Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Rizky Ridho, dari Bermain Bola di Gang hingga Masuk Timnas

KOMPAS.com - Nama Rizky Ridho melejit saat ia masuk skuat Persebaya U-20. Bahkan, dibalik usianya yang masih sangat muda, Rizky Ridho dipromosikan ke tim Persebaya senior sejak tahun 2020 dan menjadi pemain Tim Nasional (Timnas Indonesia) Indonesia.

Perjalanan Rizky Ridho Ramadhani menjadi pemain Timnas Indonesia diisi dengan banyak perjuangan, bermula dari gang depan rumah dan jalan raya di Kota Surabaya.

Kunci sukses menurut Ridho

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya itu bercerita kalau dirinya menyukai sepak bola sejak kecil. Dahulu, ia sering bermain bola di depan rumah, di gang, bahkan di jalan raya.

“Awalnya saya sering bermain bola di depan rumah, di gang rumah bahkan di jalan raya, namun lama kelamaan bapak takut kalau saya tertabrak motor akhirnya saya diikutkan SSB di Simo Putra,” ujar Ridho dalam keterangan resmi UM Surabaya.

Menurutnya, keberhasilannya hari ini adalah berkat orangtua, terutama ayahnya yang selalu mengantar kemanapun, mulai yang dekat rumah sampai yang jaraknya jauh.

Ridho mengaku, di tengah kesibukan ayahnya sebagai seorang pedagang di pasar kala itu, sang ayah selalu semangat mengantarkannya mengikuti turnamen dari Lumajang hingga Sampang.

“Ada satu momen yang tak terlupakan saat kecil waktu turnamen di Sidoarjo, ketika saya dimarahi bapak di atas motor. Jadi perjalanan dari Sidoarjo hingga Surabaya saya diceramahi karena main saya jelek, itu benar-benar saya ingat,” ujar Ridho sembari tertawa.

Selain dukungan orangtua, bagi Ridho, kunci suksesnya ialah mengurangi waktu bersenang-senang saat masih muda.

"Senang dalam artian berfoya-foya dan nongkrong yang tidak ada tujuannya. Fokus membahagiakan kedua orang tua, fokus belajar dan menyeimbangkan karir dan pendidikan. Nanti kalau sudah fokus, Insya Allah kesuksesan akan mengikuti,” ujarnya.

Selain terkenal sebagai sosok yang religi, Ridho juga dikenal sebagai anak yang amat menyayangi kedua orang tuanya. Bahkan ia mengaku bahwa gaji pertama di Persebaya ia gunakan untuk mendaftarkan orang tuanya berangkat haji.

“Ingat perjuangan Ayah ketika saya masih kecil ia rela mengantarkan saya kemana-mana, ibu yang selalu mendoakan, sebisa mungkin saya akan selalu berusaha membahagiakan mereka,” ujarnya.

Karier dan pendidikan harus seimbang

Ridho mengaku bahwa dorongan ia melanjutkan kuliah bukan dari orang tuanya, melainkan dorongan oleh dirinya sendiri. Menurutnya, pendidikan menjadi hal penting yang tidak boleh dikesampingkan karena itu adalah bekal dirinya ke depan.

Menurut penuturannya, ia sempat ragu ketika akan daftar kuliah lantaran tidak bisa membagi waktu, tapi pas mengetahui di UM Surabaya ada fasilitas dan kurikulum khusus untuk para atlet ia sangat lega, karena itu sangat memudahkan dirinya dalam menempuh pendidikan.

Selain kepiawaiannya menjadi seorang atlet, rupaya Ridho juga memiliki cita-cita yang sangat mulia yakni menjadi pelatih di kampungnya. Saat ditanya mengapa ia memilih kampung, ia merasa kesuksesannya berasal dari kampung dan lapangan kecil di daerah Simo Gunung Kramat, Surabaya.

“Setelah pensiun dari bola, saya punya keinginan untuk menjadi pelatih di kampung. Kalau di kampung saya lebih bisa bermanfaat untuk anak-anak dan masyarakat,” ujarnya lagi.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/06/10/150000071/kisah-rizky-ridho-dari-bermain-bola-di-gang-hingga-masuk-timnas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke