2. Gladiator diperlakukan seperti atlet
Gladiator bisa disamakan seperti atlet tinju atau atlet gulat profesional di masa sekarang.
Mereka dilatih, diberi makan, dan tempat tinggal. Biaya yang dibutuhkan untuk mempersiapkan seorang gladiator cukup besar.
Oleh karena itu, para promotor tidak suka jika pertarungan gladiator berujung kematian. Karena itu artinya membuang uang secara sia-sia.
Baca juga: [HOAKS] Ukiran Colosseum Terbuat dari Gigi Asli
Para pelatih gladiator akan menginstruksikan petarung mereka untuk menyerang dan melukai lawan, namun tidak sampai membunuh atau membuat luka parah.
Tentu saja pertarungan bersenjata masih memiliki risiko jatuhnya korban jiwa.
Sejarawan memperkirakan, satu dari lima atau satu dari 10 pertarungan gladiator biasanya mengakibatkan salah seorang petarung tewas.
3. Tidak semua gladiator adalah budak
Tak seperti penggambaran di film-film, tidak semua gladiator berasal dari kalangan budak.
Memang sebagian besar petarung awal di arena gladiator adalah orang-orang yang kalah perang melawan Romawi, dan budak yang telah melakukan kejahatan.
Namun, bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa pada abad ke-1 Masehi, demografi para petarung mulai berubah.
Terpikat oleh serunya pertempuran dan popularitas yang bisa diraih gladiator, sejumlah pria merdeka secara sukarela menandatangani kontrak dengan sekolah gladiator demi mengejar kejayaan dan kekayaan.
Para pria yang sukarela menjadi gladiator ini sering kali adalah orang yang putus asa atau mantan prajurit yang ahli dalam pertempuran.
Namun, beberapa gladiator juga ada yang berasal dari bangsawan kelas atas, ksatria, dan bahkan senator yang ingin menunjukkan silsilah prajurit mereka.