Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Penggunaan Kata "Oknum", Warisan Politik Bahasa Orde Baru

Kompas.com - 07/10/2022, 06:00 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kata "oknum" kini makin banyak digunakan, baik itu di media sosial maupun artikel pemberitaan.

Kata ini biasanya muncul ketika ada pelanggaran hukum yang pelakunya berasal dari sebuah institusi, misalnya "oknum polisi" atau juga "oknum tentara".

Namun, karena seringnya terjadi kasus di mana penegak hukum justru menjadi pelaku pelanggaran hukum, istilah "oknum" pun mulai menjadi lelucon di masyarakat.

Baca juga: Mahasiswa di Maluku Utara Diduga Dianiaya Oknum Polisi hingga Dipaksa Minta Maaf ke Anjing

Berbagai meme dengan tema "oknum" pun bertebaran di internet.

"Oknum" dan sejarah pemakaiannya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring versi 3.10, istilah "oknum" memiliki tiga arti:

  1. penyebut diri Tuhan dalam agama Katolik; pribadi
  2. orang seorang; perseorangan
  3. orang atau anasir (dengan arti yang kurang baik)

Seno Gumira Ajidarma dalam tulisannya di Majalah Tempo, 19 Mei 2014, menyebutkan, kata "oknum" adalah kata yang paling tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Baca juga: Oknum TNI Tendang Aremania, KSAD Sebut Lebih Banyak Anggotanya yang Bantu Evakuasi Saat Tragedi Kanjuruhan

Seno menyebutkan, para pewarta semasa Orde Baru sudah tahu, kalau ada alat negara seperti polisi atau militer menjadi berita karena melakukan tindak kejahatan, tanpa harus disuruh lagi mereka wajib menuliskannya "oknum polisi" atau "oknum ABRI" dan semacam itu.

"Tidak akan diingkari bahwa pelaku kejahatan bersangkutan adalah memang polisi atau anggota ABRI, tapi kata “oknum” digunakan untuk menggarisbawahi bahwa yang bersangkutan tidaklah mewakili lembaga kepolisian atau angkatan bersenjata itu sendiri," kata Seno.

"Dalam bahasa awam: tidak semua polisi seperti itu, seperti juga tidak semua anggota ABRI seperti itu," ujarnya.

Meski seharusnya tidak mewakili institusi tertentu, seperti misalnya Polri atau TNI, namun Seno mengatakan, sangat jarang ditemui kata tersebut digunakan untuk menyebut pelaku kejahatan di luar dua institusi tersebut.

Misalnya, sangat jarang ada istilah “oknum nelayan”, “oknum buruh”, “oknum pedagang”, “oknum dokter”, “oknum seniman”, “oknum pejabat”, “oknum mahasiswa”, “oknum peragawati”, atau “oknum pengacara”

"Artinya, tambahan kata “oknum” ini hanya berlaku bagi polisi dan militer. Seperti terdapat kesepakatan sosial sepihak bahwa, betapa pun, citra polisi dan militer itu tidak boleh secuil pun ternoda, sedangkan yang lain boleh-boleh saja," kata Seno.

Politik bahasa Orde Baru

Penggunaan kata "oknum" dalam ranah kehidupan masyarakat Indonesia tidak bisa dilepaskan dari politik bahasa yang dijalankan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.

Politik bahasa ini salah satunya dilakukan dengan cara menghaluskan makna kata yang dianggap tabu atau eufemisme.

Baca juga: Oknum TNI Tendang Suporter Arema, Panglima Sebut Masuk Ranah Pidana

Dilansir dari Antara, 30 Mei 2013, eufemisme adalah bagian dari politik bahasa Orde Baru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tidak benar Satelit Cuaca Dimatikan Saat Kecelakaan Presiden Iran

Tidak benar Satelit Cuaca Dimatikan Saat Kecelakaan Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Jakarta Masih Ibu Kota sampai Ada Keppres Pemindahan

[KLARIFIKASI] Jakarta Masih Ibu Kota sampai Ada Keppres Pemindahan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Foto Helikopter Presiden Iran Terbakar di Udara, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Helikopter Presiden Iran Terbakar di Udara, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Putin dalam Pesawat Menuju Pemakaman Presiden Iran

[HOAKS] Video Putin dalam Pesawat Menuju Pemakaman Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan Puing Sirip Helikopter Presiden Iran yang Jatuh

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan Puing Sirip Helikopter Presiden Iran yang Jatuh

Hoaks atau Fakta
Fitur AI Terbaru dari Microsoft Dinilai Membahayakan Privasi

Fitur AI Terbaru dari Microsoft Dinilai Membahayakan Privasi

Data dan Fakta
Beragam Informasi Keliru Terkait Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Beragam Informasi Keliru Terkait Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakaan Helikopter

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakaan Helikopter

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com