Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Haru Prof. Aris Dikukuhkan Jadi Guru Besar Bersama Mendiang Istri

KOMPAS.com - Bisa meraih kesuksesan bersama pasangan terkasih menjadi sebuah kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri.

Seperti pasangan suami istri Prof. Dr. Ir. Aris Winaya, M.M., M.Si., IPU, ASEAN Eng. dan Prof. Dr. Ir. Maftuchah, M.P yang berhasil meraih gelar tertinggi dalam aspek akademik.

Namun pada hari pengukuhan keduanya menjadi guru besar, Prof. Aris justru membawa pigura berisi foto Prof. Maftuchah yang berpulang beberapa minggu sebelumnya.

Prof. Aris dan Prof. Maftuchah merupakan pasangan suami istri yang sama-sama mengabdi di Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan memiliki fokus penelitian yang menarik di bidangnya.

Dikukuhkan jadi guru besar bersama mendiang istri

Pada hari pengukuhan menjadi guru besar, Prof. Aris masih diselimuti rasa duka mendalam karena kepergian istrinya, Alm Prof. Maftuchah.

Prof. Aris yang juga Dekan FPP UMM ini dikukuhkan sendiri tanpa istrinya. Sementara Maftuchah dianugerahi dan dikukuhkan sebagai guru besar anumerta.

Berkat teknologi AI (Artificial Intelligence), mendiang Prof. Maftuchah juga "dihadirkan" dan orasinya tersampaikan di hadapan para tamu.

Selain menyajikan orasi ilmiah menarik, saat prosesi pengukuhan, Prof. Aris menceritakan perjalanan hidupnya bersama istrinya, Alm Prof. Maftuchah.

Keduanya saling mendukung satu sama lain hingga mencapai titel guru besar. Aris menceritakan kisah pada tahun 1994 silam, saat dia dan istri menikah.

Keduanya harus menanti selama sembilan tahun hingga akhirnya diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk mendapatkan buah hati.

Aris juga menceritakan perjuangan istrinya, Prof. Maftuchah yang harus menyelesaiikan studi di Bogor saat masih hamil.

Serta usahanya harus bolak balik Malang-Bogor untuk menemani sang istri sembari menjalankan tugas sebagai dosen di UMM.

Dalam paparannya, Aris menjelaskan mengenai aplikasi teknologi DNA dalam penguatan strategi konservasi sumber daya genetik ternak di Indonesia.

Aris menerangkan, beberapa negara yang telah berkomitmen untuk mempertahankan potensi genetik ternak lokal akan terus mengamati tren perkembangan bidang peternakan.

Di sisi lain, teknik genetika molekuler diperkirakan akan memiliki dampak yang cukup besar di masa depan.

Misalnya tes berbasis DNA untuk gen yang mempengaruhi sifat kualitatif yang sulit diukur saat ini, seperti kualitas daging atau ketahanan terhadap penyakit.

"Hal Ini juga akan membuka jalan menuju kemungkinan kemajuan dalam evolusi biologi, pemuliaan hewan dan hewan model untuk penyakit manusia," terang Prof. Aris seperti dikutip dari laman UMM, Senin (12/3/2024).

Dia memberi contoh, seleksi genomik yang seharusnya bisa meningkatkan dua kali lipat keuntungan genetik dalam industri susu.

Meski begitu, ada tantangan tersendiri. Seperti terjadinya revolusi dalam bidang pemuliaan ternak sebagai alat dan teknik yang berbeda dengan pemuliaan konvensional selama ini.

Terkait ternak Indonesia, Prof. Aris yakin bahwa studi tentang keragaman breed sapi lokal Indonesia berbasis DNA akan mencerminkan variasi genetik mereka dari sisi esensi.

Apalagi, saat ini sumber daya genetik sapi-sapi asli Indonesia semakin menurun tajam. Maka studi tentang keragaman breed sapi asli Indonesia semakin penting.

"Konservasi keanekaragaman genetik ternak lokal harusnya sudah menjadi program yang wajib diimplementasikan," ungkap dia.

Mendiang Prof. Maftuchah "dihadirkan" lewat AI

Di sisi lain, orasi ilmiah yang sudah disusun mendiang Prof. Maftuchah juga berhasil tersampaikan melalui teknologi AI (Artificial Intelligence).

Orasinya membahas mengenai pengembangan teknologi budidaya tanaman jarak pagar (jatropha curcas linn) untuk mendukung ketersediaan sumber bahan bakar biodiesel.

Tanaman jarak pagar memiliki sejarah panjang, terutama pemanfaatannya sebagai bahan bakar nabati.

Saat penjajahan Jepang, biji dari buah tanaman jarak ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar penerangan maupun minyak bakar.

Namun, hingga saat ini pengembangan tanaman jarak pagar masih belum signifikan, bahkan cenderung tidak diutamakan, terutama terkait pemanfaatannya untuk sumber energi.

Menurut orasinya, penanaman tanaman jarak pagar perlu diupayakan pada daerah-daerah marginal.

Jika ditanam pada lahan produktif, maka akan berkompetisi dengan tanaman pangan sehingga nilai ekonomisnya menjadi rendah dan petani tidak tertarik untuk budidaya tanaman jarak pagar.

Edukasi tentang pemanfaatan biji buah jarak untuk bahan bakar nabati juga harus tetap dilakukan, diikuti dengan pengembangan teknologinya, terutama dalam penggunaannya sebagai biofuel.

https://www.kompas.com/edu/read/2024/03/11/071600671/kisah-haru-prof.-aris-dikukuhkan-jadi-guru-besar-bersama-mendiang-istri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke