Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Hoaks dan Narasi Keliru soal Tragedi Kanjuruhan, Akuntabilitas Polri Dibutuhkan

Kompas.com - 07/10/2022, 21:49 WIB
Luqman Sulistiyawan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hoaks dan narasi keliru terkait Tragedi Kanjuruhan mulai beredar di media sosial. Informasi yang belum terverifikasi itu dikhawatirkan dapat menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat.

Misalnya, rekaman suara perempuan yang mengaku sebagai penjual dawet di sekitar Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

Menurut pernyataan perempuan itu, tewasnya ratusan suporter Arema FC bukan disebabkan gas air mata polisi, tetapi karena berdesakan dan saling tendang antarsuporter.

Dia juga menyebutkan jenazah suporter yang meninggal berbau minuman keras. Kesaksian perempuan itu beredar di berbagai platform media sosial, seperti TikTok dan Twitter.

Ada pula narasi yang menyatakan bahwa kerusuhan usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022) malam itu murni karena ulah Aremania.

Baca juga: Memutus Rantai Kekerasan Polisi Pasca-tragedi Kanjuruhan

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengatakan, munculnya berbagai hoaks dan narasi keliru tidak terlepas dari akuntabilitas dan lambatnya penanganan polisi.

“Itu karena kelemahan kerja dari kepolisian. Hoaks itu kan pasti ada, apakah Polri menunggu hoaks-hoaks itu terus? Atau jangan-jangan malah yang membuat hoaks Polri sendiri untuk mengaburkan fokus masyarakat, jangan-jangan lho ya,” ujar Bambang kepada Kompas.com, Rabu (5/10/2022).

Bambang melihat adanya kesamaan pola penanganan Tragedi Kanjuruhan dengan masa awal kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Ia menilai, pernyataan kepolisian dalam merespons tragedi tersebut cenderung defensif dan terkesan prematur. Contohnya tindakan polisi menembakkan gas air mata ke arah tribune sebagai upaya mencegah kerusuhan.

Diketahui, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengeklaim penggunaan gas air mata untuk mengendalikan massa sesuai prosedur. Sedangkan, FIFA melarang penggunaan gas air mata untuk mengurai massa di stadion.

Baca juga: Desakan Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan Menguat, Penanganan Polisi Jadi Sorotan

“Ini polanya seperti penanganan pembunuhan Brigadi Yoshua itu. Muter-muter di awal dan pernyataan-pernyataannya prematur. Tidak menunjukkan rasa bersalah dan sering kali defensif ketika ada masukan dari masyarakat dan ngeyel,” kata Bambang.

Penanganan polisi yang dinilai tidak akuntabel dan cenderung tidak terbuka, menurut Bambang, justru menimbulkan berbagai persepsi di masyarakat. Akibatnya muncul berbagai hoaks dan narasi yang keliru.

Bambang menegaskan, polisi harus menangani kasus tersebut secara terbuka dan akuntabel untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Polri.

Ia berpandangan, sebaiknya pejabat atau perwira tinggi Polri, termasuk Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta, dinonaktifkan selama proses penyidikan.

Hal ini untuk menjaga obyektivitas dan membangun kepercayaan masyarakat bahwa Polri serius untuk menangani kasus tersebut.

“Kepercayaan publik kepada kepolisian belum pulih dengan kasus Sambo kemarin, sampai sekarang pun prosesnya masih tertunda. Ini kan langkah-langkah Kapolri lambat, sekarang tertumpuk dengan kasus Kanjuruhan,” katanya.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Jatuhkan Kepercayaan Publik, Apa yang Harus Dilakukan Polri?

Di sisi lain, Bambang menyayangkan adanya pihak-pihak yang membuat narasi keliru, seolah-olah tragedi terjadu karena kesalahan suporter.

Ia menekankan, sejatinya kritik yang ditujukan kepada Polri bukan bertujuan untuk menjatuhkan institusi tersebut, melainkan membangun kultur kepolisian yang lebih baik dan jauh dari citra kekerasan.

“Narasi-narasi yang dimunculkan oleh orang yang tidak tahu soal kasus ini di lapangan kan membela Polri. Polri jangan disudutkan dan sebagainya, percuma begitu,” ujarnya.

“Kita sedang tidak menyudutkan Polri tetapi bagaimana membangun peradaban keamanan yang lebih baik. Kalau Kapolri tidak membangun kultur di internal dengan baik ya bagimana kepercayaan masyarakat akan kembali,” pungkas Bambang.

Berdasarkan data hingga Jumat (7/10/2022) pukul 06.00 WIB, tercatat ada 131 korban tewas dalam Tragedi Kanjuruhan.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Simpang Siur Informasi, Menanti Tanggung Jawab, dan Momen Introspeksi

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengumumkan tiga polisi yang menjadi tersangka terkait duka di Kanjuruhan.

Tiga tersangka itu adalah Kepala Bagian Operasi Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto atau WSS, Deputi 3 Komandan Batalyon Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman atau H, dan Kepala Satuan Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi atau BSA.

H dan BSA, menurut Sigit, menembakkan gas air mata ke arah tribune. Sedangkan, WSS menjadi atasan yang dianggap bertanggung jawab atas penembakan gas air mata.

Tersangka lainnya yakni Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Steward, Suko Sutrisno.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Klub Eropa dengan Rekor Tak Terkalahkan, dari Benfica sampai Leverkusen

Klub Eropa dengan Rekor Tak Terkalahkan, dari Benfica sampai Leverkusen

Data dan Fakta
[HOAKS] Temukan Kecurangan, FIFA Putuskan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

[HOAKS] Temukan Kecurangan, FIFA Putuskan Indonesia Vs Uzbekistan Diulang

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Konten AI, Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

[KLARIFIKASI] Konten AI, Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Raja Denmark Frederik X Kibarkan Bendera Palestina

[HOAKS] Raja Denmark Frederik X Kibarkan Bendera Palestina

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pembegalan di Kecamatan Cicalengka Bandung pada 7 Mei

[HOAKS] Pembegalan di Kecamatan Cicalengka Bandung pada 7 Mei

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Serangan Serentak 5 Negara ke Israel

[HOAKS] Serangan Serentak 5 Negara ke Israel

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Konteks Keliru soal Pertemuan Jokowi dan Megawati pada 2016

[VIDEO] Konteks Keliru soal Pertemuan Jokowi dan Megawati pada 2016

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Ikan Raksasa Bernama Hoggie, Simak Penjelasannya

INFOGRAFIK: Manipulasi Foto Ikan Raksasa Bernama Hoggie, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Tidak Benar Prabowo Bantah Janjinya di Pilpres 2024

[KLARIFIKASI] Tidak Benar Prabowo Bantah Janjinya di Pilpres 2024

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Indonesia Dilanda Gelombang Panas 40-50 Derajat Celcius

[HOAKS] Indonesia Dilanda Gelombang Panas 40-50 Derajat Celcius

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Bea Cukai Bantah Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk

[KLARIFIKASI] Bea Cukai Bantah Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Sandra Dewi Pura-pura Gila Saat Ditangkap Polisi

[HOAKS] Sandra Dewi Pura-pura Gila Saat Ditangkap Polisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Mantan Menkes Siti Fadilah Supari Promosikan Obat Nyeri Sendi

[HOAKS] Mantan Menkes Siti Fadilah Supari Promosikan Obat Nyeri Sendi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Kehadiran Pasukan Rusia di Gaza

[HOAKS] Video Kehadiran Pasukan Rusia di Gaza

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com