Rezim otoriter Marcos Sr akhirnya diruntuhkan pada 1986 oleh demonstrasi besar-besaran rakyat Filipina, yang di kemudian hari dikenal sebagai People's Power Revolution.
Pada Pemilu Filipina 2022, strategi kampanye utama Bongbong adalah mencitrakan masa kepemimpinan ayahnya sebagai "era keemasan" bagi Filipina.
Strategi ini pada akhirnya berhasil, salah satunya, berkat demografi pemilih Filipina yang lebih dari setengahnya berusia antara 18 hingga 41 tahun.
Kelompok umur tersebut tidak memiliki ingatan tentang rezim brutal Marcos Sr yang berkuasa hingga dua dekade lamanya.
Hal ini kemudian dieksploitasi oleh Bongbong dengan sangat efektif. Dia memilih untuk tidak terlalu mengekspos dirinya di depan publik, tetapi lebih menonjolkan kampanye media sosial yang menggugah jutaan pengikutnya.
Bongbong adalah figur yang populer di platform TikTok, di mana dia membagikan kisah keluarganya yang dikemas sedemikian rupa untuk menunjukkan seperti apa "era keemasan" Filipina bagi para pemilih muda.
Menurut Celine, reinterpretasi sejarah seperti yang dilakukan Bongbong di Filipina menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan dengan serius oleh pemeriksa fakta di Indonesia.
"Saya merasa reinterpretasi sejarah juga menjadi masalah di Indonesia. Itu berlaku bagi kami. Reinterpretasi sejarah menjadi masalah besar bagi kami," kata Celine.
Dia mengatakan, reinterpretasi sejarah kelam rezim Marcos Sr di Filipina bahkan telah dimulai sejak sebelum media sosial hadir di kehidupan masyarakat.
"Itu telah dimulai sejak 80-an dan 90-an. Itu hanya mengambil bentuk yang berbeda sekarang karena kemajuan teknologi, dengan penyebaran yang lebih masif," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.