Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini Alasan Perpusnas Gelar Pameran "Literasi Lukisan Menjawab Pandemi"

KOMPAS.com - Perpustakaan Nasional menggelar pameran lukisan dengan tema “Literasi Lukisan Menjawab Pandemi” di Ruang Gallery Perpusnas Lt. 4, Jakarta, dan berlangsung hari ini (20/5/2021) hingga 10 Juni 2021 nanti.

Masyarakat dapat menyaksikan 74 lukisan karya Syafruddin Nisyam, Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi di Kementerian Sekretariat Kabinet RI.

Dalam gelar wicara sebelum pembukaan pameran yang diselenggarakan Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca (PAPPBB) Perpusnas, Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menjelaskan hubungan antara lukisan dan literasi.

"Sebagai bentuk hasil budaya, setiap lukisan yang tercipta selalu terselip literasi secara tersirat dan tersurat. Literasi atau kemampuan mengolah pengetahuan untuk kecakapan hidup bisa diperoleh dari mana saja," jelas Syarif Bando melalui rilis resmi (20/5/2021).

“Sebagai perwujudan yang mengkomunikasikan pengalaman batin, maka setiap goresan ataupun torehan yang terlukis mampu disajikan secara indah sehingga merangsang timbulnya pengalaman batin pada manusia yang menghayatinya,” lanjut Kaperpusnas.

Talk show ini juga menghadirkan pembicara lain, di antaranya Wakil Menteri Sekretaris Kabinet Fadlansyah Lubis, Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian, Staf Khusus Presiden Putri Tanjung, Pakar Lukisan Imam Ali Wahyudi, dan Pegiat Literasi Lukis Safruddin.

Seni lukis dalam bingkai literasi

Syarif Bando menyampaikan, lukisan diartikan sebagai kekuatan budaya dan peradaban manusia karena di dalam aktivitas melukis manusia dilatih untuk selalu jeli, cermat, dan teliti mengamati fenomena alam dan kehidupan.

“Indonesia memiliki banyak pelukis yang karyanya mendunia, sebut saja Basuki Abdullah, Raden Saleh, maupun Affandi. Dari imajinasi dan kreativitas mereka, ratusan lukisan berhasil dituangkan ke dalam kanvas,” sambungnya.

Perpustakaan Nasional sendiri menyimpan 533 koleksi lukisan, dan lukisan reproduksi British Library.

Lukisan reproduksi berjudul “2 Female Figures Candi Sari” yang dibuat pada Januari 1812, berukuran 41 x 52 cm merupakan salah satu koleksi tertua yang dimiliki Perpustakaan Nasional RI. 

Dalam kesempatan sama, Syafruddin Nisyam menceritakan pandemi corona tidak akan bisa menyurutkan semangat manusia di dunia untuk tertunduk lesu, meratapi nasib. Ini adalah tantangan yang jarang ada, yang sejatinya membuat manusia bisa berkarya dengan banyak cara.

Ia mencontohkan dirinya sendiri yang pada saat melakukan aktivitas WFH, sebagai salah Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi di Kementerian Sekretariat Kabinet RI, tetap melakukan berbagai aktivitas produktif.

Termasuk membuat puisi, memelihara anggrek, menulis novel dan buku hingga menghasilkan 74 karya lukis yang dipamerkan ini.

“Ini untuk mendorong anak-anak muda serta diri saya untuk ‘Ayo, kita bisa melakukan sesuatu’,” katanya.

Dari ke-74 lukisan karya Syafruddin Nisyam ini, ia mengambil berbagai tema sosial budaya dan kemasyarakatan yang kurang lebih terjadi dalam situasi pandemi ini.

Ada goresan yang menggambarkan kecantikan pemandangan Indonesia, sampai pada peristiwa pilu tenggelamnya KRI Nanggala 402 tak luput dari sapuan kuasnya. “Begitu saya lihat di tivi, dan ada dorongan di perasaan saya, saya tuangkan dalam lukisan,” sambungnya.

Hetifah Sjaifudian, Wakil Ketua Komisi X DPR RI juga memberi dorongan besar untuk seni lukis dalam bingkai literasi ini. Ia menyampaikan seni memiliki nilai ekonomi, di mana industri seni dan kreatif mendukung pembangunan berkelanjutan dan membuka kesempatan kerja inklusif.

“Di seluruh dunia, sektor ini berkontribusi terhadap US$ 250 milyar penghasilan per tahun, serta membuka 29.5 juta pekerjaan,” ungkapnya.

Dalam konteks masa pandemi, Hetifah juga melihat seni berdampak positif kepada kesehatan mental masyarakat sehingga meningkatkan kebahagiaan.

Ia mencontohkan, beberapa perguruan tinggi dan organisasi telah melakukan terapi seni kepada anak-anak korban bencana di Aceh, Padang, Palu, diantaranya ITB dan UGM.

“Pengembangan terapi seni untuk anak lebih menekankan kepada melukis dan menggambar. Terapi ini cukup berhasil untuk memulihkan kembali (recovery) kondisi psikis mereka pasca Tsunami. Seni memang memiliki efek katarsis (pelepasan stress), sehingga sangat efektif dalam trauma healing,” jelasnya.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/05/20/165859371/ini-alasan-perpusnas-gelar-pameran-literasi-lukisan-menjawab-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke