KOMPAS.com - Dalam menangkal hoaks, UNICEF Indonesia menyarankan pengembangan literasi digital dengan bahasa yang lebih sederhana dan menarik bagi masyarakat.
UNICEF Indonesia merekomendasikan pendekatan kepada masyarakat dengan bahasa yang mudah dimengerti, menarik, bisa pula diperkaya dengan humor, agar membuat masyarakat tertarik untuk terlibat memberantas hoaks.
"Kalau sambil ketawa, kontennya lucu, menarik, itu orang lebih mau untuk baca dan terlibat," kata Spesialis Perubahan Sosial dan Perilaku UNICEF Indonesia, Rizky Ika Syafitri dalam webinar AJI, Selasa (7/3/2023).
Pendekatan kepada masyarakat, menurut dia, tidak melulu dilakukan di kelas dengan suasana yang kaku atau menyewa hotel untuk mengadakan pertemuan.
Baca juga: Interaksi Akun Penyebar Misinformasi di Twitter Meningkat 44 persen
Ia mencontohkan edukasi kebal hoaks dengan pendekatan interprofessional collaboration (IPC), yang dilakukan di rumah warga atau kelas-kelas sederhana.
IPC merupakan pendekatan dengan melibatkan kerja sama dan interaksi masyarakat dan profesional kesehatan.
Dalam kesempatan tersebut, perempuan yang akrab disapa Kiky itu, memberi contoh salah satu materi yang dapat dipakai untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat.
Ia memperkenalkan model individu kebal hoaks di mana masyarakat diajarkan untuk mengambil jeda pada setiap informasi yang diterima.
Menurut dia, para penyebar hoaks kerap memancing emosi targetnya sehingga mereka mudah terjebak.
"Jadi bagaimana masyarakat diajak berpikir kritis kalau ada informasi yang bikin perasaan kita overwhelm, senang berlebih, takut berlebihan, marah yang berlebihan. Jeda dulu deh," tuturnya.
Baca juga: Plandemic, Teori Konspirasi soal Pandemi Covid-19 di Media Sosial
Model ini mengajarkan masyarakat memahami emosi yang mereka rasakan.
Dengan memberi jeda, individu akan terbiasa untuk mengolah informasi yang mereka terima.
"Kesadaran kritis ini perlu dibangun sejak anak-anak," ucap Kiky.