Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penggunaan ChatGPT: Jadi, Pendidik Sebaiknya Berbuat Apa?

Sebagian adalah early adopters. Mereka mempelajarinya lalu percaya bahwa ChatGPT memberi kontribusi signifikan terhadap kemajuan ilmu.

Sebagian lainnya yakin bahwa ChatGPT mengandung konflik etis yang mendehumanisasi pengguna dan membuat kualitas pendidikan terjun bebas.

Perbedaan pendapat ini wajar. Di tengah serunya kelangsungan adu argumentasi, Elsevier dan Cambridge University Press, keduanya adalah penerbit terkemuka, mengeluarkan izin bagi para peneliti untuk menggunakan aplikasi seperti ChatGPT saat menulis.

Teknologi tak bisa dilawan. UNESCO sudah mengeluarkan kebijakan. Tak usah menunggu pemerintah mengeluarkan regulasi karena kelebihan dan kelemahan ChatGPT berbeda-beda di tiap sektor.

Tugas pemerintah adalah mengembalikan pendidik kepada fitrahnya: mendidik dan meneliti termasuk mencermati pro-kontra ChatGPT, mengajak guru serta dosen di institusinya masing-masing untuk berdiskusi dan mengejawantahkan kebijakan sampai ke tahap praktik pengajaran di kelas. Ini tugas mulia yang tak bisa dilakukan maksimal karena belenggu tugas administrasi.

Institusi pendidikan perlu bersikap proaktif dengan cara menyusun kebijakan yang solutif terkait penggunaan ChatGPT dan AI sejenis lainnya (selanjutnya akan digabung penggunaannya dalam istilah ‘ChatGPT’).

Membiarkan pendidik bertindak sendiri-sendiri akan membuat peserta didik kebingungan dan berpotensi menimbulkan konflik lainnya.

Diskusi mengenai kebijakan ini sebaiknya, minimal saat fase pengumpulan data, melibatkan beberapa anak didik serta pendidik yang berstatus techie atau early adopters.

Institusi yang terbiasa dengan top-down policy pasti gelagapan namun melibatkan early adopters dari pihak pendidik dan anak didik akan memperkaya perspektif para administrator. Kebijakan ini sebaiknya kelak dijadikan bagian dari silabus.

Tujuan pendidikan antara lain memanusiakan manusia. Bersikap serta bertindak etis adalah bagian dari menjadi manusia. Maka, alangkah baiknya jika ulasan terkait etika penggunaan mendapat penekanan dalam regulasi.

Selain menyodorkan analisis cermat terkait plus minus ChatGPT, institusi juga perlu dalam proses diskusinya kelak meredefinisi konsep plagiarisme dan mencontek.

Kini mencontek bukan masalah hitam-putih: menyalin pekerjaan teman atau tidak. Sekarang mencontek punya gradasi: siapa yang lebih banyak mengerjakan, orang atau mesin?

Proses penulisannya disalin mentah-mentah atau diedit? Jika diedit tapi menggunakan AI, bagaimana? Apakah itu tanda kemalasan atau tanda kerja efektif?

Oleh karena itulah, selain early adopters dari pihak pendidik dan anak didik, akademisi dengan latar belakang filsafat yang dipadukan dengan dosen praktisi pasti akan membawa banyak manfaat dalam penyusunan kebijakan.

Pada tataran kelas, inovasi pengajaran harus segera dilakukan. Jika tidak, anak didik yang akan jadi korban, padahal merekalah kelak yang akan memegang tampuk pemerintahan negara ini.

Para pendidik perlu mengevaluasi metode dan format asesmen. Ada pendidik-pendidik yang menegur keras murid atau mahasiswa yang menggunakan Google Translate atau ChatGPT. Namun, pendidik tersebut tidak mengubah cara mengajar dan bentuk asesmen.

Mereka juga tidak mendiskusikan sisi positif dan negatif AI dengan anak didik. Apakah ini bukti gagap teknologi, otoriter, atau malas membaca untuk mengikuti perkembangan terkini?

Ketiga alasan yang terkesan keras itu tentu tak absolut. Ada kemungkinan lain yang lunak: sibuk.

Mungkin tak sepenuhnya salah pendidik karena memang sistem lebih menghendaki pendidik, dalam hal ini dosen, mengurus administrasi daripada melakukan kerja intelektual.

Padahal kemajuan teknologi, untuk bisa digunakan secara etis, mensyaratkan hadirnya pemikiran kritis serta dialog atau komunikasi.

Pendidik kini punya tambahan tugas intelektual yang sulit:‘Terpaksa’ menilai kualitas anak didik juga dari pertanyaan yang mereka ajukan, bukan hanya dari jawaban yang mereka sodorkan ketika menjawab pertanyaan guru atau dosen.

Writing prompts, perintah yang kita ketik, memegang peranan besar dalam eksplorasi ilmu. Writing prompts berkaitan dengan penentuan peran ChatGPT dalam proses pembelajaran: sebagai dynamic assessor, study buddy, atau salah satu dari 8 peran lainnya? (Unesco, 2023).

Baik pendidik maupun anak didik perlu diajak untuk menggunakan ChatGPT secara bertanggung jawab. Penggunaan ChatGPT, dan AI lainnya, berpotensi membuat pengguna tak mampu berpikir kritis dan menjadi pemalas.

Pada tahap ini, penyusunan kebijakan yang sungguh akan menguras pikiran dan tenaga itu, mesti diikuti dengan pelatihan bagi para pendidik, dan anak didik, terkait penggunaan AI.

Semoga Kemendikti mempercepat kerjanya, memberikan tugas administrasi seperlunya saja, sehingga pendidik bisa lebih lincah dan tajam dalam mengikuti perkembangan zaman yang menuntut perubahan besar dalam cara berpikir, mengajar, dan meneliti.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/09/20/115509871/penggunaan-chatgpt-jadi-pendidik-sebaiknya-berbuat-apa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke