Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Terkait Usulan Guru BK Diambil dari Aparat Penegak Hukum, Ini Tanggapan PB ABKIN

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu terjadi lagi kasus bullying atau perundungan hingga berujung pada tindak kekerasan yang dilakukan siswa SMP di Cilacap Jawa Tengah.

Bahkan pihak kepolisian juga sudah menetapkan dua tersangka yang masih berusia 15 dan 14 tahun.

Terkait hal itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf memberikan pernyataan yang dirasa melukai profesi guru bimbingan dan konseling (BK).

Adapun pernyataan Dede Yusuf tersebut juga dimuat di beberapa media massa online. Dede Yusuf memberikan gagasan agar Aparat Penegak Hukum menjadi pembina BK.

Atau Dede Yusuf juga mengusulkan agar peran guru BK di sekolah diambil dari aparat penegak hukum.

Tanggapan Ketum PB ABKIN

Ketua Umum Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (PB ABKIN) Prof. Muh Farozin menilai pernyataan Wakil Ketua DPR RI tersebut sebagai wujud pemikiran yang kurang paham akan esensi tugas BK di sekolah.

"Kami mempertanyakan konsep berpikir sekaligus dasar hukum Guru BK mesti dibina oleh Babinkantibmas apalagi perannya digantikan oleh Babinsa. Ini jelas pernyataan ketidak pahaman akan pendidikan dan peran BK," terang Farozin, dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/10/2023).

Farozin juga menilai bahwa Dede seharusnya memberikan pernyataan yang mencerminkan sosok pendidik yang paham akan hakikat pendidikan.

"Profesi guru BK adalah profesi yang dilindungi undang-undang, dan gagasan menggantikan guru BK dengan babinsa jelas ngawur dan melecehkan profesi," terangnya.

Dijelaskan bahwa di sekolah memiliki struktur organisasi. Ada Wakasek Bidang Kesiswaan yang justru seharusnya menangani masalah pendisiplinan siswa termasuk masalah perundungan.

"Guru BK tidak untuk berperan sebagai polisi atau Satpam sekolah. Jadi ini sesungguhnya wilayah siapa? Pak Dede mestinya paham itu. Apalagi terkait masalah bullying," tandas Farozin.

Perilaku bullying dipengaruhi banyak faktor

Tentu perilaku bullying dipengaruhi banyak faktor. Jadi apakah dengan mengganti guru BK, bullying di sekolah dijamin hilang?

Apakah jika guru BK di sekolah diambil alih oleh aparat penegak hukum akan menghilangkan perilaku bullying? "Dari sumber mana pemikiran itu muncul?," tanya dia.

Untuk diketahui selama ini Guru BK menjalankan tupoksi dan tanggung jawabnya dengan sangat serius meskipun mengalami banyak kendala di tataran operasionalnya.

Permendikbud No. 111 tahun 2014 adalah payung hukum BK yang mengamanatkan Guru BK masuk kelas dan rasio jumlah siswa binaan 1:150.

Namun, pada kenyataannya masih banyak guru BK yang tidak diberikan jam masuk kelas sehingga upaya preventif-developmental yang dapat dilakukan untuk mencegah perilaku bermasalah tidak optimal.

"Inilah contoh kekeliruan mindset tentang BK yang banyak terjadi di berbagai pihak. Guru BK sering menjadi kambing hitam ketika muncul perilaku bermasalah siswa. Ini persoalan klasik," katanya.

Selain itu, amanat UU No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menegaskan bahwa esensi pendidikan itu adalah pengembangan potensi. Pendekatan dalam pendidikan dan BK adalah preventif-developmental, bukan kuratif apalagi represif.

Atau tugas pembentukan karakter bangsa dan generasi muda itu bukan hanya tugas satuan pendidikan, apalagi dipersempit hanya menjadi tugas guru, yakni guru BK.

Namun pembentukan karakter itu dilakukan melalui keteladanan. Keteladanan orangtua, guru, pemimpin bangsa, anggota legislatif, dan tokoh publik.

Siswa di sekolah akan mencontoh apa yang dia saksikan dan rasakan di lingkungannya baik langsung maupun melalui media sosial.

"Jangan-jangan siswa belajar juga dari para tokoh politik yang acap kali saling mem-bully. Marilah kita sama-sama instropeksi diri. Korban maupun pelaku bullying sama-sama merupakan korban," tegas Farozin.

Pentingnya peran orangtua dan sekolah

Maka dari itu, ia menilai bahwa perilaku anak seperti itu merupakan korban dari perilaku kita semua, orang dewasa.

Sekolah belum mampu menciptakan kultur damai, orangtua belum bisa membiasakan saling menghargai di rumah, dan negara belum mampu menciptakan budaya damai dalam semua lini dan sendi kehidupan.

Untuk itu, Farozin memberian saran bahwa agar semua bisa membina tanggung jawab siswa dengan memberi mereka kesempatan untuk mempertangung jawabkan perilakunya kepada orangtuanya.

"Selanjutnya, mari kita nantikan kehadiran orangtua di sekolah untuk memberikan informasi tentang perilaku anaknya kepada sekolah, dan apa yang diharapkan orangtua dari sekolah dalam membantu menangani masalah anaknya," harapnya.

"Mari kita sebagai pendidik bersikap profesional, mengedepankan kasih sayang dalam mendidik anak, karena mereka adalah manusia yang memiliki potensi untuk hidup baik dan benar," tandas Farozin.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/10/09/164205571/terkait-usulan-guru-bk-diambil-dari-aparat-penegak-hukum-ini-tanggapan-pb

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke