Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Akan Kembali Diguyur Hujan?

Kompas.com - 19/12/2023, 14:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wilayah Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara disebut mengalami suhu yang panas ditambah dengan teriknya sinar Matahari.

Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto.

Ia mengatakan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) berada di wilayah selatan ekuator yang kemudian memengaruhi cuaca di wilayah itu.

“Dalam sepekan terakhir kondisi suhu panas dan cukup terik pada siang hari terjadi di beberapa wilayah terutama di sekitar selatan ekuator,” ujar Guswanto kepada Kompas.com, Selasa (19/12/2023).

Baca juga: Warganet Keluhkan Cuaca yang Kembali Terasa Panas, BMKG Ungkap Penyebabnya

Lantas, apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi?

Penjelasan BMKG

Guswanto mengatakan, cuaca panas dan terik tersebut secara umum dipicu oleh dominasi cuaca cerah pada siang hari di wilayah Jawa dan Nusa Tenggara.

“Berdasarkan citra satelit, cuaca dalam beberapa hari terakhir di wilayah Jawa atau Indonesia bagian selatan tidak terdapat tutupan awan, sehingga sinar Matahari intens atau optimum langsung ke permukaan Bumi,” kata dia.

Adapun tidak adanya tutupan awan dikarenakan aktivitas pola tekanan rendah di sekitar Laut China Selatan.

“Kurangnya pertumbuhan awan hujan di wilayah Jawa-Nusa Tenggara tersebut turut dipicu oleh aktivitas pola tekanan rendah di sekitar Laut China Selatan yang menyebabkan berkurangnya aliran massa udara basah ke arah selatan ekuator,” ucap Guswanto.

Baca juga: Penjelasan BMKG soal Cuaca yang Kembali Panas Akhir-akhir Ini

Kapan Jawa-Nusa Tenggara diguyur hujan?

Ilustrasi cuaca panasshutterstock Ilustrasi cuaca panas
Berdasarkan analisis terbaru, ungkap Guswanto, wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara memiliki peningkatan potensi curah hujan pada 23 Desember 2023 mendatang.

“Berdasarkan analisis terbaru, aktivitas pola tekanan rendah di sekitar Laut Cina Selatan tersebut masih dapat berlangsung dalam 3-4 hari ke depan dengan kecenderungan melemah intensitasnya sehingga dapat berdampak pada potensi peningkatan curah hujan di wilayah Jawa-Nusa Tenggara yang dapat terjadi mulai tanggal 23 Desember 2023 mendatang,” ungkapnya.

Selain itu, pihaknya juga memprakirakan puncak musim hujan akan terjadi pada Januari dan Februari 2024.

“Puncak Musim Hujan diprakirakan terjadi Januari-Februari 2024, totalnya 55.3 persen Zona Musim (ZOM),” kata dia.

Adapun Zona Musim adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan.

Ia juga mengimbau, datangnya musim hujan perlu diwaspadai lantaran akan memicu cuaca ekstrem.

"BMKG mengimbau kepada masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan potensi cuaca ekstrem selama periode NATARU 2023/2024, akses informasi cuaca dan peringatan dini cuaca lebih lengkap dapat diakses di apps @InfoBMKG dan website bmkg.go.id," imbaunya.

Baca juga: Ramai soal Muncul Lingkaran Biru di Citra Radar Pengamatan Cuaca Wilayah Sidoarjo, Apa Itu?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tari Rangkuk Alu Jadi Google Doodle Hari Ini, Apa Alasannya?

Tren
3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

3 Artefak Langka Majapahit Ditemukan di AS, Nilainya Rp 6,5 Miliar

Tren
Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Penjelasan Kemenpora dan MNC Group soal Aturan Nobar Indonesia Vs Uzbekistan

Tren
Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Ilmuwan Temukan Salah Satu Bintang Tertua di Alam Semesta, Terletak di Galaksi Tetangga

Tren
Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Korsel Akan Beri Insentif Rp 1 Miliar untuk Bayi yang Baru Lahir, Apa Alasannya?

Tren
5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

5 Air Rebusan untuk Atasi Jerawat, Salah Satunya Jahe dan Kunyit

Tren
[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

[POPULER TREN] Dampak La Nina bagi Indonesia | Beberapa Makanan Mengandung MIkroplastik

Tren
Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Benarkah Parkir Liar Bisa Dipidana 9 Tahun? Ini Penjelasan Ahli Hukum

Tren
10 Makanan Kolesterol Tinggi yang Sebaiknya Dihindari

10 Makanan Kolesterol Tinggi yang Sebaiknya Dihindari

Tren
Vaksin Kanker Serviks Gratis Disebut Hanya untuk Perempuan Maksimal Usia 26 Tahun, Ini Kata Kemenkes

Vaksin Kanker Serviks Gratis Disebut Hanya untuk Perempuan Maksimal Usia 26 Tahun, Ini Kata Kemenkes

Tren
Abbosbek Fayzullaev, Pemain Uzbekistan yang Nilainya Rp 86,91 miliar

Abbosbek Fayzullaev, Pemain Uzbekistan yang Nilainya Rp 86,91 miliar

Tren
Ganti Oli Motor Pakai Minyak Goreng Diklaim Buat Tarikan Lebih Enteng, Ini Kata Pakar

Ganti Oli Motor Pakai Minyak Goreng Diklaim Buat Tarikan Lebih Enteng, Ini Kata Pakar

Tren
6 Suplemen yang Bisa Dikonsumsi Saat Olahraga, Apa Saja?

6 Suplemen yang Bisa Dikonsumsi Saat Olahraga, Apa Saja?

Tren
Kemenhub Pangkas Bandara Internasional dari 34 Jadi 17, Ini Daftarnya

Kemenhub Pangkas Bandara Internasional dari 34 Jadi 17, Ini Daftarnya

Tren
Apakah Status BPJS Kesehatan Nonaktif jika Terlambat Bayar Iuran?

Apakah Status BPJS Kesehatan Nonaktif jika Terlambat Bayar Iuran?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com