Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hoaks Pilpres Bermunculan Jelang Tahun Politik, Siapa Bermain?

Kompas.com - 23/06/2022, 09:18 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) telah menetapkan Pemilihan Umum (Pemilu) untuk Presiden dan Wakil Presiden atau Pilpres 2024 akan digelar pada 14 Februari 2024.

Gelaran itu berbarengan juga dengan Pemilu Legislatif (Pileg) untuk memilih anggota DPR RI, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan anggota DPD RI.

Pada tahun yang sama, digelar juga Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 untuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota serentak, tepatnya pada 27 November.

Proses pendaftaran maupun kampanye masih dimulai tahun depan, namun hoaks terkait politik elektoral dan Capres telah muncul di media sosial.

Baca juga: Hoaks Capres Muncul meski Pemilu Masih Lama, Dinilai Ganggu Sehatnya Demokrasi

Beragam narasi

Dua tahun sebelum Pilpres dan Pilkada 2024 digelar, namun sudah banyak hoaks yang beredar di media sosial.

Hoaks itu menyerang sejumlah figur yang diprediksi akan maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024, salah satunya adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Sebuah video diunggah di platform Facebook tertanggal 4 Juni 2002, dengan judul yang menyatakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo keluar dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Namun dalam video itu, tak satupun orang yang mengatakan Ganjar keluar dari partai berlogo kepala banteng itu.

Dari penelusuran Kompas.com, konten tersebut tergolong hoaks, yang bisa dibaca selengkapnya di sini.

Video terkait Ganjar kembali diunggah akun Facebook lain tertanggal 12 Juni 2022, atau sekitar sepekan setelah pengunggahan video hoaks yang mengatakan dia keluar dari PDI-P.

Kali ini video berjudul Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri umumkan Ganjar sebagai capres partainya.

Video memiliki pola yang sama. Klaim palsu disematkan dalam judul dan keterangan. Sementara dalam video tak ada pernyataan tersebut.

Selengkapnya terkait video hoaks Megawati mengumumkan Ganjar sebagai Capres partainya bisa dibaca di sini.

Dilansir dari Turnbackhoax.id, sejumlah hoaks terkait pencalonan presiden juga telah muncul selama bulan Mei dan Juni 2022. Setelah ditelusuri informasi yang tersebar itu terbukti salah atau hoaks.

Hoaks dengan berbagai narasi itu mencatut nama Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Mudahnya akses internet membuat hoaks semakin merajalela.Freepik Mudahnya akses internet membuat hoaks semakin merajalela.

Siapa bermain?

Pengamat Politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin mengatakan, praktik politik elektoral yang dilihatnya selama ini di Indonesia adalah membangun citra diri sendiri atau yang didukungnya, dan memperburuk citra lawan.

Dua langkah itu bisa dilakukan politisi secara berkelompok maupun individu, secara terbuka atau jalur belakang termasuk menggunakan buzzer.

Cara memperburuk citra lawan secara terbuka biasanya dengan mengkritik atau menyerangnya secara verbal untuk meningkatkan persepsi negatif masyarakat padanya.

Sementara cara sembunyi-sembunyi dilakukan dengan menyebarkan informasi hoaks dan ujaran kebencian untuk memunculkan atau meningkatkan citra buruk lawan.

"Nah, dalam konteks membusuk-busukkan lawan inilah yang sesungguhnya menumbuhkan, membesarkan, penyebab hoaks: berperannya buzzer," kata Ujang melalui telepon, Selasa (21/6/2022).

Baca juga: AJI: Kualitas Demokrasi Jadi Tantangan Pemilu 2024

Dia mengatakan, pimpinan partai dan masing-masing calon telah menandatangani pakta integritas dengan KPU, di antaranya dengan tidak menggunakan hoaks dalam berkampanye.

Namun, faktanya kampanye hitam yang menggunakan ujaran kebencian dan hoaks terus terjadi, bahkan sebelum memasuki tahun politik.

Hal itu membuat pihaknya meragukan komitmen antihoaks dari para elite politik dan partai, dengan kecenderungan mereka yang saling serang.

Ujang mengatakan elite-elite politik inilah yang kemudian bermain-main dengan informasi, dengan membentuk tim buzzer untuk memalsukan fakta demi kemenangannya.

"Oleh karena itu komitmen antihoaks itu kita ragukan, dari para elite itu. Karena mereka, ya biasa, lempar batu sembunyi tangan, ditandatangani pakta itu, tapi di saat yang sama juga melakukan penyebaran hoaks melalui pasukan-pasukan cyber-nya itu," ucap Ujang.

"Kalau saya melihatnya seperti itu, faktanya di PDI-P kan sudah muncul (hoaks yang menyerang partai), lalu banyaklah sekarang sudah mulai muncul," kata dia.

Baca juga: Fenomena Kakek Sugiono di Pusaran Hoaks Politik Tanah Air

Sulit ditangani secara hukum

Sebelumnya, Pengamat Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, dugaan produksi hoaks oleh elite politik sulit dibuktikan secara hukum.

Menurut dia, harapan mengurangi dampak hoaks pada proses demokrasi di Indonesia hanya bisa berharap pada kualitas masyarakat dalam mengelola informasi.

Dia mengatakan, perlu mengecek kembali informasi yang didapat bisa menjadi cara mudah untuk menghindari dampak buruk hoaks.

Selain itu, mengandalkan media formal juga menurutnya menjadi salah satu cara mudah untuk menghindari hoaks yang beredar liar.

"Kita edukasi masyarakat supaya tidak lagi terjebak hoaks, check and recheck itu kan paling gampang. Jadi kalau mengharapkan politisi atau pemain, itu susah, karena kita juga sulit membuktikannya," kata Hendri melalui telepon, Senin (20/6/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Rekaman Suara Sri Mulyani Marahi Pegawai Bea Cukai

[HOAKS] Rekaman Suara Sri Mulyani Marahi Pegawai Bea Cukai

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Turbulensi Pesawat ALK, Bukan Singapore Airlines

[KLARIFIKASI] Video Turbulensi Pesawat ALK, Bukan Singapore Airlines

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Donald Trump Pakai Helm dan Seragam Militer

[HOAKS] Foto Donald Trump Pakai Helm dan Seragam Militer

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Korban Serangan Israel di Gaza pada 2014 Dibagikan dengan Konteks Keliru

[KLARIFIKASI] Foto Korban Serangan Israel di Gaza pada 2014 Dibagikan dengan Konteks Keliru

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Muncul Hoaks Warga Rafah Bikin Video Rekayasa Serangan Israel

INFOGRAFIK: Muncul Hoaks Warga Rafah Bikin Video Rekayasa Serangan Israel

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Tidak Benar Gaji ke-13 PNS Akan Dihentikan

INFOGRAFIK: Tidak Benar Gaji ke-13 PNS Akan Dihentikan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Seorang Ibu di AS Disuntik Mati karena Telantarkan Anaknya

[HOAKS] Seorang Ibu di AS Disuntik Mati karena Telantarkan Anaknya

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Helikopter yang Ditumpangi Presiden Iran Terbakar

[HOAKS] Foto Helikopter yang Ditumpangi Presiden Iran Terbakar

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Belum Ada Keputusan Diskualifikasi Timnas Israel di Olimpiade Paris

[KLARIFIKASI] Belum Ada Keputusan Diskualifikasi Timnas Israel di Olimpiade Paris

Hoaks atau Fakta
Dituding Tiru Suara Scarlet Johansson, OpenAI Hapus Fitur Suara dari ChatGPT

Dituding Tiru Suara Scarlet Johansson, OpenAI Hapus Fitur Suara dari ChatGPT

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Video Lama Presiden Iran Naik Helikopter Dinarasikan Keliru

[KLARIFIKASI] Video Lama Presiden Iran Naik Helikopter Dinarasikan Keliru

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Badan Intelijen Iran Gerebek Kedubes India di Teheran

[HOAKS] Badan Intelijen Iran Gerebek Kedubes India di Teheran

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com