Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Alumnus Ponpes Futuhiyyah Mengenang Saat Jadi Santri di Bulan Ramadhan

KOMPAS.com - Bulan Ramadhan selalu mengingatkan tentang masa lalu, salah satunya yang dialami oleh Thobib Al Asyhar yang merupakan alumni dari Pondok Pesantren (Ponpes) Futuhiyyah, Mranggen, Demak.

Ingatannya tentang masa itu masih tersimpan rapi, sehingga momen demi momen tak terlupakan hingga kini.

Secara umum, pesantren memang tempat "menanam" kesan. Kesan baik tentu saja, meski tetap saja ada sedikit kenangan buruk.

Hal itu wajar karena hidup tidak selalu inline dengan harapan. Misalnya ada santri-santri yang kena potong gundul karena nonton film layar tancap di luar pesantren.

Nah, saat Ramadhan tiba, seakan seluruh kenangan itu muncul kembali. Dari hal sederhana, hingga yang cukup kompleks.

"Ada rasa bahagia ketika mengingatnya. Kadang ada pula yang membuat saya tersenyum sendiri, seakan ingin jarum waktu kembali berputar ke belakang," ungkap dia dalam keterangannya, Jumat (24/3/2023).

Lebih dari itu, kata dia, ada satu kenangan yang terpatri hingga kini. Dirinya pun yakin, semua santri masih terngiang, yaitu wirid rutin membaca Al-Fatihah 1.000 kali selesai Subuh berjamaah.

"Itu setiap hari. Tidak ada jeda hari untuk libur membaca Al-Fatihah sebanyak 1.000, usai jamaah Subuh, dan di satu waktu (sekali majelis)," ucap pria yang juga jadi Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama Diktis Kemenag ini.

Bisa dibayangkan, membaca Alfatihah 1.000 kali sekali majelis itu bukan hitungan menit. Membutuhkan minimal waktu sejam.

"Dan sekali lagi, itu dilakukan setiap hari, selepas Subuh. Rerata para santri yang jumlahnya ribuan di dalam masjid tidak semuanya "on" atau "sadar" sejak Al-Fatihah pertama hingga akhir. Ya, mayoritas santri mengantuk," jelas dia.

Semua santri tentunya maklum akan aktivitas itu, memang setiap harinya sangat padat kegiatan yang dilakukan.

"Mulai bangun tidur jam empat dini hari hingga jelang tidur jam 22.00 atau 23.00 WIB. Bahkan sering santri begadang karena belajar, atau sekedar ngobrol santai hingga larut malam. Selain mengaji kitab, sekolah, salat berjamaah, juga ada agenda-agenda rutin, seperti taklimul khithabah, bahtsul masail, kerja bakti, dan lain-lain," jelas dia.

Tentu, membaca wirid bukan tanpa tujuan. Wirid panjang ala pondok itu agar para santri memiliki lapis spiritual.

"Sebagai makhluk ruhani, manusia, khususnya santri harus dibekali dengan wirid-wirid khusus agar kelak memiliki "kekebalan" spiritual. Tidak mudah goyah oleh "serangan" materialisme. Pun pula tidak mudah roboh jika mendapat "tembakan" jahat yang tak nampak," tutur dia.

Bekal wirid santri bukan hanya itu. Selepas Maghrib, mereka juga dibekali wirid "Ratibul Haddad".

Salah satu zikir yang sering dibaca masyarakat muslim dunia. Ratib ini disusun oleh salah seorang ulama terkemuka dari Hadramaut, yakni Abdullah bin Alawi bin Muhammad al-Haddad.

Beliau adalah seorang mujaddid (pembaharu) pada masanya. Karya tulis beliau terbilang cukup banyak dan tersebar di berbagai penjuru dunia, di antaranya an-Nashaih ad-Diniyah, Risalah al-Mu’awanah, dan an-Nafais al-‘Alawiyah fi al-Masa’il as-Shufiyah.

"Jadi, santri memang sangat lekat dengan wirid panjang. Bahkan kompleks untuk tujuan yang banyak. Wirid yang bukan sekedar bacaan rutin tanpa maksud," ungkap dia.

Di balik rutinitas spiritual tersebut, ada makna yang begitu mendalam. Yaitu, para kiai ingin melapisi para santri secara spiritual dengan membiasakan wirid-wirid yang "musalsal" setiap kali selesai salat.

Apalagi di momen Ramadhan seperti saat ini. Seluruh amalan-amalan mulia, khususnya ibadah-ibadah sunnah dijalani dengan sepenuh jiwa.

"Santri yang istiqamah menjalani lakon wirid sebagai perisai spiritual akan tetap menjadi pribadi yang humble, menyenangkan, dan memiliki keterikatan untuk selalu memberi manfaat bagi sesama," tukas dia.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/03/24/140943471/alumnus-ponpes-futuhiyyah-mengenang-saat-jadi-santri-di-bulan-ramadhan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke