Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perubahan Pendidikan Berhasil Saat Orangtua Tak Tanya Lagi Nilai Anak

KOMPAS.com - Dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2023, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengusung tema "Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar".

Menurut Ketua Yayasan Guru Belajar Bukik Setiawan, prinsip merdeka belajar sudah mengubah banyak hal pada sistem pendidikan nasional.

"Sudah banyak yang diubah oleh Mas Menteri (Nadiem Makarim) melalui kebijakan merdeka belajar. Tantangan yang dulunya kita hadapi sudah mulai diatasi dengan berbagai agenda-agenda perubahan. Tapi mengubah kebijakan dan mengubah praktik tentu berbeda. Itu yang perlu kita kawal," ucap dia dalam keterangannya, Selasa (2/5/2023).

Bukik menjelaskan, setidaknya ada dua hal yang dulunya menjadi tantangan bagi kemajuan pendidikan Indonesia.

Pertama, adanya ujian nasional yang memaksa guru mengajar secara tekstual atau hanya berdasarkan textbook.

Bukik menyebutnya sebagai guru mengajar LKS (lembar kerja siswa). Murid dipaksa mengerjakan soal latihan setiap hari agar mendapat nilai yang bagus pada ujian nasional.
Orientasinya tidak pada kompetensi murid, tapi penguasaan materi yang sangat banyak.

"UN itu multi beban, buat mengukur prestasi murid, sekolah, kepala daerah. Tidak ada kepala daerah yang mau namanya tercoreng, jadi dia menekan ke dinas pendidikan, dinas menekan ke sekolah, sekolah ke guru, guru ke murid," ungkap dia.

Sebagai perbaikannya, saat ini evaluasi murid dipisah dari evaluasi sekolah dan daerah melalui Asesmen Nasional (AN).

Murid yang mengikuti AN tidak tahu nilainya, karena memang tidak digunakan untuk mengukur kompetensi Individu.

AN memberikan gambaran kondisi sekolah. Hasilnya akan mendorong sekolah dan dinas pendidikan fokus pada hal yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki.

Instrumen AN bahkan mengukur hingga aspek afektif dan iklim pembelajaran.

Lalu tantangan kedua adalah kurikulum yang terlalu banyak konten atau materi pembelajaran.

Bukik mengungkapkan, kurikulum di Indonesia termasuk yang materinya paling padat. Namun, saat ini materi di kurikulum merdeka sudah jauh lebih ringkas.

Tidak berlebihnya materi membuat guru memiliki lebih banyak waktu untuk mengeksplorasi strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid.

Guru yang demikian disebut oleh Bukik sebagai "guru yang mengajar murid". Maksudnya, mengajar dengan orientasinya adalah murid.

"Penguasaan materi yang begitu banyak membuat kita harus mengkompensasi yang lain, yang lebih penting, yaitu life skill. Keterampilan presentasi, keterampilan negosiasi, keterampilan memberikan pendapat," jelas Bukik.

Bukik menganalogikannya dengan belajar memasak. Saat murid harus belajar 100 resep masakan, maka mereka hanya akan fokus menghafal semuanya.

Namun, jika hanya belajar lima resep, maka murid memiliki banyak waktu untuk mengeksplorasi.

Murid memiliki kesempatan untuk mempraktikkannya, menanyakan pendapatnya ke orang sekitar, menelusuri alasan penggunaan bahan yang digunakan, dan lain sebagainya. Mereka akan mendapatkan kompetensinya, tidak hanya hafal resep masakan.

Bukik berharap, penerapan Kurikulum Merdeka Belajar yang sudah memasuki tahun ketiga akan semakin baik.

Segala capaian dalam bentuk praktik baik perlu terus dipublikasikan dan diperbincangkan.

"Salah satu tolok ukur keberhasilannya adalah ketika pertanyaan orangtua berubah, dari 'kamu dapat nilai berapa?' jadi 'kamu sudah bikin apa?' Murid bisa berkontribusi, bisa banyak berbuat untuk masyarakat dan Indonesia," tukas Bukik.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/05/02/143251671/perubahan-pendidikan-berhasil-saat-orangtua-tak-tanya-lagi-nilai-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke