Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Euforia Masyarakat Indonesia Belum Menggema Jelang Piala Dunia, Ini Alasannya

Kompas.com - 17/11/2022, 11:33 WIB
Luqman Sulistiyawan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Hal ini berbeda dengan Piala Dunia sebelum-sebelumnya yang diselenggarakan di pertengahan tahun dan tidak dibayangi dengan narasi ketakutan akan resesi.

"Mungkin secara ekonomi dukungan dari sponsor-sponsor kurang, karena di akhir tahun. Karena kan di akhir tahun secara hitungan bisnis mungkin budgeting sudah mau tutup. Jadi saya pikir secara finansial untuk banyak hal, agenda-agenda promo atau campaign itu agak kurang ya," ujar pria kelahiran Bandung tersebut.

Di samping itu, karena Piala Dunia 2022 Qatar merupakan yang pertama setelah pandemi, juga turut memengaruhi animo masyarakat dalam merayakannya.

Sebab, selama dua tahun terakhir masyarakat Indonesia mengalami pembatasan dalam berbagai kegiatan.

"Nobar (nonton bareng) yang mungkin orang masih ragu-ragu karena lama Covid, sehingga kebiasaan nobar itu kan hilang," kata dia.

"Jadi off-air off-air seperti itu tidak begitu terasa. Kalau dulu kan menggemanya baik di online maupun offline itu sama kaut. Tapi sekarang sepertinya ada perubahan itu," tutur Bung Towel.

Baca juga: Mengintip Proses Pembuatan Trofi Piala Dunia

Keberatan dengan sistem langganan

Kurang menggemanya animo masyarakat dalam menyambut berlangsung Piala Dunia 2022 Qatar kemungkinan juga dipengaruhi sistem penyiaran oleh pemegang hak siar.

Kabarnya Piala Dunia 2022 Qatar hanya akan disiarkan melalui televisi digital, televisi kabel, ataupun dengan model langganan berbayar di aplikasi yang terkoneksi dengan internet. Apalagi, tayangan via penyiaran analog sudah sulit didapatkan masyarakat.

Hal ini berbeda dengan Piala Dunia sebelumnya yang bisa diakses secara gratis melalui melalui televisi analog.

Sehingga, tayangan bisa dijangkau oleh semua masyarakat, termasuk mereka yang berasal dari kelas menengah ke bawah di pelosok desa.

Sementara itu, sebagian besar masyarakat pun masih enggan mengeluarkan uang untuk berlangganan siaran sepak bola di aplikasi berbayar. Mereka keberatan dengan model siaran berbayar.

Baca juga: Lima Bintang Terancam Absen di Piala Dunia 2022, Seberapa Penting Perannya?

Dalam jejak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas   pada 8-10 November 2022 hanya sekitar 23,1 persen responden yang setuju bahwa menonton pertandingan Piala Dunia harus berbayar.

Sementara, 70 persen responden tidak setuju dengan sistem langganan berbayar.

"Berganti ke digital dan harus berlangganan itu pasti menjadi handicap tersendiri bagi kalangan tertentu. Ya mungkin seperti itu, saya kan enggak tahu juga data pasti berapa jumlah analog yang masih beredar," kata Bung Towel.

"Tapi, hype euforia itu kan harus diciptakan jadi munculnya kan by design. Yang punya kepentingan sepertinya effort-nya tidak terlalu kelihatan. Promo atau campaign-nya juga kurang. Sejauh ini kalau saya lihat off-air off-air-nya juga kurang," tuturnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mitos dan Fakta Seputar Metode Kontrasepsi Vasektomi

Mitos dan Fakta Seputar Metode Kontrasepsi Vasektomi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] WN Rusia Dideportasi karena Bantu Tangkap Mafia Narkoba

[HOAKS] WN Rusia Dideportasi karena Bantu Tangkap Mafia Narkoba

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pada Mei 2024, PSSI Pastikan Indonesia Vs Portugal Digelar September

[HOAKS] Pada Mei 2024, PSSI Pastikan Indonesia Vs Portugal Digelar September

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade karena Ada Pemain Berusia 25 Tahun

[HOAKS] Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade karena Ada Pemain Berusia 25 Tahun

Hoaks atau Fakta
Penjelasan soal Data Korban Tewas di Gaza Versi PBB, 24.686 Teridentifikasi

Penjelasan soal Data Korban Tewas di Gaza Versi PBB, 24.686 Teridentifikasi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Roosevelt Memburu Triceratops Terakhir pada 1908

[HOAKS] Foto Roosevelt Memburu Triceratops Terakhir pada 1908

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! Pengurangan Populasi Jadi 800 Juta Jiwa pada 2030

[VIDEO] Hoaks! Pengurangan Populasi Jadi 800 Juta Jiwa pada 2030

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Pasukan Rusia Hadir di Gaza untuk Bantu Palestina

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Pasukan Rusia Hadir di Gaza untuk Bantu Palestina

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Hoaks Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Tidak Ada Bukti Kastil Terbengkalai di Perancis Milik Korban Titanic

Tidak Ada Bukti Kastil Terbengkalai di Perancis Milik Korban Titanic

Hoaks atau Fakta
Bagaimana Status Keanggotaan Palestina di PBB?

Bagaimana Status Keanggotaan Palestina di PBB?

Hoaks atau Fakta
Klub Eropa dengan Rekor Tak Terkalahkan, dari Benfica sampai Leverkusen

Klub Eropa dengan Rekor Tak Terkalahkan, dari Benfica sampai Leverkusen

Data dan Fakta
[HOAKS] Temukan Kecurangan, FIFA Putuskan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

[HOAKS] Temukan Kecurangan, FIFA Putuskan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Konten AI, Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

[KLARIFIKASI] Konten AI, Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com