Di bawah kepemimpinan Semaoen, Sarekat Islam Semarang memang menjadi organisasi yang menggeliat dalam gerakan advokasi buruh.
Sarekat Islam Semarang memiliki sekolah yang bertempat di gedung yang berada di Kampung Gendong tersebut. Bahkan, seorang Tan Malaka pernah mengajar di sana.
Sejarawan Universitas Negeri Semarang (Unnes), Tsabit Azinar Ahmad, mengatakan bahwa di bawah kepemimpinan Semaoen Sarekat Islam Semarang terorganisasi dengan baik.
Semaoen banyak belajar dari Henk Sneevliet yang merupakan pentolan organisasi Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV).
"Ada sekolahnya, ada gedungnya, itu kan terorganisasi baik. Karena terpengaruh juga dengan gerakan-gerakan yang dibawa oleh Sneevliet," tuturnya.
"Pintarnya Semaoen juga yang menarik minat dari Tan Malaka untuk masuk ke situ. Jadi gerakannya (Sarekat Islam Semarang) itu rapi kemudian tepat sasaran. Yang membuat PKI besar kan karena gerakannya yang rapi," ujar Tsabit.
Baca juga: Pentingnya Negara Mengungkap Fakta Terkait Tragedi G30S 1965
Selain memiliki sekolah, Sarekat Islam Semarang juga mempunyai surat kabar yakni Sinar Djawa serta Sinar Hindia.
Tsabit melihat bahwa yang akhirnya membuat Sarekat Islam Semarang menjadi besar karena dua hal: Organisasi yang rapi dan penggalangan opini publik yang cukup kuat.
"Salah satu basic-nya Semaoen kan di administratif dan jurnalistik, sehingga dia mempunyai kemampuan dalam menggalang opini publik dan menata organisasi. Jadi organisasinya rapi, penggalangan opini publiknya juga bagus. Dua aspek itu saja yang menjadi keberhasilan Sarekat Islam, wacananya jalan, gerakannya juga jalan," ujarnya.
Kedekatan Semaoen dengan Sneevliet dan ISDV-lah yang kemudian membuat Sarekat Islam Semarang berbeda haluan dengan organisasi induknya, yaitu Sarekat Islam yang dipimpin bapak bangsa HOS Tjokroaminoto.
Terlebih, saat itu Sarekat Islam di pusat tidak menghendaki keanggotaan ganda. Padahal, waktu itu banyak anggota Sarekat Islam Semarang yang juga menjadi anggota di organisasi lain, termasuk Semaoen yang masuk ke ISDV.
Baca juga: Kisah Para Eksil 1965, Dibuang Negara dan Dicabut Kewarganegaraannya
Karena tidak menemukan titik temu maka terjadi perpecahan, Sarekat Islam Semarang yang dipimpin oleh Semaoen pun lantas sering disebut sebagai Sarekat Islam Merah.
"Waktu itu Sarekat Islam tidak menghendaki keanggotaan ganda, artinya kalau mau memilih Sarekat Islam yang Sarekat Islam saja. Nah kelompoknya Semaoen yang dekat dengan Sneevliet dan ISDV akhirnya ada Sarekat Islam Merah yang menjadi cikal bakalnya dari PKI," ujar Tsabit.
"Perpecahan lebih ke arah tujuan gerakannya. Artinya ketika itu Semaoen kan dekat dengan Sneevliet dan dia basisnya dari gerakan buruh kan, sehingga mengakibatkan Sarekat Islam di Semarang itu dekat dengan gerakan-gerakan buruh. Sepertinya si Semaoen ini semacam asistennya dari Sneevliet," kata dia.
Karena kecakapannya dalam memimpin, pada 1920 Semaoen pun terpilih menjadi Ketua PKI pertama.
Semaoen mengubah nama ISDV menjadi Partai Komunis Hindia, pada tahun 1920. Namun tujuh bulan kemudian diubah kembali menjadi Partai Komunis Indonesia.