Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Dadaisme, Sebuah Gerakan Seni Modern yang Anti-Seni

Kompas.com - 11/10/2023, 19:45 WIB
Muhammad Zaenuddin

Penulis

KOMPAS.com - Dadaisme menjadi salah satu gerakan seni revolusioner di awal abad ke-20, yang lahir sebagai respons terhadap era modern.

Aliran seni modern ini dikenal juga dengan sebutan gerakan seni “anti-seni”, dan merupakan respons terhadap kondisi Perang Dunia pertama.

Dadaisme juga disebut sebagai gerakan seni konseptual pertama, karena seniman yang terkait menantang gagasan seni sebagai praktik keahlian dan keterampilan.

Mereka menolak cara-cara tradisional dalam menghasilkan seni, dengan alasan bahwa seni haruslah tentang gagasan, dan pikiran, bukan tindakan pembuatan.

Baca juga: Mengenal Sumbu Filosofi Yogyakarta yang Jadi Warisan Dunia UNESCO


Sekilas tentang gerakan seni Dadaisme

Dadaisme berkembang dari rasa muak dan kebencian akibat pertumpahan darah dan kengerian Perang Dunia I, yang dimulai pada tahun 1914 dan berakhir pada tahun 1918.

Dikutip dari laman The Dali, tujuan utama Dadaisme adalah untuk menantang norma-norma sosial masyarakat, dan dengan sengaja membuat karya seni yang akan mengejutkan, membingungkan, atau membuat orang marah.

Ia berkembang pesat dan pada akhirnya menginspirasi gerakan-gerakan besar, seperti Surealisme dan bahkan Punk Rock.

Gerakan seni Surealisme terinspirasi oleh aliran Dadaisme, dan mirip dalam beberapa hal. Namun, surealisme lebih fokus pada penafsiran mimpi dan pikiran bawah sadar.

Meskipun Dadaisme bermula sebagai protes terhadap Perang Dunia I, namun ia berkembang menjadi fenomena budaya, yang mencakup sikap-sikap yang dianggap tabu, menyinggung, atau kekanak-kanakan.

Baca juga: Kelaparan, Mahasiswa Korea Memakan Pisang Karya Seni Senilai Rp 1,7 Miliar

Sejarah lahirnya Dadaisme

Potret Fountain (1917), seni Dadaisme karya Marcel Duchamp.Wikimedia/Alfred Stieglitz Potret Fountain (1917), seni Dadaisme karya Marcel Duchamp.

Selama Perang Dunia Pertama, banyak seniman, penulis, dan intelektual yang menolak dan menentang perang mencari perlindungan di Zurich, Swiss.

Dilansir dari laman Artland Magazine, di sanalah penulis Jerman Hugo Ball bersama pasangannya Emmy Hemmings membuka Cabaret Voltaire pada 5 Februari 1916.

Cabaret ini adalah tempat pertemuan para seniman avant-garde yang lebih radikal. Ketika perang berkecamuk, seni dan pertunjukan mereka menjadi semakin eksperimental, bersifat membangkang, dan anarkis.

Bersama-sama, para seniman memprotes kesia-siaan dan kengerian perang di bawah seruan DADA. Mereka mulai mengeksplorasi seni baru atau “anti-seni”.

Baca juga: Mengapa Lukisan Mona Lisa Bisa Sangat Terkenal? Berikut 5 Alasannya

Mereka ingin merenungkan definisi seni, dan untuk melakukannya mereka bereksperimen dengan benda yang ditemukan.

Halaman:
Baca tentang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com