Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Manfaat Ambang Batas Pencalonan Presiden-Wakil Presiden

Kompas.com - 16/08/2023, 20:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEMULA saya tidak setuju terhadap Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden di Indonesia yang secara konstitusional diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam Pasal 222 disebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Saya semula merasa hakikat Presidential Threshold tidak demokratis sebab membatasi hak warga untuk memilih dan membatasi hak warga untuk menyapreskan diri, yang berarti tidak selaras sukma dasar demokrasi.

Maka saya sempat menggugat Presidential Threshold ke Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga hukum yang masih bisa dipercaya di persada nusantara masa kini.

Gugatan saya ditolak oleh MK dengan alasan tidak ada yang inkonstitusional pada Presidential Threshold yang sudah resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Berarti saya salah alamat jika menggugat Presidential Threshold ke MK. Seharusnya saya menggugat ke DPR.

Akibat merasa kecewa maka saya berusaha mawas diri dengan melakukan renungan lebih jauh dan mendalam terhadap Presidential Threshold.

Akhirnya berdasar kontemplasi dengan pemikiran positif, saya menyadari bukan mudarat, namun justru manfaat Presidential Threshold. Saya berhasil menemukan minimal dua manfaat.

Manfaat pertama adalah demi mencegah jangan sampai setiap warga bisa menyapreskan dirinya sendiri yang secara teknis administratif dan birokratif jelas mempersulit penyelenggaraan pemilu.

Meski sebenarnya kalau mau pasti mampu diatur penyelenggaraannya sehingga efisien dan efektif administratif maupun birokratif. Namun secara teknis kualitatif apalagi kuantitatif memang merepotkan.

Manfaat kedua adalah memperkuat posisi partai politik di peta politik kekuasaan di Indonesia sehingga para warga yang ingin nyapres wajib membutuhkan dukungan parpol terutama yang besar agar boleh dan bisa menyapreskan dirinya dengan memenuhi syarat Presidential Threshold.

Secara politis aritmatis, syarat perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional memang bermanfaat memperkuat dengan meletakkan posisi kekuasaan parpol jauh di atas posisi kekuasaan rakyat yang seharusnya di alam demokrasi justru kekuasaan rakyat berada di posisi paling atas.

Agar lebih sesuai kenyataan kekuasaan parpol terletak jauh di atas kekuasaan rakyat, seyogianya nama Dewan Perwakilan Rakyat diganti menjadi Dewan Perwakilan Parpol.

Setelah memahami dua manfaat Presidential Threshold, saya lebih merasa ikhlas untuk legowo menerima realita demokrasi di Indonesia.

Saya mahfum bahwa para warga yang layak menyapreskan diri seperti Rizal Ramli, Faisal Basri, Kwik Kian Gie, Mahfud MD, Yenny Wahid, Kofifah Indar Parawansa, Retno Marsudi, Sri Mulyani, Grace Natalie, Luhut Binsar Panjaitan, Moeldoko, Gatot Nurmantyo, Andika Perkarsa, Chappy Hakim, Suryo Prabowo, Hidayat Nur Wahid, Ilham Habibie, Basuki Tjahaja Purnama, Sandyawan Sumardi dan lain-lain pada hakikatnya sulit menyapreskan diri selama Presidential Threshold secara konstitusional masih hadir di bumi Indonesia tercinta. MERDEKA!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com