Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Hati-hati "Romance Scams": Penipuan Virtual Modus Asmara

Kompas.com - 02/08/2023, 09:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JIKA ada modus penipuan dengan cara memainkan emosi dan memanipulasi kepercayaan korbannya secara virtual, maka itulah "Romance Scams", kejahatan siber bermodus cinta dan romantika.

"Romance scams" marak terjadi dan menimbulkan banyak korban tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain seperti Amerika Serikat.

Penipuan dengan skenario mengolah emosi dan kepercayaan ini, banyak menyasar mereka yang rentan terpedaya bujuk rayu, dan ungkapan penuh tipu daya.

Kelihaian penipu menggunakan pofil diri palsu sebagai individu mapan dan sukses, memainkan kata-kata penuh simpati, telah banyak menjebak korbannya.

Seperti dikemukakan di awal, pola Cybercrime ini juga terjadi di AS. Federal Bureau of Ivestigation (FBI) dalam rilis resminya melalui laman An official website of the United States government menyatakan, romance scams terjadi ketika penjahat menggunakan identitas online palsu, untuk mendapatkan kasih sayang dan kepercayaan korban.

Modus

Romance scam sebenarnya sudah terjadi setidaknya sejak beberapa tahun lalu. FBI pada 5 Februari 2015, telah mempublikasikan soal romance scams.

FBI mengungkapkan bahwa kejahatan ini menimbulkan kerugian finansial tertinggi, jika dibanding kejahatan lain di internet saat itu.

Menurut Donna Gregory dalam rilis FBI itu, rata-rata pelapor kehilangan lebih dari seratus ribu dollar AS.

“Romance Scams” biasanya diawali memanipulasi korbannya secara emosional melalui hubungan asmara palsu.

Korban biasanya mereka yang rentan secara emosional atau galau sehingga mudah diperdaya dengan tipu muslihat. Ujungnya menguras harta korban lewat media sosial.

Hal yang seringkali membahayakan adalah ketika korban mau menuruti skema dan skenario penipu untuk saling kirim foto, video yang amat pribadi, bahkan tak pantas.

Pelaku dengan terampil berpura-pura menjadi seseorang penuh simpati, penuh perhatian, mengumbar janji dan pujian dan dengan piawai menunjukan ketertarikannya kepada korban, sehingga korban terjebak pada ikatan emosional palsu.

Penipu menggunakan ilusi hubungan romantis yang tampak tulus dan dapat dipercaya. Untuk melancarkan aksinya, penipu biasanya memanfaatkan situs kencan dan media sosial.

Dia menggunakan foto-foto diri palsu menarik, memberi citra sebagai sosok sukses, baik secara finansial maupun status sosial, yang nembuat korban percaya dan jatuh lebih dalam.

Jika korban sudah telanjur percaya, maka pelaku akan mulai membuat skenario seolah tengah menghadapi persoalan bisnis, atau problem lain, sehingga memerlukan sejumlah uang segera. Korban kemudian percaya dan mengirimkan uang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com