas Yudha.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.