Presiden Soekarno pun menunjuk Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri RIS.
Merespons situasi politik yang tak menentu, Panglima Besar Jenderal Soedirman mengeluarkan pernyataan resmi kepada seluruh jajaran angkatan perang.
Pernyataan itu meminta agar jajarannya melakukan gencatan senjata, sesuai kesepakatan yang dilakukan di atas kapal Renville.
Setelah Perjanjian Renville, Belanda semakin gencar membuat negara-negara boneka yang niatnya akan disatukan sebagai sebuah negara federasi.
Agresi militer berikutnya terjadi pada 19 Desember 1948. Konflik Indonesia dengan Belanda ini bahkan menjadi perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Baca juga: Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta
Pada 1 Agustus 1947, Sidang Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian tembak menembak.
Dalam sidang tersebut, Indonesia mengutus Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Sumitro Djojohadikusumo, dan Soedjatmoko.
Akhirnya, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi berisi seruan agar Belanda segera menghentikan agresi militernya.
Pihak Belanda tidak mematuhi resolusi tersebut, kemudian Dewan Keamanan PBB mendesak agar Belanda segera dan tanpa syarat membebaskan seluruh pimpinan Indonesia yang ditawan serta mengembalikan mereka ke Yogyakarta.
Serangan Umum 1 Maret 1949 bukan dilakukan oleh satu dua tokoh saja.
Dikutip dari Serangan Umum 1 Maret 1949 dalam Kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (2010), selama agresi militer, para pemimpin militer, pemerintah dan tokoh sipil di Indonesia terus melakukan kontak.
Seperti Wakil I Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel Hidayat yang ditugaskan mengoordinasikan perlawanan di Sumatra.
Wakil II Kepala Staf Angkatan Perang, T Simatupang bertugas di lereng Gunung Sumbing di pedukuhan Banaran.
Tokoh lain yang terlibat yakni Panglima Divisi Kolonel Bambang Soegeng, Komandan Resimen Letkol Sarbini, dan Perwira Teritorial W Hutagalung.
Pemimpin dan tokoh di luar militer yang turut berperan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 yakni Gubernur Wongsonegoro Residen Salamoen, Residen Boediono, Bupati Sangidi, dan Bupati Soemitro Kolopaking.