Sementara, tokoh seperti Hamengkubuwono IX, Halim, serta Ketua Dewan Pertimbangan Agung Sutardjo Kartohadikusumo ditangkap Belanda.
Para pemimpin tersebut menyepakati serangan ke Yogyakarta, yang kala itu sebagian besar telah dikuasai Belanda.
Pilihan menyerang Yogyakarta ini diusulkan oleh Bambang Soegeng. Dengan perimbangan, beberapa anggota pengamat militer dari United Nation Comission fot Indonesia (UNCI) masih berada di sana.
Mereka ingin membuktikan eksistensi Indonesia kepada utusan PBB.
Baca juga: Tokoh-tokoh Serangan Umum 1 Maret 1949
Sejumlah tentara ditugaskan untuk memasuki Hotel Merdeka dan menemui UNCI serta wartawan asing secara langsung.
Pejabat sipil ditugaskan mengoordinasi penyediaan makanan dan minuman, serta akomodasi terkait.
Untuk mengumumkan penyerangan, mereka meminta bantuan pihak Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) untuk menyiarkan kabar itu melalui pemancar radio.
Berkat serangan besar-besaran itu, Indonesia berhasil memperkuat posisinya di mata dunia.
Ujung dari agresi militer ini adalah Perjanjian Roem-Royen, di mana Indonesia dan Belanda sepakat untuk gencatan senjata.
Belanda juga berjanji akan mengembalikan pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta.
Agar tidak terjadi dualisme kepemimpinan, pada 13 Juli 1949 diadakan sidang kabinet. Dalam sidang itu diputuskan pengangkatan Hamengkubuwono IX sebagai Menteri Pertahanan dan Koordinator Keamanan.
Selanjutnya, Indonesia dan Belanda sepakat untuk menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.