Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkaca dari Pemilu Filipina 2022, Upaya Reinterpretasi Sejarah Perlu Jadi Perhatian Serius

Kompas.com - 01/12/2022, 10:10 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemeriksa fakta di Indonesia perlu menaruh perhatian serius terhadap upaya historical revisionism atau reinterpretasi sejarah oleh aktor-aktor lama menjelang Pemilihan Umum 2024.

Hal tersebut disampaikan Celine Isabelle Samson dari lembaga nirlaba VERA Files Philippines, yang berpengalaman menghadapi misinformasi dan disinformasi selama Pemilu Filipina 2022.

Pada Pemilu Filipina 2022, Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr, yang merupakan putra dari mantan diktator Ferdinand Marcos Sr, keluar sebagai pemenang dan terpilih menjadi presiden.

Berbicara di Indonesia Fact-Checking Summit, Rabu (30/11/2022), Celine mengungkapkan, Pemilu Filipina diwarnai oleh banjir misinformasi dan disinformasi di media sosial.

Baca juga: AMSI: Hulu Produsen Hoaks di Indonesia Belum Dapat Dilacak

Menurut dia, Bongbong menjadi figur yang paling diuntungkan dengan situasi tersebut.

"Ada disinformasi yang mencoba menaikkan namanya (Bongbong), memberinya kredensial yang tidak benar," kata Celine.

"Misalnya, bahwa dia lulus dari Universitas Oxford. Dia bahkan mengeklaim ini di situsnya. Tapi ini tidak benar. Ini bahkan dibantah langsung oleh Universitas Oxford," tuturnya.

Dia menambahkan, beredar pula upaya untuk mengglorifikasi masa kepemimpinan ayah Bongbong, Ferdinand Marcos Sr, yang berkuasa di Filipina selama 1966-1986.

Misalnya, narasi yang mengeklaim bahwa rezim otoriter Marcos Sr tidak korup dan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada masa itu.

Baca juga: Strategi Efektif Cegah Hoaks Perlu Disiapkan Jelang Pemilu 2024

Reinterpretasi sejarah perlu diperhatikan

Bukti-bukti menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun berkuasa, Marcos Sr, keluarganya, dan kroni-kroninya telah menjarah miliaran dollar kekayaan Filipina melalui tindakan penggelapan dan praktik korupsi lainnya.

Saat menjadi presiden, Marcos Sr juga memberlakukan darurat militer di Filipina pada 21 September 1972. 

Di bawah darurat militer, dia memiliki kekuatan luar biasa, termasuk kemampuan untuk menangguhkan surat perintah habeas corpus.

Marcos Sr mengumumkan berakhirnya darurat militer pada Januari 1981, tetapi ia terus memerintah secara otoriter di bawah berbagai format konstitusional.

Baca juga: Media di Indonesia Masih Tergolong Minim Disinformasi Berdasarkan GDI

Rezim otoriter Marcos Sr akhirnya diruntuhkan pada 1986 oleh demonstrasi besar-besaran rakyat Filipina, yang di kemudian hari dikenal sebagai People's Power Revolution. 

Pada Pemilu Filipina 2022, strategi kampanye utama Bongbong adalah mencitrakan masa kepemimpinan ayahnya sebagai "era keemasan" bagi Filipina. 

Strategi ini pada akhirnya berhasil, salah satunya, berkat demografi pemilih Filipina yang lebih dari setengahnya berusia antara 18 hingga 41 tahun.

Kelompok umur tersebut tidak memiliki ingatan tentang rezim brutal Marcos Sr yang berkuasa hingga dua dekade lamanya.

Hal ini kemudian dieksploitasi oleh Bongbong dengan sangat efektif. Dia memilih untuk tidak terlalu mengekspos dirinya di depan publik, tetapi lebih menonjolkan kampanye media sosial yang menggugah jutaan pengikutnya.  

Bongbong adalah figur yang populer di platform TikTok, di mana dia membagikan kisah keluarganya yang dikemas sedemikian rupa untuk menunjukkan seperti apa "era keemasan" Filipina bagi para pemilih muda.

Menurut Celine, reinterpretasi sejarah seperti yang dilakukan Bongbong di Filipina menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan dengan serius oleh pemeriksa fakta di Indonesia. 

"Saya merasa reinterpretasi sejarah juga menjadi masalah di Indonesia. Itu berlaku bagi kami. Reinterpretasi sejarah menjadi masalah besar bagi kami," kata Celine.

Dia mengatakan, reinterpretasi sejarah kelam rezim Marcos Sr di Filipina bahkan telah dimulai sejak sebelum media sosial hadir di kehidupan masyarakat.

"Itu telah dimulai sejak 80-an dan 90-an. Itu hanya mengambil bentuk yang berbeda sekarang karena kemajuan teknologi, dengan penyebaran yang lebih masif," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengenang Vladimir Komarov, Orang Pertama yang Tewas dalam Misi Luar Angkasa

Mengenang Vladimir Komarov, Orang Pertama yang Tewas dalam Misi Luar Angkasa

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Gempa di Majene Sulawesi Barat

[HOAKS] Video Gempa di Majene Sulawesi Barat

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Tidak Terkait Serangan Irak ke Pangkalan Militer AS di Suriah

[KLARIFIKASI] Foto Ini Tidak Terkait Serangan Irak ke Pangkalan Militer AS di Suriah

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Sekjen PDI-P Sebut Dugaan Kecurangan Pilpres 2024 Bisa Terjadi Lagi di Pilkada

CEK FAKTA: Sekjen PDI-P Sebut Dugaan Kecurangan Pilpres 2024 Bisa Terjadi Lagi di Pilkada

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Penjelasan soal Risiko Anemia Aplastik pada Obat Sakit Kepala

[KLARIFIKASI] Penjelasan soal Risiko Anemia Aplastik pada Obat Sakit Kepala

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] WEF Bantah Kabar Klaus Schwab Sakit Parah dan Dirawat di RS

[KLARIFIKASI] WEF Bantah Kabar Klaus Schwab Sakit Parah dan Dirawat di RS

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Jet Misterius Terlihat Dekat Israel

[HOAKS] Video Jet Misterius Terlihat Dekat Israel

Hoaks atau Fakta
'Me at The Zoo', Kilas Balik Video Pertama di YouTube

"Me at The Zoo", Kilas Balik Video Pertama di YouTube

Sejarah dan Fakta
INFOGRAFIK: Narasi Keliru Perbandingan Foto Antrean Warga pada 1965 dan 2024

INFOGRAFIK: Narasi Keliru Perbandingan Foto Antrean Warga pada 1965 dan 2024

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Video Perlihatkan Pohon Terbakar, Bukan Tentara Israel Bakar Masjid Al Aqsa

INFOGRAFIK: Video Perlihatkan Pohon Terbakar, Bukan Tentara Israel Bakar Masjid Al Aqsa

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Sandra Dewi Dijemput Paksa Polisi

[HOAKS] Sandra Dewi Dijemput Paksa Polisi

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Narasi Keliru soal Anak-anak Bermain di Pantai Gaza Pascaserangan Iran ke Israel

[KLARIFIKASI] Narasi Keliru soal Anak-anak Bermain di Pantai Gaza Pascaserangan Iran ke Israel

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Foto dengan Narasi Keliru soal Eksodus Warga Israel karena Serangan Iran

INFOGRAFIK: Foto dengan Narasi Keliru soal Eksodus Warga Israel karena Serangan Iran

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Uang Pembayaran Tol Masuk ke Rekening Pengusaha China

[HOAKS] Uang Pembayaran Tol Masuk ke Rekening Pengusaha China

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Momen Surya Paloh Cium Tangan Jokowi Terjadi pada 2019

[KLARIFIKASI] Momen Surya Paloh Cium Tangan Jokowi Terjadi pada 2019

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com