Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tugas Berat Pers Jelang Pemilu, Pulihkan Kepercayaan Publik dan Berantas Hoaks

Kompas.com - 23/09/2022, 17:54 WIB
Ahmad Suudi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemilu Serentak 2024 akan berlangsung kurang dari dua tahun, dengan diawali pemilu presiden dan pemilu legislatif pada 14 Februari.

Pers sebagai pilar keempat demokrasi kembali dituntut terlibat aktif dalam pesta demokrasi itu. Namun, beberapa isu masih menjadi persoalan.

Masyarakat diprediksi masih menghadapi hoaks yang masih banyak beredar, langkah politikus yang membentuk polarisasi, aktifnya buzzer atau pendengung, hingga kepercayaan publik pada pers.

Hal itu menjadi bagian yang dibahas di dua panel diskusi dalam Trusted Media Summit 2022 yang digelar Google News Initiative (GNI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, di Sanur, Bali, Rabu (21/9/2022).

Baca juga: Hoaks Capres Muncul meski Pemilu Masih Lama, Dinilai Ganggu Sehatnya Demokrasi

Pers dibutuhkan

Kepada Kompas.com, Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Ika Ningtyas mengatakan, kebutuhan masyarakat terhadap informasi semakin tinggi, saat terjadi krisis kesehatan maupun saat pemilu.

Dalam kondisi itu masyarakat akan mencari informasi dari berbagai sumber, misalnya untuk mengenal para calon peserta pemilu, dan memahami pilihannya.

Menurut Ika, pers memiliki tanggung jawab untuk mengabarkan rekam jejak para calon, karya jurnalistik, kemampuan, hingga gagasan yang dimilikinya untuk kepentingan publik.

Pers juga harus menghindarkan masyarakat dari kampanye hitam, misalnya berupa penggunaan isu agama minoritas, etnis minoritas, atau kelompok minoritas lain.

"Kemudian media bisa melaporkan apa sih gagasan-gagasan para calon itu. Apa yang harus dilakukan untuk meng-handle atau menjawab berbagai masalah yang ada di masyarakat, terkait isu hak asasi manusia misalnya, isu lingkungan, isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan publik," kata Ika.

Baca juga: Bawaslu Tekankan Pentingnya Literasi Digital Jelang Pemilu 2024

Ilustrasi demokrasiShutterstock Ilustrasi demokrasi

Memulihkan kepercayaan publik

Dalam menghadapi kampanye hitam yang kerap disebar di media sosial itu, kepercayaan publik terhadap pers justru terendah dibanding lembaga demokrasi lain terkait Pemilu 2019.

Dilansir dari Kompas.com, kepercayaan publik terhadap pers memperoleh 66,3 persen responden. Salah satu penyebab ketidakpercayaan adalah banyaknya hoaks yang beredar.

Hal itu merujuk pada hasil survei terkait Pemilu 2019, oleh Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sekarang BRIN, yang dilakukan sejak 25 April sampai 5 Mei 2019.

Sementara survei Edelman Trust Barometer 2021 menunjukkan pers Indonesia mendapatkan poin kepercayaan publik 72, yang merupakan tertinggi dibandingkan pers negara lainnya.

Dilansir dari Kompas.id, di tengah maraknya buzzer, pers memiliki tantangan untuk terus mengurangi misinformasi dan ketidakpastian informasi serta tetap relevan.

Baca juga: AJI: Kualitas Demokrasi Jadi Tantangan Pemilu 2024

Menurut Ika, relevansi berita terhadap kepentingan publik sangat penting agar kepercayaan masyarakat pada pers meningkat, alih-alih hanya jadi amplifikasi kepentingan politik dan ekonomi para elite.

Untuk itu dibutuhkan independensi redaksi media massa dan wartawan sehingga terbebas dari intervensi kepentingan politik dan ekonomi, termasuk dari pemilik media.

"Artinya semakin kita tidak bisa independen dan semakin kita hanya amplifikasi agenda politik dan ekonomi dari para elit, di situlah publik akan semakin tidak percaya kepada media," kata Ika lagi.

Pihaknya pun mendorong masyarakat kritis terhadap informasi yang diterimanya, termasuk munculnya pemantau media berdasarkan fungsi pers dan kode etik jurnalistik.

Pemberantasan hoaks

Hoaks bisa jadi banyak beredar di media sosial. Namun, ternyata berpengaruh pada kepercayaan publik terhadap media massa, sesuai survei LIPI untuk Pemilu 2019.

Untuk Pemilu 2024, bahkan hoaksnya telah muncul sejak tahun 2022, sebagaimana yang Kompas.com beritakan di sini dan di sini, dan diperkirakan akan semakin banyak jelang Pemilu 2024.

Ika menjelaskan, literasi digital masyarakat belum cukup bagus sehingga cenderung menelan mentah-mentah postingan di media sosial yang kadang terkait agenda kampanye hitam.

Maka dibutuhkan edukasi terhadap masyarakat mengenai sebaran hoaks, menangani informasi meragukan yang ditemui, dan mendapatkan informasi dari sumber terpercaya.

Selain itu, dibutuhkan lembaga-lembaga yang aktif mengecek kembali informasi yang beredar di masyarakat dan meluruskan ketidakpastian informasi, terutama pers.

Inisiatif pemberantasan hoaks pun semakin berkembang dengan melibatkan lebih banyak orang, seperti masyarakat sipil di Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) dan para akdemisi.

Bila bisa dilakukan pengurangan hoaks dan kampanye hitam di media sosial serta informasi yang bernar tersampaikan, masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya dengan pertimbangan-pertimbangan yang juga benar.

"Pada akhirnya ini akan dapat menjadi panduan bagi publik bahwa pilihan mereka dilakukan berdasarkan sesuatu yang benar untuk memperbaiki bangsa dan masalah-masalah publik, bukan karena identitas, bukan karena agama, bukan karena etnisnya," ujar Ika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

INFOGRAFIK: Hoaks Elkan Baggot Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas U23 Indonesia

INFOGRAFIK: Hoaks Elkan Baggot Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas U23 Indonesia

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

[HOAKS] FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
Dua Puluh Empat Tahun Lalu, GPS Akurasi Tinggi Tersedia untuk Publik

Dua Puluh Empat Tahun Lalu, GPS Akurasi Tinggi Tersedia untuk Publik

Sejarah dan Fakta
Mitos Penularan HIV/AIDS di Kolam Renang

Mitos Penularan HIV/AIDS di Kolam Renang

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pernyataan Ronaldo soal Indonesia Tidak Akan Kalah jika Tak Dicurangi Wasit

[HOAKS] Pernyataan Ronaldo soal Indonesia Tidak Akan Kalah jika Tak Dicurangi Wasit

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Unta Terjebak Banjir di Dubai

[HOAKS] Video Unta Terjebak Banjir di Dubai

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Hacker asal Aljazair Dihukum Mati karena Bantu Palestina

[HOAKS] Hacker asal Aljazair Dihukum Mati karena Bantu Palestina

Hoaks atau Fakta
Beragam Hoaks Promosi Obat Mencatut Tokoh Publik

Beragam Hoaks Promosi Obat Mencatut Tokoh Publik

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Akan Menikahi Mertua Kaesang

[HOAKS] Prabowo Akan Menikahi Mertua Kaesang

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks BPJS Kesehatan Beri Dana Bantuan Rp 75 Juta, Awas Penipuan

INFOGRAFIK: Hoaks BPJS Kesehatan Beri Dana Bantuan Rp 75 Juta, Awas Penipuan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Dugaan Aliran Dana Kementan untuk SYL dan Keluarga

INFOGRAFIK: Dugaan Aliran Dana Kementan untuk SYL dan Keluarga

Hoaks atau Fakta
Hoaks Uang Nasabah Hilang Berpotensi Timbulkan 'Rush Money'

Hoaks Uang Nasabah Hilang Berpotensi Timbulkan "Rush Money"

Hoaks atau Fakta
Menilik Riwayat Peringatan Hari Buruh di Indonesia

Menilik Riwayat Peringatan Hari Buruh di Indonesia

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Elkan Baggott Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas Indonesia

[HOAKS] Elkan Baggott Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas Indonesia

Hoaks atau Fakta
Disinformasi Bernada Satire soal Kematian Elon Musk

Disinformasi Bernada Satire soal Kematian Elon Musk

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com