KOMPAS.com – Salah satu penerima beasiswa Chevening tahun ini, Andrew Rizal meninggalkan keluarganya di Surabaya demi membantu koreksi program medis atau kesehatan Indonesia.
Saat pertama kali mau berangkat ke Inggris untuk mengeyam pendidikan magister (S2) di London School of Economics and Political Science (LSE), Andrew merasa tidak tega untuk meninggalkan keluarganya.
“Perasaan utama yang ada saat berangkat adalah tidak tega meninggalkan keluarga di Surabaya selama setahun di kala pandemi ini,” ucap Andrew kepada Kompas.com.
Baca juga: Penerima Beasiswa Chevening Putuskan Tetap Berangkat ke Inggris, Ini Alasannya
Pasalnya, Andrew memiliki seorang putra berusia 3 tahun dan ia pun ingin melihat serta mendukung pertumbuhan buah hatinya secara langsung.
“Meninggalkan istri dan anak dalam waktu yang lama tidak mudah, pun apabila kita ingin mengajak mereka ke London karena akomodasi yang kami tempati dan kesibukan saya di kota ini tidak optimal untuk tumbuh kembang anak,” imbuhnya.
Maka dari itu, keputusan untuk berangkat ke Inggris bukanlah pilihan yang mudah.
Namun, Andrew akhirnya memilih untuk berangkat ke Inggris karena lebarnya perbedaan waktu antara Indonesia dan Inggris.
“Ketika kuliah dimulai pada pukul 9 pagi British Summer Time (BST), waktu di Indonesia menunjukkan pukul 15.00 WIB. Dan ketika sesi berakhir pada pukul 17.00 BST, di Indonesia sudah pukul 23.00 WIB, sungguh bukan waktu yang tepat karena pada jam tersebut, kondisi kita sudah lelah dan tidak efektif untuk belajar,” jelasnya.
Berdasarkan pengalaman Andrew selama 10 tahun menjadi doktor di perusahaan minyak dan gas bumi (migas), Papua, ia ingin menolong masyarakat lebih luas melalui berbagai program dan kebijakan dari pusat.
Selain menjalankan fungsi sebagai seorang yang mengobati pasien secara langsung, Andrew menempuh jenjang magister di LSE pada jurusan Health Policy, Planning and Financing, agar bisa membantu mengoreksi berbagai program kesehatan.