Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Anak Titipkan Orangtua di Panti Jompo, Ini Kata Pakar Undip

KOMPAS.com - Belakangan ini, banyak kasus berita di media terkait orangtua yang dititipkan anak-anaknya ke panti jompo atau panti wreda.

Hal itu kemudian menuai pro dan kontra atau masih menjadi stigma buruk di Indonesia.

Sebagian berpendapat, apapun alasannya orangtua harus dirawat anaknya sendiri.

Karena, secara budaya dan agama masih tampak aneh jika ada anak sesibuk apapun menitipkan orangtuanya ke panti jompo.

Tetapi tidak semua beranggapan demikian, ada juga yang menilai tinggal di panti jompo bukan pilihan yang buruk. Apalagi, saat ini banyak panti jompo yang menawarkan kehangatan dan kenyamanan bagi para lansia.

Adanya pro dan kontra menitipkan orantua ke panti jompo, membuat Sosiolog dan Guru Besar FISIP Undip, Prof. Ari Pradhanawati angkat suara.

Menurut dia, dari sisi sosiologi fenomena di Indonesia, secara budaya nampaknya kurang patut menitipkan orangtuanya di panti jompo, tetapi pandangan setiap orang berbeda dalam menyikapi persoalan tersebut.

Budaya di Indonesia, kata dia, anak harus merawat orangtuanya atau orangtua ikut anaknya. Tetapi di jaman milenial saat ini, artinya sudah lain. Sebab, perkembangan zaman mengikuti kegiatan manusia sehari-hari.

Merawat orangtua itu harus disetujui kedua belah pihak, suami maupun istri, ibunya suami atau ibunya istri harus setuju.

"Jika tidak setuju, nanti terjadi persoalan, sementara budaya kita merawat orangtua itu adalah keharusan, tetapi kasuistik. Dan ada positifnya ketika kita ingin merawat orangtua di panti jompo," ucap dia melansir laman Undip, Kamis (18/11/2021).

Di pikiran masyarakat luas, jika mendengar kata panti jompo atau panti wreda seolah menganggap orangtua dibuang, padahal sebenarnya tidak begitu juga.

Karena, memang ketika mendengar kata jompo atau wreda terkadang membuat pikiran malah stres.

Artinya, harus membuat istilah yang nyaman, misalnya sebuah rumah masa tua, di mana ada fasilitas yang komplit.

"Sehingga konotasi kita terhadap panti jompo atau panti wreda untuk lansia diubah menjadi suatu istilah-istilah yang mengena di hati dan anggapan ke panti jompo itu tidak berarti dibuang dan orangtua mesti diberi pemahaman," ujarnya.

Dosen Fakultas Psikologi Undip, Unika Prihatsanti mengemukakan, pada zaman dulu orangtua mengasuh anak-anaknya memiliki harapan, bahwa anak-anak ini adalah investasi di masa depan.

Artinya, jika mereka tua akan diurus oleh anak-anaknya.

Namun demikian, generasi saat ini telah berubah akibat pergeseran. Karena, situasi saat ini sangat berbeda dengan generasi lalu, sehingga perlu dipahami bersama.

"Kami tidak lagi menggunakan istilah jompo atau lansia tetapi menggunakan istilah adiyuswa, adi itu artinya bagus, yuswa adalah usia. Jadi kalau digabung diartikan menjadi usia bijaksana," ungkap dia.

Dengan begitu, sebut dia, dengan menggunakan kata itu lebih berkonotasi positif.

Dia menambahkan, setiap manusia tidak bisa menyalahkan jika seorang anak tidak bisa mendampingi orangtua di masa tuanya, karena anak-anaknya mempunyai aktivitas, seperti bekerja.

Ada juga orang yang berpandangan terbuka, jika orangtua merasa senang berada di panti adiyuswa, karena temannya banyak.

Sedangkan mengenai pemberdayaan adiyuswa di beberapa negara, hasilnya itu bagus. Pasalnya, melibatkan orangtua di dunia kerja dan telah menjadi hal umum.

"Sejauh kontrol mereka sehat, ini adalah kebijakan yang bagus supaya dampak psikologis adiyuswa ini teratasi, dengan mereka (orangtua) bekerja akan mengatasi rasa kesepian tentunya pekerjaan itu disesuaikan dengan kondisi fisik," tukas dia.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/11/18/145031171/kasus-anak-titipkan-orangtua-di-panti-jompo-ini-kata-pakar-undip

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke