Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pelaku "Bullying" Merasa Bangga Usai Menyakiti Korban? Ini Kata Psikolog

Kompas.com - 29/09/2023, 07:00 WIB
Aulia Zahra Zain,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Topik bullying kembali ramai dibahas setelah video perundungan yang dialami siswa SMPN Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah, beredar di media sosial.

Kejadian itu diketahui warganet antara lain dari unggahan akun X @Lucunyadimanaa, Kamis (27/9/2023).

Video tersebut memperlihatkan seorang siswa SMP dipukuli dan ditendangi seorang temannya berkali-kali hingga tersungkur.

Kejadian bullying terhadap siswa SMPN di Cilacap itu bukan satu-satunya kasus perundungan di kalangan pelajar yang pernah terjadi.

Dari video yang beredar di media sosial, rata-rata pelaku bullying tampak menunjukkan ekspresi bangga atas apa yang dilakukannya.

Mengapa demikian?

Baca juga: Video Viral Perundungan Siswa SMP di Cilacap, Korban Sempat Ditendang Berkali-kali

Faktor yang menyebabkan pelaku bullying merasa bangga

Psikolog sekaligus dosen Fakultas Psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengatakan, pelaku bullying mempunyai ekspektasi sendiri dan memiliki tolok ukur untuk menyakiti orang lain.

Pada saat melakukan aksinya, pelaku merasa bangga karena mendapat kepuasan setelah mampu mengerjai orang lain.

Menurut Ratna, kepuasan yang dialami pelaku bullying hanyalah kepuasan yang semu.

“Dari sisi pelaku bullying memang merasa puas, tapi kepuasan itu bukanlah kepuasan yang bisa membuat dia bangga dalam arti yang sebenarnya,” ujar Ratna kepada Kompas.com, Kamis (28/9/2023).

Kebanggaan pelaku bullying setelah melakukan aksinya membuat ia merasa mempunyai kekuatan untuk menyakiti korbannya.

Baca juga: 6 Jenis Bullying yang Wajib Diketahui Orangtua agar Anak Tak Jadi Korban

Ciri-ciri pelaku bullying

Ratna menjelaskan, pelaku bullying memiliki ciri-ciri suara yang lebih besar, badan lebih besar, dan merasa memiliki kekuasaan yang lebih besar.

Sehingga, pelaku bullying mendapatkan sesuatu yang bisa dibanggakan.

Contohnya, saat korbannya merasa ketakutan dan menangis, itu menjadi titik bangga yang didapatkan pelaku bullying.

Seolah-olah, kata Ratna, tindakan tak terpuji seperti itu dianggap pelaku bullying sebagai kekuatan atau power.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com