Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menembus Universitas Kelas Dunia Melalui Publikasi Ilmiah Bereputasi

Eksistensi perguruan tinggi sebagai garda terdepan, pengemban amanah, pengawal, dan pemelihara tradisi dan integritas akademik kembali digugat. Dalam sekejap, kepercayaan publik terhadap perguruan tinggi seakan “runtuh”.

Dari Kebijakan Akademik ke Program Mercusuar

Diakui atau tidak, fenomena di atas tidak bisa dilepaskan dan merupakan ekses (dampak negatif) dari kebijakan yang mewajibkan dosen memiliki publikasi ilmiah internasional bereputasi yang diakui oleh Kemendikbudristek sebagai syarat tambahan. Khususnya bagi dosen yang akan mengusulkan kenaikan jabatan akademik secara “regular” ke profesor atau “loncat jabatan” ke lektor kepala atau profesor.

Kewajiban itu berlaku sejak tahun 2014 melalui Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit 2014 dan 2019. Keputusan Ditjendikti No.12/E/KPT/2021 juga mewajibkan setiap dosen dengan jabatan akademik profesor memiliki publikasi karya ilmiah pada jurnal internasional bereputasi setiap tiga tahunan sekali.

Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, yang bersangkutan akan memperoleh sanksi berupa pembinaan oleh pimpinan perguruan tinggi, dan penghentian sementara pemberian tunjangan sertifikasi dosen dan tunjangan kehormatan profesor. Ketentuan ini efektif berlaku pada tahun akademik genap 2022/2023.

Kebijakan tersebut tidak hanya ikhtiar untuk lebih mendorong produktivitas, kualitas, dan reputasi karya ilmiah dan publikasinya bagi para dosen perguruan tinggi. Itu juga kebijakan untuk menjaga marwah dan kewibawaan akademik seorang profesor, pemegang jabatan akademik tertinggi di lingkungan perguruan tinggi, yang menuntut kepemilikan karya ilmiah yang “luar biasa” untuk meraihnya.

Lebih dari itu, kebijakan itu juga menjadi “program mercusuar” Kemendikbudristek yang diharapkan mampu mengangkat nama Indonesia sebagai salah satu negara pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan daya saing bangsa di kancah internasional.

Walhasil, program ini telah sukses mendongkrak jumlah publikasi artikel internasional bereputasi secara eksponensial. Data SCIMAGO memperlihatkan jumlah artikel bereputasi dosen Indonesia naik 83 persen dari 6.931 artikel (2014) menjadi 12.706 artikel (2016), dan terus mengalami kenaikan 288 persen hingga menembus angka 49.350 artikel (2021).

Program itu juga sukses menaikkan ranking Indonesia dari peringkat 50 (2014) menjadi 21 dunia. Di tingkat Asia pun ranking Indonesia naik dari 11 (2014) menjadi ranking 5 (2021).

Sejak tahun 2018 produktivitas Indonesia dalam publikasi ilmiah bereputasi mengatasi semua negara di kawasan ASEAN. Untuk menyukseskan program mercusuar tersebut, Kemendibbudristek melalui Ditjendiktiristek membuat kebijakan-kebijakan baru untuk lebih meningkatkan jumlah publikasi artikel pada jurnal internasional bereputasi.

Dalam surat edaran Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Surat Edaran, 2019), setiap lulusan program doktor harus sudah memiliki artikel yang telah diterbitkan di jurnal internasional bereputasi. Ditjendiktiristek juga mewajibkan mahasiswa program beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) untuk menghasilkan keluaran berupa dua publikasi internasional terindeks Scopus.

Walhasil, hingga kini, jumlah publikasi di jurnal internasional bereputasi yang dihasilkan mahasiswa PMDSU Batch I sampai VI mencapai 1.921 publikasi (Kemdikbuddikti, 2022).

Menembus World Class University

Secara global, lahirnya berbagai program dan kebijakan Kemdikbudristek dalam publikasi internasional berputasi juga tidak luput dari ikhtiar Kemendikbudristek agar universitas-universitas di Indonesia masuk dalam kategori World Class University (WCU), seperti Academic Ranking World University (ARWU), Times Higher Education World University Ranking (THE WUR), UNIRANK, dan QS WUR.

Salah satu dari tiga parameter utama yang digunakan adalah keunggulan riset yang diakui masyarakat akademis internasional melalui publikasi internasional. Bisa dikatakan, riset dan publikasi internasional utamanya yang terindeks pada database Scopus dan Web of Science (Thomson Reuters) merupakan salah satu penilaian yang paling krusial untuk menentukan apakah perguruan tinggi tersebut layak masuk pemeringkatan internasional atau tidak.

Tak mengherankan, jika kemudian komitmen kuat untuk menjadikan perguruan tinggi di Indonesia dalam jajaran WCU tersebut mendorong banyak kampus menargetkan para dosennya untuk membuat publikasi yang terindeks pada database internasional seperti Scopus dan Web of Science (Thomson Reuters).

Berbagai ikhtiar dilakukan perguruan tinggi, di antaranya menyelenggarakan klinik dan/atau pelatihan penulisan artikel ilmiah bereputasi bagi dosen dan mahasiswa pascasarjana; membuka akses jurnal internal perguruan tinggi untuk meningkatkan jumlah dan jangkauan sitasi; internasionalisasi jurnal-jurnal internal perguruan tinggi; penguatan kapasitas pengelolaan jurnal perguruan tinggi; fasilitasi seminar/workshop/simposium internasional dengan penerbit prosiding yang terindeks SCOPUS dan Web of Science (Thomson Reuters); penguatan pusat-pusat riset unggulan sebagai flag carrier reputasi; dan mendorong riset kolaborasi dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri.

Hasilnya, pada tahun 2022 ada delapan universitas di Indonesia masuk peringkat dunia versi QS World University Rankings, yaitu Universitas Indonesia (UI) R: 290; Universitas Padjajaran (Unpad) R: 801-1000; Universitas Brawijaya (UB) 1001-1200; Universitas Hasannudin (Unhas) R: 1001-1200; Universitas Andalas (Unand), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Universitas Sebelas Maret (UNS), Univeritas Sumatra Utara (USU) R: 1201+. Kecuali UI, Unpad, perguruan tinggi lainnya mengalami penurunan ranking dibandingkan tahun 2021.

Dalam versi THE WUR, ada sembilan universitas di Indonesia sukses masuk peringkat dunia, yaitu UI (R-1.021); ITB (R-1.265); UB (R-1.265); Undip (R-1.297); UGM (R-1.351); IPB (R-1.387); Unpad (R-1.512); ITS (R-1.604); dan Tel-U (R-1.605). Kecuali ITB, delapan universitas lainnya mengalami penurunan ranking dibandingkan tahun 2021.

Berdasarkan data SINTA, jumlah publikasi bereputasi perguruan tinggi Indonesia yang masuk peringkat WCU tersebut juga mendominasi dibandingkan perguruan tinggi lainnya. Kontribusi mereka mencapai 51.11 persen (164.870 publikasi) terhadap jumlah total publikasi dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia.

PTNBH Wajib Publikasi Internasional Bereputasi

Kebijakan teranyar untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas publikasi ilmiah bereputasi adalah mendorong Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) agar menjadi garda terdepan dalam publikasi internasional bereputasi. Kebijakan ini juga menjadi salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) perguruan tinggi, termasuk PTNBH, yaitu IKU-5 yang mengukur hasil kerja dosen yang digunakan masyarakat atau mendapat rekognisi internasional.

Salah satu indikatornya adalah jumlah keluaran ilmiah bereputasi/terindeks global yang dihasilkan dosen; dan jumlah konferensi/seminar akademik internasional yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi, komunitas akademik, atau organisasi internasional terpercaya yang diikuti dosen (Ditjendiktiristek, 2021).

Pilihan kepada PTNBH dalam perspektif Kementerian, karena PTNBH memiliki otonomi yang sangat luas dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. PTBH juga memiliki beragam skema kolaborasi riset dan publikasi skala nasional dan internasional yang sangat potensial untuk menghasilkan publikasi internasional bereputasi (Kompas, 14/11/2022).

Indonesia memiliki lebih dari 4.500 perguruan tinggi dengan jumlah jurnal ilmiah sekitar 16.000 jurnal yang terdata di GARUDA. Dari jumlah tersebut, 7.600 (47,5 persen) jurnal sudah terakreditasi SINTA, dan 118 (1,55 persen) jurnal di antaranya sudah terindeks Scopus (Q1—Q3).

Kemdikbudristek berharap paling tidak ada 500 jurnal nasional bisa terindeks SCOPUS.

SINTA juga merilis pada periode 2007—2013 jumlah publikasi Q1 hanya berjumlah 7.032 artikel atau rata-rata 1.005 artikel per tahun. Pada periode 2014—2022 jumlah publikasi Q1 naik hampir mencapai 350 persen (31.551 artikel) atau rata-rata 3.506 artikel per tahun. Namun, sejak periode 2015—2022, secara perlahan jumlah publikasi Q2, Q3, Q4, atau Non-Q melampaui jumlah publikasi Q1.

Ironisnya, fenomena penurunan produktivitas dan kualitas jumlah publikasi bereputasi di kalangan dosen Indonesia terjadi justru setelah Kemenristekdikti/Kemendikbudristek membuat kebijakan wajib publikasi ilmiah internasional bereputasi. Tak heran, jika kemudian untuk memperkokoh program mercusuar yang sudah ada, Kemendibbudristek melalui Ditjendiktiristek kembali membuat kebijakan anyar mendorong 21 PTNBH meningkatkan produktivitas dan kualitas publikasi jurnal internasional bereputasi.

Fakta juga memperlihatkan, 21 PTNBH tersebut mampu mengontribusi sebesar 61,74 persen atau 199.168 publikasi terhadap jumlah total publikasi internasional bereputasi yang dihasilkan para dosen di seluruh perguruan tinggi Indonesia.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/03/01/170844371/menembus-universitas-kelas-dunia-melalui-publikasi-ilmiah-bereputasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke