Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

4 Cara Orangtua Hindari Anak Jadi Korban atau Pelaku Kekerasan Seksual

KOMPAS.com – Melihat kasus kekerasan pada anak yang meningkat setiap tahunnya, Psikolog Elizabeth T. Santosa menyampaikan beberapa cara untuk orangtua menjaga anak menjadi korban dan perilaku kekerasan seksual.

Data dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan seksual pada anak meningkat sebanyak 70 persen.

Pada 2018, terjadi 206 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Sementara itu, angka kasus tersebut meningkat menjadi 350 perkara pada 2019.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi pernah menyampaikan bahwa jumlah perkara yang ada pada data tersebut belum merepresentasikan sepenuhnya keadaan yang sesungguhnya di masyarakat.

"Ini kan hanya puncak gunung es. Yang mengajukan permohonan ke LPSK itu mungkin kecil skalanya dengan yang sebenarnya terjadi," ujar Edwin pada Rabu (24/7/2019) kepada Kompas.com.

Faktor risiko kekerasan seksual

Bagi psikolog yang kerap disapa Lizzie, faktor risiko tertinggi perilaku kekerasan seksual berasal dari pola asuh orangtua yang permisif atau serba membolehkan anak.

“Pola asuh orangtua yang permisif memberikan gadget kepada anak secara bebas tanpa supervisi, tanpa memahami pro dan kontra fungsi gadget, tanpa aturan main adalah salah,” tegas Lizzie pada Senin (28/9/2020).

Jika orangtua berlaku permisif dengan anaknya, Lizze menjelaskan bahwa hal tersebut menunjukkan kelalaian dalam memberikan perlindungan kepada anak dari bahaya menggunakan gadget secara bebas.

Pasalnya, media dan teknologi seperti pedang bermata dua yang memiliki dampak positif dalam pengembangan kualitas kognitif atau pola pikir anak. Namun, penyalahgunaan dapat menimbulkan adiksi atau kecanduan.

“Dalam kaitannya dengan perilaku kekerasan seksual, faktor risiko tertinggi bukan dari tontonan pornografi namun pada pola asuh orangtua,” kata Lizzie.

Tontonan pornografi lebih erat kaitannya dengan remaja dan perilaku seks bebas. Alasannya karena remaja yang teradiksi dengan pornografi mengalami pelemahan dalam fungsi (bagian otak prefrontal cortex) kontrol dan manajemen dirinya.

Cara orangtua asuh anak

Untuk menjaga anak menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual, Lizzie merangkum beberapa cara yang bisa orangtua terapkan. Berikut ini merupakan 4 cara tersebut:

1. Berikan pendidikan seksual sejak dini sesuai usia anak.

Pendidikan seksualitas berbeda dengan mengajarkan anak melakukan seks.

Melansir situs resmi Durex, pendidikan seks merupakan pengetahuan bagi anak untuk mengenal fungsi tubuhnya serta memahami etika dan norma sosial. Tujuannya agar anak tahu konsekuensi dari setiap perbuatannya.

Pendidikan seksual menjadi penting sebagai usaha menjaga kesehatan alat reproduksi anak, mengajarkan cara mengidentifikasi pelecehan, dan juga kekerasan seksual.

Tanpa didikan orangtua, anak memiliki peluang mengambil keputusan secara tidak bijaksana saat mengeksplorasi seksualitasnya.

Untuk mengetahui pendidikan seksual apa saja yang bisa orangtua berikan kepada anaknya, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization / WHO) telah merumuskan panduannya dalam dokumen bertajuk “International technical guidance on sexuality education”. 

2. Lakukan supervisi terhadap aktivitas dan kegiatan harian anak.

Dengan melakukan supervisi, orangtua turut melindungi anak dari bahaya menggunakan gadget secara tidak bijaksana. Namun, usahakan agar kegiatan supervisi tidak mengekang anak.

Terkait hal ini, Lizzie pernah membuat buku parenting berjudul “Raising Children in Digital Era” yang membantu orangtua menyadari bahwa dengan pola asuh dan pengawasan yang tepat dalam menggunakan teknologi dan wajib menjadi solusi dari tantangan membesarkan anak.

3. Terlibat aktif di lingkungan sekolah bersama orangtua lain dan guru.

Orangtua bisa bergabung dalam Persatuan Orangtua Murid dan Guru (POMG) untuk berdiskusi mengenai topik atau isu permasalahan anak secara reguler.

4. Menjadi teladan perilaku bagi anak.

Dalam kesehariannya, orangtua bisa memberikan contoh kepada anak untuk menerapkan nilai-nilai kesantunan, moral, keagamaan dan lain lain.

“Orangtua dan anak saling berkomunikasi serta terbuka satu sama lain,” imbuh Lizzie.

Pasalnya pada survei eduka5eks yang diselenggarakan oleh Reckitt – Benckiser Indonesia di 5 kota besar Indonesia menunjukkan, 50 persen orangtua bimbang dalam mengomunikasikan topik seks kepada anak.

Sebanyak 59 persen orangtua merasa tabu untuk mendiskusikan topik seks dengan anak. Sementara itu, 64 persen diantaranya tidak dapat menyampaikan dan mengomunikasikan topik seks pada anaknya.

Padahal orangtua harus tahu bahwa membicarakan topik seks dengan anak membawa segudang manfaat. Salah satunya adalah mencegah anak menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual. 

https://www.kompas.com/edu/read/2020/09/28/163551371/4-cara-orangtua-hindari-anak-jadi-korban-atau-pelaku-kekerasan-seksual

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke