Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ristiana D. Putri
KOMPAS.com - Indonesia masih memiliki tantangan besar dalam dunia pendidikan. Meskipun saat ini sedang berada di masa keemasan dan memiliki ambisi, Dian Sastrowardoyo berpendapat ada banyak tantangan yang dihadapi.
Padahal, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dalam siniar Beginu episode “Tentang Keresahan dan Upaya Pemberdayaan” dengan tautan dik.si/BeginuDisas1, perempuan ini mengatakan, “Cuma, masalahnya adalah manusianya udah siap belum?”
Menurut Dian Sastro, salah satu cara untuk menanggulangi masalah ini adalah memberikan pendidikan formal dan nonformal. Alhasil, keahlian masyarakat Indonesia yang berpendidikan pun tidak hanya menjadi objek perekonomian melainkan juga mampu menjadi pelaku dan pemainnya.
Disas mengaku ketertarikannya soal dunia pendidikan sudah bermula dari keluarga. Baik dari keluarga sang ibu dan ayah, keduanya memiliki latar belakang pendidikan yang kuat.
Eyang dari keluarga Sastrowardoyo, banyak menjadi dosen. Sementara itu, eyang dari keluarga ibu merupakan anggota Taman Siswa.
Bak panggilan alam, Disas pun akhirnya mencoba mengajar setelah mendapat gelar masternya. Perempuan ini mengaku baru mulai berani mengajar setelah mengumpulkan pengalaman kerja dalam industri film selama 20 tahun.
Baca juga: Pemanfaatan Wilayah Konservasi jadi Ekowisata
Ternyata, mengajar bukanlah hal yang mudah. Ia mengaku harus bisa membuat materi yang menarik agar para mahasiswa mau mendengarkan dan mampu mencerna informasi dengan baik.
“Sebagai seorang entertainer, sebagai seorang aktor yang harus tampil gitu loh, tapi juga materinya gak boleh kosong karena harus penting dan seberapa besar gue menguasai materi itu, dan seberapa besar gue bisa jual materi itu biar menarik,” pungkasnya.
Namun, ia mengaku setelah sesi mengajar selesai selalu ada perputaran energi yang baik. Terlebih saat ia mendapat respons baik dari murid-muridnya.
Ia menjelaskan, “Gue paling terharu lihat tugas, ngoreksi. Gue jadi bisa melihat ada yang benar-benar nangkep pesan yang gue sampaikan, ada yang wallahualam.”
Rasa syukur yang berlimpah dalam kariernya pun tak ia pendam sendiri. “Sampe ngitung, gak mungkin gue punya semua ini tanpa punya tugas yang gue harus kerjakan,” jelasnya.
Akhirnya, perasaan beruntung yang berlimpah ini membuatnya membentuk Yayasan Dian Satrowardoyo. Fokusnya pun ingin memberikan kesempatan terhadap anak-anak dan remaja perempuan untuk mendapat pendidikan yang layak.
Hal ini disebabkan masih banyak kasus perdagangan anak perempuan untuk membantu ekonomi keluarga.
Seperti kasus yang diliput oleh Harian Kompas dan menemukan anak-anak di bawah umur yang dijual lewat skema prostitusi daring, dijajakan di tempat layanan spa “plus”, serta rumah bordil berkedok kafe.