Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Jenis Jamu yang Diminum Raja-raja Majapahit Beserta Filosofinya

Kompas.com - 22/02/2022, 20:59 WIB
Kompasianer Ardalena Romantika,
Farid Assifa

Tim Redaksi

Sumber Kompasiana

KOMPAS.com - Sektar 30 tahun lalu, jamu biasanya dijual oleh seorang wanita dengan cara digendong atau dikenal dengan jamu gendong.

Seiring perkembangan zaman, jamu kemudian dijajakan oleh penjualnya dengan mengayuh sepeda.

Sekitar 15 tahun kemudian, dunia sudah lebih maju. Orang tak lagi sabar menanti pedagang bersepeda untuk menawarinya minuman yang segar.

Mereka lebih memilih pergi ke kafe dan memesan secangkir latte dengan rupiah yang pas-pasan, lantas menikmatinya sambil menanti senja.

Menyadari tren tersebut, generasi penjual jamu pun mulai memikirkan cara yang pas untuk mengajak orang-orang menikmati jamunya.

Akhirnya berdirilah sebuah kafe kecil di pinggiran kota. Menjadi primadona di antara resto dan kafe berisi jajanan Amerika.

Baca juga: Kitab Nitisarasamuçcaya Karya Muslim India Layak Diusulkan sebagai Memory of The World

Ilustrasi tersebut menunjukkan bagaimana marketing jamu berubah-ubah setiap generasinya.

Dari yang masih digendong, ditaruh di boncengan sepeda, hingga dituang dalam gelas-gelas mewah di kafe instagramable.

Namun sejarah dan filosofi jamu takkan pernah berubah. Semodern apa jamu disajikan, minuman yang diracik sepenuh hati oleh para leluhur ini akan terus menunjukkan kekhasannya sebagai warisan budaya.

Sejarah jamu

Jamu telah menunjukkan eksistensinya dalam prasasti Madhawapura yang merupakan peninggalan dari kerajaan adikuasa Majapahit pada abad 13 Masehi.

Dalam prasasti ini, disebutkan mengenai "Acaraki", profesi khusus bagi mereka yang mendedikasikan dirinya untuk meracik minuman penuh khasiat bagi para raja.

Pada zaman ini, jamu diracik oleh tangan-tangan handal para acaraki demi memberikan suguhan yang memuaskan untuk raja di tiap upacara kerajaan.

Bahkan tak hanya raja, putra-putri keraton ikut menikmati minuman ini dengan harapan agar selalu bugar dan awet muda. Minuman inilah yang kita kenal sebagai jamu.

Ketika masa kejayaan Majapahit berakhir, Raden Fatah mempromosikan jamu sebagai minuman sakral bagi keraton.

Tak lama setelah diperkenalkan, seni meracik jamu menjadi suatu ilmu yang dirangkum dalam buku "Kawruh Djampi". Sejak saat itulah, jamu mulai dikenal oleh masyarakat bawah.

Jenis jamu untuk raja-raja Majapahit

Ada 8 jenis jamu yang diminum oleh raja-raja Majapahit. Kedelapan jenis tersebut melambangkan delapan arah mata angin dalam Wilwatikta, yang tak lain adalah lambang surya Majapahit.

Bahkan untuk meminumnya pun ada urutan tersendiri. Idealnya, jamu yang pertama kali dinikmati adalah jamu manis-asam, lalu dilanjut dengan jamu pedas-hangat.

Usai menikmati jamu pedas-hangat, acara minum jamu akan disambung dengan jamu bercitarasa pedas, pahit, tawar, lalu yang terakhir adalah jamu dengan rasa yang manis. Konon cara minum yang demikian ini menggambarkan siklus kehidupan manusia, loh!.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com