Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Anak Petani dari Magetan Gapai Beasiswa S1-S3

KOMPAS.com - Kisah anak petani dari Magetan, Apia Dewi Agustin (23) sempat mencuri perhatian publik. Karena, dengan keterbatasan ekonomi dia mampu kuliah sampai jenjang tinggi.

Dengan tekad yang kuat, dia diberi kesempatan lewat beasiswa bisa menyelesaikan kuliah hingga jenjang S3.

Di jenjang S1, Apia berhasil lulus dari Prodi Akuntantasi FEB UGM dengan predikat cumlaud pada 2022.

Dia menyelesaikan studinya tanpa dipungut biaya apapun, karena memperoleh beasiswa Bidikmisi dan beasiswa KAFEGAMA (Keluarga Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM).

Kini, Apia berkesempatan melanjutkan studi pascasarjana (S2) di UGM kembali secara gratis.

Tidak hanya di jenjang S2, dia mendapatkan kesempatan emas untuk langsung melanjutkan studi S3 dengan beasiswa.

"Alhamdullilah saya bisa meneruskan pendidikan magister lanjut doktor melalui beasiswa PMDSU (Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) Kemendikbud Ristek," ucap dia dilansir dari laman UGM, Rabu (6/9/2023).

Apia menjelaskan jalan mendapatkan beasiswa yang ditujukan untuk menghasilkan doktor yang bermutu, mempercepat penambahan dosen bergelar doktor, dan juga mempercepat peningkatan publikasi internasional ini berlangsung sangat ketat.

Beasiswa ini, kata dia, hanya dibuka dua tahun sekali, dengan persyaratan lulusan pendaftar maksimal satu tahun terakhir untuk program sarjana, dan usia tidak lebih 24 tahun.

Tidak hanya itu, beasiswa ini biasanya dibuka dua tahun sekali dan tidak semua universitas di Indonesia dapat menjadi mitra dari program ini.

Melalui program beasiswa ini, Apia menjadi salah satu dari 300 sarjana unggul yang beruntung untuk dididik menjadi doktor muda dengan menempuh pendidikan pascasarjana secara akselerasi di jenjang S2 dan S3 maksimal 4 tahun mulai tahun 2023.

Saat ini, dia sedang terdaftar sebagai mahasiswa semester 1 di Magister Sains dan Doktor Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM di program studi Akuntansi di bawah bimbingan promotor Prof. Mahfud Sholihin.

Tidak pernah menyerah dengan keadaan

Apia terlahir dari keluarga sangat sederhana di salah satu pelosok desa yang jauh dari pusat kota di Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

Ayahnya hanyalah seorang petani yang tidak pernah menempuh pendidikan formal, bahkan SD saja tidak lulus.

Perekonomian keluarganya sempat goyah ketika sang ayah meninggal dunia. Saat itu, Apia berada di semester 5 pada jenjang S1.

Untuk hidup sehari-hari mereka pun mengandalkan hasil jualan dari toko kelontong kecil yang dikelola sang ibu yang hanya lulusan sekolah dasar.

"Dari jualan ibu itu ya hasilnya hanya pas-pasan saja untuk hidup sehari-hari," ujar perempuan yang sempat menjadi Project Management Analyst di salah satu Multi National Company di Indonesia ini

Namun begitu, kondisi tersebut justru menjadi pendorong semangat Aipa untuk tekun belajar dan berprestasi sejak bangku sekolah.

Sejak SD hingga SMA, dia selalu menjadi bintang kelas. Peringkat pertama jarang lepas dari tangannya.

Bahkan ketika SMA, Apia sering mengikuti lomba dan menjadi juara umum selama tiga tahun berturut serta menjadi lulusan terbaik di salah satu SMA terbaik di daerahnya.

Saat SMA pun, dia mendapatkan beasiswa penuh untuk pembayaran SPP karena prestasinya tersebut.

Sadar dengan kondisi keluarga yang serba terbatas membuatnya tidak berdiam diri saat kuliah, dia aktif melakukan kerja paruh waktu dengan menjadi asisten dosen, kelas, penelitian, hingga laboratorium untuk menambah ilmu dan tentunya uang saku.

Dengan segala kondisi keluarganya, Apia tidak sekalipun merasa berkecil hati.

Justru dirinya sangat bersyukur, sebab kedua orangtuanya selalu mendukung untuk anaknya bisa meraih pendidikan setinggi mungkin.

Hal itu menjadi semangat Apia untuk terus belajar tekun hingga bisa menyelesaikan studi S1 dan kembali melanjutkan studi pascasarjana di Akuntansi UGM dengan beasiswa secara penuh.

"Saya selalu ingat pesan bapak ibu. Meski orang tua tidak sekolah, anak-anak harus bisa sekolah sebab dibekali harta akan ada habisnya, tetapi jika dibekali ilmu akan abadi," jelas dia.

Saat ini Apia tengah fokus memenuhi target-target belajarnya selama di UGM dan menjadi awardee PMDSU.

Apia memiliki minat penelitian di bidang Akuntansi Keuangan, Sistem Informasi Akuntansi, dan Akuntansi Syariah.

Penelitiannya tentang Sistem Informasi Akuntansi wakaf yang ia kerjakan bersamaan dengan proyek dosen FEB yang dibiayai oleh LPDP juga telah mendapatkan hak kekayaan intelektual dari Kemenkumham.

Selain fokus pada akademik, Apia juga masih sangat aktif di berbagai kegiatan sosial pendidikan dan organisasi kemasyarakatan.

"Sekalipun dari pelosok desa, anak dari seorang petani yang tidak mendapatkan akses pendidikan formal, ekonomi pas-pasan, orangtua juga sudah tidak lengkap, tetap jangan pernah takut untuk bermimpi besar. Kita berhak untuk bermimpi tinggi dan meraihnya," tegas Apia.

Kisah Apia ini tentu sangat inspiratif. Latar belakang keluarga kurang mampu tidak menjadikan penghalang bagi seseorang untuk mengakses pendidikan yang tinggi.

Bukan hanya Apia saja, masih banyak kisah lainnya yang bisa menjadi semangat mahasiswa memperoleh untuk menggapai pendidikan secara gratis hingga tingkat tinggi.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/09/06/131553671/kisah-anak-petani-dari-magetan-gapai-beasiswa-s1-s3

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke