Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berperan Turunkan Stunting, TPK Paparkan Kendala Penanganan Stunting di Indonesia

Perpres itu, menjelaskan bahwa pemerintah perlu sejumlah kegiatan tambahan untuk menurunkan stunting. TPK menjadi salah satu poin yang diperlukan, khususnya bagi keluarga berisiko stunting.

Hal tersebut disampaikan Hasto saat menghadiri Forum Nasional Stunting 2022 “Bergerak Bersama Garda Terdepan dalam Pendampingan Keluarga untuk Percepatan Penurunan Stunting”, yang diselenggarakan secara hybrid di Jakarta, Selasa (6/12/2022).

Pada kesempatan yang sama, Global Chief Executive Officer (CEO) Tanoto Foundation J Satrijo Tanudjojo mengatakan, TPK berperan memberikan langkah preventif dan promotif untuk mencegah munculnya kasus stunting di Indonesia.

“Kami meyakini TPK sebagai garda terdepan memiliki peranan penting dalam pengambilan langkah yang preventif dan promotif, serta memberikan rujukan untuk mendapatkan akses ke layanan yang dibutuhkan, sehingga hal tersebut menurunkan angka stunting di Indonesia,” ujar Satrijo.

Dengan demikian, lanjut Satrijo, TPK yang dibentuk oleh BKKBN dapat memberikan pendampingan melalui edukasi keluarga risiko stunting, mulai dari cara pencegahan yang dilakukan melalui perubahan perilaku hidup sehat, pentingnya tablet tambah darah (TTD), pencermatan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), hingga menyediakan asupan gizi seimbang.

“Dengan hadir dan dibentuknya TPK, pendampingan terhadap keluarga berisiko mempunyai anak stunting akan menjadi lebih terarah dan tepat,” ucap Satrijo.

TPK sebagai garda terdepan

Pada acara Forum Nasional Stunting 2022, Tanoto Foundation mengundang empat TPK dari berbagai daerah untuk membagikan pengalaman mereka mengenai upaya-upaya penurunan stunting bersama masyarakat.

Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kelurahan Salaman Mloyo, Semarang, Jawa Tengah (Jateng) Diah Kurnia Ramadhani berbagi cerita mengenai dedikasinya selama ini menjadi TPK di Semarang.

Diah mengaku ikhlas menjalani perannya sebagai TPK untuk membantu keluarga dengan risiko stunting. Bahkan, orang-orang yang dibantunya sudah seperti keluarga baginya.

“Di TPPS Semarang kami mencanangkan program Semua Ikut Bergerak Bersama Menangani Stunting atau dikenal dengan Si-Bening. Program ini diwujudkan dengan adanya orangtua asuh untuk melakukan pendampingan dan pendekatan kepada keluarga," ungkap Diah. 

“Kami juga menginisiasi program ‘Isi Piringku’ untuk memberikan pengetahuan mengenai gizi dan pola asuh yang baik dan benar bagi orangtua. Dari pendekatan tersebut, kami bersama dengan anggota TPPS lainnya seperti menjadi keluarga dengan para pihak keluarga stunting, sehingga mereka mau menerima kami dan mau diarahkan,” tambah Diah.

Dalam program yang direalisasikan, lanjut Diah, TPPS Semarang juga memberikan beberapa makanan bergizi berupa makan besar lewat dapur sehat setiap pagi dan siang, serta pemberian bantuan makanan tambahan (BMT) pada sore hari.

“Kami terus melakukan pemberian asupan gizi dan memantau langsung, sehingga apa yang diberikan tersebut dapat termakan oleh pihak anak stunting. Karena tak sedikit keluarga yang memiliki lebih dari satu anak stunting dan dikhawatirkan satu makanan yang diberikan akan dimakan secara bersama-sama dengan yang lain,” ujar Diah.

Dalam mendistribusikan bantuan asupan gizi tersebut, TPPS Semarang membutuhkan bantuan dari beberapa stakeholder lain, yakni Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) untuk menjemput bola para keluarga stunting.

“Kami dibantu oleh LPMK dan Babinsa menjemput para keluarga stunting untuk makan di tempat kami dan mengajarkan pada anak-anak untuk mau makan makanan yang bergizi dan berasupan tinggi. Kemudian kami juga memberikan susu nutren dan minyak canola,” ucap Diah.

Apa yang disampaikan Diah sedikit berbeda dengan yang dikatakan Kader Keluarga Berencana (KB) Kota Binjai Eka Susiana. Ia sempat menemukan masalah selama merealisasikan program penurunan stunting di Kota Binjai.

Eka bercerita bahwa ia sempat menemukan keluarga stunting yang cukup menyedihkan. Sebab, keluarga ini memiliki anak usia di bawah dua tahun (baduta) yang menderita penyakit bawaan tuberkulosis (TBC) paru dan ibu hamil yang pecandu narkoba.

Mengetahui kondisi tersebut, Eka bersama dengan Puskesmas Pembantu (Pustu) dan stakeholder lain melakukan pemantauan ke keluarga tersebut dengan memberikan makanan tambahan setiap bulannya.

“Alhamdulillah, anak tersebut sudah sehat dan anak yang dikandung juga sudah lahir dengan sehat. Selain itu, kami juga membantu ibu tersebut untuk melakukan pemasangan alat kontrasepsi (alkon) dengan metode operasi wanita (MOW) sebagai langkah dalam menunda kehamilan,” jelas Eka.

Lebih lanjut Eka mengatakan, Kecamatan Binjai Timur menyediakan Dapur Sehat Atasi Stunting (Dahsyat) yang menyediakan dan memberikan makanan bergizi untuk keluarga berisiko stunting.

Sayangnya, imbuh dia, Dahsyat masih menggunakan biaya dari para donatur yang ada, sehingga pemberian makanan bergizi tidak berjalan dengan rutin.

Oleh karenanya, Eka meminta bantuan instansi-instansi yang terlibat untuk berkenan memberikan donasi kepada para TPK di seluruh Indonesia.

“Sehingga dana yang diberikan tersebut dapat kami realisasikan untuk memberikan makanan bergizi setiap bulannya dengan rutin lewat Dahsyat dan dapat membantu kebutuhan lainnya dalam penurunan percepatan stunting di Kota Binjai,” jelas Eka.

Selanjutnya, ada Kader Pembina Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Eti Rohaeti yang bercerita mengenai perannya di daerah. Selama menjadi TPK, Eti mengaku menemukan banyak tantangan di lapangan.

Salah satu tantangan terberatnya adalah proses sosialisasi kepada para calon pengantin (cantin). Eti bertugas di daerah pegunungan, sehingga proses sosialisasi sering terkendala jarak dan cuaca.

“(Jarak dan cuaca) tidak menjadi halangan bagi kami TPK di Ciamis untuk mendatangi catin guna menerangkan masalah stunting,” ujarnya.

Eti menjelaskan, selain sosialisasi, pihaknya juga mendistribusikan pemberian makanan tambahan (PMT) bagi anak di bawah lima tahun (balita) stunting selama 90 hari.

Selain melakukan sosialisasi langsung kepada catin, kata dia, pihaknya bersama tim TPK melakukan pendistribusian PMT untuk anak di bawah lima tahun (balita) stunting selama 90 hari.

“PMT yang diberikan dan diolah sendiri oleh kami tersebut merupakan dana yang diberikan dari dana desa yang tentunya dengan bahan pangan lokal. Alhamdulillah dengan PMT dan melakukan pendampingan rutin, data yang diperoleh menyatakan adanya penurunan stunting yang signifikan,” ujar Eti.

Berkat hasil yang baik itu, Eti pun berupaya memberikan PMT selama enam bulan dengan bantuan Bapak Asuh Anak Stunting dan Dana Sehat. Dengan demikian, iuran per kepala keluarga (KK) bisa terkumpul dan PMT bisa terus berjalan.

“Selain itu, diharapkan juga untuk kedepannya ada peningkatan kapasitas TPK. Karena kami hanya memiliki tenaga, pikiran, dan waktu. Jadi bagi para pemangku kebijakan untuk mencari solusi bagaimana percepatan penurunan stunting dapat terselesaikan dengan cepat,” jelas Eti.

Selain persoalan dana dan medan lokasi yang berbeda-beda, kendala dalam penurunan percepatan stunting juga dialami oleh Bidan asal Bali bernama Ni Ketut Nuriasih.

Salah satu kendala stunting di Pulau Dewata adalah proses sosialisasi untuk catin yang sulit karena belum ada patokan yang jelas.

“TPK di Bali ini baru berjalan selama tujuh bulan dan sulit untuk melakukan sosialisasi kepada catin-catin di Bali karena belum ada mekanismenya. Selain itu, pernikahan di Bali terkenal dengan istilah kawin lari, sehingga sulit untuk mencari para catin yang akan melangsungkan pernikahan,” ujar Ketut.

Masalah selanjutnya menyangkut pendampingan keluarga. Menurut Ketut, masih banyak keluarga di Bali yang tertutup. Mereka menanamkan stigma bahwa stunting adalah sebuah penyakit.

“Kemudian, di Denpasar itu masih banyak penduduk pendatang yang mobile. Jadi, ibu-ibu yang di sana yang menjadi sasaran tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP),” ujarnya.

Melihat permasalahan yang ada tersebut, Ketut bersama dengan seluruh TPK Bali terus berupaya melakukan pendampingan dan penyuluhan. Salah satu caranya dilakukan dengan mengumpulkan para remaja untuk memberikan penyuluhan bagi masyarakat.

“Untuk mencegah stigma yang tidak benar soal stunting, jadi kami berusaha bagaimana memberikan komunikasi yang persuasif dan memberikan kepercayaan kepada kelompok remaja kalau stunting itu memang ada dan bukan penyakit,” jelas Ketut.

Rencana inovasi pada 2023, kata Ketut, adalah penyuluhan dengan masuk ke Sekaa Teruna Teruni (STT) atau organisasi remaja di tingkat Banjar. Tujuannya untuk memberikan komunikasi yang persuasif kepada remaja maupun keluarga berisiko stunting.

Di samping itu, lanjut Ketut, pihaknya juga melakukan Sosialisasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil). Para warga yang akan mencari surat nikah di kantor bisa mengajukan Elsimil terlebih dahulu sebagai bukti bahwa calon pengantin wanita siap menjadi ibu.

“Selain itu, untuk ke depannya diharapkan bagi warga untuk dipermudah dalam mengakses Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan bagi yang belum memiliki dapat dibantu proses pembuatannya,” ucapnya.

Dengan segala kendala yang telah dipaparkan dari keempat TPK tersebut, situasi di lapangan yang ditemui oleh tiap TPK tentunya berbeda. Perbedaan itulah yang membuat TPK membutuhkan dukungan dari pemerintah dan berbagai pihak lainnya.

Forum Nasional Stunting 2022 ini merupakan salah satu platform TPK dalam menyampaikan hal apapun yang sudah mereka lakukan serta tantangan apa saja yang telah mereka alami selama ini.

Selain itu, masih diperlukannya dukungan melalui forum atau platform lain yang serupa, agar TPK yang tersebar hampir di seluruh daerah di Indonesia tersebut dapat saling berbagi pengalaman, sehingga pihak pemerintah bisa mengidentifikasi dukungan apa yang tepat yang dapat diberikan kepada TPK.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/12/29/100446271/berperan-turunkan-stunting-tpk-paparkan-kendala-penanganan-stunting-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke