KOMPAS.com - Bangunan dengan gaya arsitektur lama itu masih berdiri kokoh di tengah Kampung Gendong, Kelurahan Sarirejo, Kota Semarang.
Nuansa klasik begitu terasa ketika berada di terasnya. Model pintu, jendela, sampai lantainya memberi kesan lawas pada gedung tersebut.
Gedung bercat putih itu konon menjadi saksi bagaimana sepak terjang anak muda bernama Semaoen dan organisasi Sarekat Islam Semarang.
Di tempat itu Semaoen banyak merancang gerakan maupun pemogokan buruh, hingga akhirnya bersama Alimin dan Darsono mencetuskan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Berpuluh-puluh tahun berlalu, beberapa masyarakat sekitar masih lekat dengan nama Semaoen ketika ditanya mengenai sejarah gedung Sarekat Islam Semarang. Konon bahkan katanya gedung itu pernah akan dibakar pada 1965.
"Dulu ceritanya pernah mau dibakar, karena PKI mungkin. Dulu kan Semaoen pernah di sini. Kalau cerita-cerita tentang Semaoen tahu. Dia tokohnya. Pinter bahasa Soviet," cerita Sulistiyo, warga Kampung Gendong.
Kini, Gedung Serikat Islam Semarang dikelola oleh Yayasan Balai Muslimin. Biasanya bangunan ini digunakan untuk kegiatan masyarakat sekitar, termasuk kegiatan keagamaan seperti pengajian maupun shalat Idul Fitri.
Siang itu, Kompas.com berkesempatan masuk ke dalam gedung tersebut setelah mendapat izin dari ketua RT setempat.
Gedung Sarekat Islam Semarang biasanya tertutup rapat ketika tidak digunakan untuk kegiatan, supaya tetap aman dan terawat.
Memasuki gedung tersebut, terdapat sebuah penanda yang menunjukkan bahwa itu adalah gedung Sarekat Islam. Tanda itu terdapat pada lantai tegel yang bertuliskan "SI".
Di sana juga terdapat sebuah mimbar yang konon katanya pernah digunakan Soekarno berpidato ketika berkunjung ke Semarang.
"Ini tembok, jendela sama pintu-pintu masih asli semua. Tiang-tiangnya juga masih asli. Biasanya digunakan warga untuk kegiatan, terutama kegiatan keagamaan," ujar Abidin, ketua RT di Kampung Gendong.
Sosok Semaoen
Di bawah kepemimpinan Semaoen, Sarekat Islam Semarang memang menjadi organisasi yang menggeliat dalam gerakan advokasi buruh.
Sarekat Islam Semarang memiliki sekolah yang bertempat di gedung yang berada di Kampung Gendong tersebut. Bahkan, seorang Tan Malaka pernah mengajar di sana.
Sejarawan Universitas Negeri Semarang (Unnes), Tsabit Azinar Ahmad, mengatakan bahwa di bawah kepemimpinan Semaoen Sarekat Islam Semarang terorganisasi dengan baik.
Semaoen banyak belajar dari Henk Sneevliet yang merupakan pentolan organisasi Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV).
"Ada sekolahnya, ada gedungnya, itu kan terorganisasi baik. Karena terpengaruh juga dengan gerakan-gerakan yang dibawa oleh Sneevliet," tuturnya.
"Pintarnya Semaoen juga yang menarik minat dari Tan Malaka untuk masuk ke situ. Jadi gerakannya (Sarekat Islam Semarang) itu rapi kemudian tepat sasaran. Yang membuat PKI besar kan karena gerakannya yang rapi," ujar Tsabit.
Selain memiliki sekolah, Sarekat Islam Semarang juga mempunyai surat kabar yakni Sinar Djawa serta Sinar Hindia.
Tsabit melihat bahwa yang akhirnya membuat Sarekat Islam Semarang menjadi besar karena dua hal: Organisasi yang rapi dan penggalangan opini publik yang cukup kuat.
"Salah satu basic-nya Semaoen kan di administratif dan jurnalistik, sehingga dia mempunyai kemampuan dalam menggalang opini publik dan menata organisasi. Jadi organisasinya rapi, penggalangan opini publiknya juga bagus. Dua aspek itu saja yang menjadi keberhasilan Sarekat Islam, wacananya jalan, gerakannya juga jalan," ujarnya.
Kedekatan Semaoen dengan Sneevliet dan ISDV-lah yang kemudian membuat Sarekat Islam Semarang berbeda haluan dengan organisasi induknya, yaitu Sarekat Islam yang dipimpin bapak bangsa HOS Tjokroaminoto.
Terlebih, saat itu Sarekat Islam di pusat tidak menghendaki keanggotaan ganda. Padahal, waktu itu banyak anggota Sarekat Islam Semarang yang juga menjadi anggota di organisasi lain, termasuk Semaoen yang masuk ke ISDV.
Karena tidak menemukan titik temu maka terjadi perpecahan, Sarekat Islam Semarang yang dipimpin oleh Semaoen pun lantas sering disebut sebagai Sarekat Islam Merah.
"Waktu itu Sarekat Islam tidak menghendaki keanggotaan ganda, artinya kalau mau memilih Sarekat Islam yang Sarekat Islam saja. Nah kelompoknya Semaoen yang dekat dengan Sneevliet dan ISDV akhirnya ada Sarekat Islam Merah yang menjadi cikal bakalnya dari PKI," ujar Tsabit.
"Perpecahan lebih ke arah tujuan gerakannya. Artinya ketika itu Semaoen kan dekat dengan Sneevliet dan dia basisnya dari gerakan buruh kan, sehingga mengakibatkan Sarekat Islam di Semarang itu dekat dengan gerakan-gerakan buruh. Sepertinya si Semaoen ini semacam asistennya dari Sneevliet," kata dia.
Karena kecakapannya dalam memimpin, pada 1920 Semaoen pun terpilih menjadi Ketua PKI pertama.
Semaoen mengubah nama ISDV menjadi Partai Komunis Hindia, pada tahun 1920. Namun tujuh bulan kemudian diubah kembali menjadi Partai Komunis Indonesia.
Nyaris roboh
Sebelum dilakukan pemugaran, kondisi Gedung Sarekat Islam cukup memprihatikan sebagai bangunan yang memiliki nilai sejarah. Bahkan, gedung itu nyaris dirobohkan dan diganti bangunan baru.
Pada 2008, sebenarnya sudah ada laporan informasi ke Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah supaya dijadikan bangunan Cagar Budaya.
Namun tindak lanjut dari BPCB Jawa Tengah cukup lama dalam merespon merespons informasi yang diberikan oleh salah satu pegiat dan aktivis di Semarang tersebut.
"Jadi kalau saya informasi datang dari Pak Rukardi (pegiat dan aktvis sejarah Kota Semarang). Jadi Mas Rukardi itu sudah menemukan gedung itu tahun 2008. Terus Mas Rukardi sama teman-temannya melaporkan ke Balai Cagar Budaya supaya jadi Cagar Budaya. Tapi enggak ada progres sampai 5 tahun," ujar Yunantyo Adi Setyawan, yang juga aktivis sejarah di Kota Semarang.
Pada 2013 Yunantyo diajak ke Gedung Sarekat Islam Semarang tersebut. Ia diminta ikut membantu proses mencagarbudayakan Gedung Sarekat Islam Semarang.
Yunantyo pun mulai mengumpulkan arsip-arsip yang menunjukkan bahwa bangunan tersebut merupakan bangunan bersejarah.
"Mas Rukardi mengajak saya ke gedung itu supaya kalau ada sumbangsih tenaga atau pikiran saya bisa ikut, begitu. April 2013 saya ke gedung itu, terus belakangan saya minta dokumen-dokumen yang dia punya," cerita Yunantyo yang juga merupakan aktvis Gusdurian Semarang itu.
Pada akhirnya Yunantyo menemukan buku sejarah Semarang tahun 1956 yang diterbitkan Jawatan Penerangan Kota Besar Semarang. Dalam buku itu terdapat sejarah gedung yang dibangun Semaoen, Darsono, dan kawan-kawannya itu pada 1919 sampai 1920 dan digunakan sebagai kantor Sarekat Islam.
"Di situ itu ada sejarahnya, jadi gedung itu dibangun Semaoen dan Darsono cs tahun 1919 sampai 1920. Kemudian digunakan Sarekat Islam," kenang Yunantyo.
Menurut Yunantyo karena respons dari BPCB yang lambat, Pengurus Yayasan Balai Muslimin sebagai pengelola gedung tersebut sebenarnya sempat akan membangun gedung tiga lantai dengan merobohkan bangunan aslinya.
Yunantyo pun lantas memberikan pengertian bahwa bangunan sejarah tidak bisa dibangun bangunan tiga lantai seperti itu.
"Ada gambar-gambar memang, draf mau bangun gedung tiga lantai mereka tapi dengan menghilangkan total bangunan asli itu. Terus saya beri aturan cagar budayanya dari undang-undang terbaru, undang-undang lama, sama peraturan pemerintah yang lama," ucapnya.
"Saya bilang kalau itu diduga bangunan sejarah, enggak bisa mereka bangun-bangun tiga lantai gitu. Apalagi sudah ada informasi ke BPCB. Hanya salahnya BPCB waktu itu tidak respons," kata Yunantyo.
Hingga kemudian, BPCB bergerak dan pemugaran gedung Sarekat Islam Semarang pun dimulai pada 2014 dan menjadi seperti adanya saat ini.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/10/05/171700282/riwayat-gedung-sarekat-islam-semarang--sepak-terjang-semaoen-dan-cikal