Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

PMPK Kemendikbud: Masih Ada Kesenjangan Pendidikan ABK dan Dunia Kerja

KOMPAS.com - Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (PMPK Kemendikbud) Aswin Wihdiyanto mengatakan, masalah penyiapan sumber daya lewat pendidikan dan stigma pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) harus diproses secara berkelanjutan.

“Kami dari Kementerian Pendidikan dalam rangka penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) ini selalu berdinamika bersama-sama dengan teman-teman dari dunia usaha dan industri untuk berusaha meminimalisir gap yang terjadi,” jelas Aswin pada Kamis (10/9/2020).

Selaku fungsional perencana ahli madya dalam PMPK Kemendikbud, Aswin tidak mengesampingkan masih ada ketidakcocokan dari materi pendidikan dalam sekolah untuk ABK dengan kebutuhan di dunia kerja.

Maka dari itu Aswin menambahkan, Kemendikbud akan selalu memperbaiki dan mengembangkan kurikulum tersebut agar dapat sejalan dengan dunia kerja.

Mendekatkan sistem

Namun, usaha dari pemerintah saja tidak cukup. Aswin juga mengharapkan masyarakat dapat memandang ABK atau penyandang disabilitas secara inklusif.

“Walaupun kita mempersiapkan teknologi, mempersiapkan kurikulum, tetapi ketika dunia lain menganggap ini berbeda, ini merepotkan,” imbuhnya dalam web seminar di Zoom dan siaran langsung Facebook Save The Children Indonesia.

Dengan memandang ABK sebagai manusia yang sama dengan manusia lainnya, masyarakat pun bisa mendekatkan diri dengan membangun fasilitas.

“Inklusivitas itu kan prinsipnya bukan penyandang disabilitas yang harus mengikuti sistem, tetapi sistem yang harus dibuat sedemikian rupa untuk mendekat kepada mereka,” kata Aswin.

Berdasarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikbud, sebanyak 67,97 persen anak dengan disabilitas menyatakan sulit mengikuti pembelajaran online.

Selain itu, akses pendidikan yang terbatas saat pandemi COVID-19 membuat anak muda disabilitas yang memasuki usia kerja sulit mempersiapkan diri untuk mengembangkan keterampilannya.

Padahal data dari Badan Pusat Statistik pada 2019 menunjukkan masih ada 289 ribu angkatan kerja disabilitas yang pengangguran.

“Data ini juga belum merangkum berapa banyak orang yang dipecat saat pandemi,” jelas Khusnul Khuluq selaku youth specialist di Kerjabilitas.

Kesempatan setara


Dalam web seminar bertajuk “Potensi Anak Muda dengan Disabilitas Memasuki Dunia Kerja”, Khusnul menjelaskan bahwa salah satu hambatan penyandang disabilitas dalam memasuki dunia kerja adalah syarat pendidikan.

“Hal ini jadi hambatan karena di setiap lowongan kerja karena ada syarat minimal pendidikan untuk memasuki lowongan tersebut,” jelasnya.

Tidak bisa dipungkiri, Khusnul juga menemukan kesulitan dari perusahaan saat membantu mencarikan kerja untuk penyandang disabilitas lewat situs Kerjabilitas.

“Mencari perusahaan yang inklusi juga tantangan terbesar kami untuk menggedor perusahaan bisa membuka lowongannya bagi teman-teman disabilitas juga,” ucap Khusnul.

Baginya yang juga merupakan tuna daksa, bekerja bagi penyandang disabilitas merupakan sebuah perjuangan untuk mengklaim kedaulatan dan kemanusiaannya yang sudah direngut oleh stigma dan diskriminasi.

Akan tetapi, masa pandemi dapat dipandang sebagai sesuatu yang buruk dan juga baik. Meski banyak orang dipecat, tetapi banyak perusahaan membuka peluang yang sama bagi penyandang disabilitas untuk bekerja di rumah.

“Itu sebetulnya membuka kesempatan yang sama dengan yang disabilitas maupun yang tidak menyandang karena semua dilakukan di rumah. Ini terutama untuk pekerjaan yang bukan fisik,” simpul Indy Rahmawati selaku moderator web seminar yang diusung oleh Save the Children Indonesia.

https://www.kompas.com/edu/read/2020/09/14/152839571/pmpk-kemendikbud-masih-ada-kesenjangan-pendidikan-abk-dan-dunia-kerja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke