Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beredar Film Dokumenter Anti-Vaksin, Klaim Virus Corona adalah Bisa Ular

Kompas.com - 20/04/2022, 18:36 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

KOMPAS.com - Grafik kasus Covid-19 di berbagai negara yang terus melandai tak menghentikan para penganut teori konspirasi untuk menyebarkan klaim menyesatkan.

Terbaru, sebuah film dokumenter anti-vaksin berjudul Watch the Water membeberkan sederet klaim keliru mengenai Covid-19 dan vaksin.

Film itu mengeklaim virus corona bukan virus, melainkan versi sintetis dari bisa ular yang disebarkan melalui remdesivir, vaksin mRNA, dan air minum.

Dikaitkan dengan kisah Taman Eden

Dilansir dari laman pemeriksa fakta PolitiFact, film "Watch the Water" berisi wawancara antara host radio sayap kanan Stew Peters dan Bryan Ardis, mantan chiropractor.

Peters memiliki riwayat menyebarkan teori konspirasi Covid-19, sedangkan Ardis dikenal karena mengeklaim bahwa obat remdesivir membunuh orang.

Film tersebut dirilis pada 11 April 2022 dan berdurasi 48 menit.

Baca juga: [Fakta Bicara] Chemtrail adalah Teori Konspirasi yang Tidak Terbukti

Dalam wawancara itu, Ardis mengaitkan kisah Taman Eden dengan plot dari sebuah acara TV fiksi untuk membangun klaim menenai skema pembunuhan massal umat manusia.

"Saya pikir rencananya adalah memasukkan DNA ular ke DNA ciptaan Tuhan," kata Ardis.

"Mereka menggunakan mRNA, yang saya percaya diekstraksi dari racun king cobra. Dan saya pikir mereka ingin memasukkan racun itu ke dalam diri Anda dan menjadikan Anda separuh Setan," tuturnya.

Menurut Dr David Relman, profesor mikrobiologi dan imunologi di Universitas Stanford, teori yang dipaparkan dalam video itu sangat jauh dari kenyataan, dan menunjukkan kurangnya pemahaman yang mendalam di bidang sains dan kedokteran.

"Tidak ada bukti apa pun bahwa SARS-CoV-2 atau COVID-19 disebabkan oleh ular atau bisa ular," kata Relman.

Baca juga: Teori Konspirasi di Video Plandemic dan Hoaks Terlaris di Media Sosial

Covid-19 bukan bisa ular

Pada bagian awal video, Ardis melontarkan klaim keliru bahwa antibodi monoklonal identik dengan anti-bisa yang digunakan untuk menonaktifkan racun dari gigitan ular.

"Saya tiba-tiba menyadari bahwa antibodi monoklonal adalah anti-racun," kata Ardis.

"Pemerintah federal tidak ingin kita menggunakan anti-bisa. Mengapa mereka menghancurkan anti-bisa, dan mengapa kita menemukan anti-racun bekerja melawan Covid? Apakah itu bukan virus? Apakah itu racun?" ujarnya.

Namun, klaim itu dibantah oleh pakar.

Relman mengatakan, antibodi monoklonal yang digunakan untuk infeksi Covid-19 tidak mengenali atau mengikat racun ular.

"Mereka tidak ada hubungannya sama sekali dengan racun ular," ujar Relman.

Bukti-bukti serampangan dan tidak valid

Sepanjang wawancara itu, Ardis terus menyodorkan bukti-bukti yang ia klaim menunjukkan bahwa Covid-19 bukan virus melainkan bisa ular.

Ardis misalnya, menyebut seorang peneliti Universitas Pittsburg yang ditembak mati pada Mei 2020 dibunuh karena hendak mengungkap bahwa Covid-19 adalah racun ular.

Namun, pihak universitas mengatakan kepada PolitiFact bahwa tuduhan itu "tidak benar dan tidak valid. Polisi juga mengatakan, insiden tersebut tidak terkait dengan pekerjaan peneliti.

Menjelang akhir film, Ardis mengeklaim bahwa frasa "pandemi virus corona" dapat diterjemahkan dalam bahasa Latin menjadi "pandemi racun raja kobra."

Massimo Ce, seorang leksikografer di Thesaurus Linguae Latinae, kamus bahasa Latin terbesar di dunia, mengatakan, penafsiran itu benar-benar salah.

Ia mengatakan, tstilah corona telah digunakan berabad-abad sebelumnya dalam bahasa Latin untuk menggambarkan lingkaran cahaya yang terlihat di sekitar matahari dan bulan.

Klaim keliru soal remdesivir, vaksin, dan air minum

Ardis mengeklaim bahwa racun ular yang disebut sebagai Covid-19 disebarkan melalui remdesivir, vaksin mRNA, dan air minum.

Menurutnya, hal itu terbukti dari warna remdesivir dan racun ular yang sama-sama memiliki warna putih hingga kekuningan saat disimpan.

Ardis juga menunjukkan sebuah klip video dari acara TV fiksi, di mana seorang karakter diracuni melalui minumannya untuk mendukung klaim racun menyebar lewat air minum.

Gilead, produsen remdesivir, mengatakan, klaim Ardis tentang obat yang mengandung racun ular dan menyebabkan kematian massal sepenuhnya salah.

Dr. Katherine Seley-Radtke, profesor kimia dan biokimia di University of Maryland, Baltimore County, mengatakan, remdesivir jelas bukan racun dari ular.

Ia mengatakan, struktur obat itu telah berulang kali dikonfirmasi sebagai "analog nukleosida, sementara racun ular adalah "campuran kompleks dari segala macam hal."

Pfizer juga mengatakan kepada PolitiFact bahwa vaksin mRNA-nya "sepenuhnya sintetis dan tidak mengandung produk hewani."

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengatakan, virus corona juga belum terdeteksi dalam air minum.

Pencipta acara TV fiksi yang dikutip Ardis mengatakan kepada FactCheck.org, adegan keracunan, yang ditayangkan pada tahun 2017, tidak dimaksudkan untuk menggambarkan pandemi atau plot jahat yang dijelaskan Ardis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

INFOGRAFIK: Konten Keliru Sebut Spotify Perlihatkan Fitur Batas Usia Pengguna

INFOGRAFIK: Konten Keliru Sebut Spotify Perlihatkan Fitur Batas Usia Pengguna

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Elkan Baggot Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas U23 Indonesia

INFOGRAFIK: Hoaks Elkan Baggot Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas U23 Indonesia

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

[HOAKS] FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
Dua Puluh Empat Tahun Lalu, GPS Akurasi Tinggi Tersedia untuk Publik

Dua Puluh Empat Tahun Lalu, GPS Akurasi Tinggi Tersedia untuk Publik

Sejarah dan Fakta
Mitos Penularan HIV/AIDS di Kolam Renang

Mitos Penularan HIV/AIDS di Kolam Renang

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pernyataan Ronaldo soal Indonesia Tidak Akan Kalah jika Tak Dicurangi Wasit

[HOAKS] Pernyataan Ronaldo soal Indonesia Tidak Akan Kalah jika Tak Dicurangi Wasit

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Unta Terjebak Banjir di Dubai

[HOAKS] Video Unta Terjebak Banjir di Dubai

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Hacker asal Aljazair Dihukum Mati karena Bantu Palestina

[HOAKS] Hacker asal Aljazair Dihukum Mati karena Bantu Palestina

Hoaks atau Fakta
Beragam Hoaks Promosi Obat Mencatut Tokoh Publik

Beragam Hoaks Promosi Obat Mencatut Tokoh Publik

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Akan Menikahi Mertua Kaesang

[HOAKS] Prabowo Akan Menikahi Mertua Kaesang

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks BPJS Kesehatan Beri Dana Bantuan Rp 75 Juta, Awas Penipuan

INFOGRAFIK: Hoaks BPJS Kesehatan Beri Dana Bantuan Rp 75 Juta, Awas Penipuan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Dugaan Aliran Dana Kementan untuk SYL dan Keluarga

INFOGRAFIK: Dugaan Aliran Dana Kementan untuk SYL dan Keluarga

Hoaks atau Fakta
Hoaks Uang Nasabah Hilang Berpotensi Timbulkan 'Rush Money'

Hoaks Uang Nasabah Hilang Berpotensi Timbulkan "Rush Money"

Hoaks atau Fakta
Menilik Riwayat Peringatan Hari Buruh di Indonesia

Menilik Riwayat Peringatan Hari Buruh di Indonesia

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Elkan Baggott Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas Indonesia

[HOAKS] Elkan Baggott Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas Indonesia

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com