KOMPAS.com - Unggahan yang menyebutkan bulan Mei terasa lama sementara Juni cepat berlalu viral di media sosial.
Seorang warganet mengunggah anggapan tersebut melalui akun Twitter ini, Sabtu (17/6/2023).
Menurut pengungah, bulan Mei berjalan dengan sangat lama. Sebaiknya, Juni berlalu sangat cepat atau berbeda dari bulan sebelum itu.
"Kemarin bulan Mei rasanya lama banget. Eh, sekarang bulan Juni cepet banget kayak ngajak balapan," tulis pengunggah.
Hingga Minggu (18/6/2023) sore, unggahan tersebut telah tayang sebanyak 2,1 juta kali, disukai 61.300 pengguna Twitter, dan dibagikan 17.000 kali.
Baca juga: Viral, Video Detik-detik Angkot Tertabrak KRL, Ini Kronologinya...
Lalu, adakah penjelasan ilmiah di balik perasaan tersebut?
Psikolog Danti Wulan Manunggal menyatakan bahwa bulan Mei dan Juni berjalan cepat atau lambat tergantung persepsi seseorang.
"Gak ada (penjelasannya) sih. Itu cuma pikiran atau buatan orang saja. Toh bulan apa aja sama," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (18/6/2023).
Menurutnya, meski setiap bulan memiliki hari yang kurang-lebih sama, kesibukan seseorang setiap hari akan memengaruhi pandangannya terhadap waktu.
"Orang yang produktif, misalnya, akan merasa harinya lebih cepat berlalu. Cek aja tiap bulan itu ada banyak kegiatan apa. Jika para akademisi, Mei-Juni lagi sibuk-sibuknya ujian. Jadi apa jadi cepat? Bisa jadi karena deadline terus," kata dia.
Danti menegaskan, lama dan cepatnya waktu tergantung tingkat kesibukan dan perasaan masing-masing individu dalam menjalani hari-hari dengan kegiatan-kegiatannya.
Baca juga: Viral Utas soal Predator Fetish Kain Jarik, Ini Tanggapan Unair
Sementara itu, menurut dosen psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo, waktu akan terasa cepat atau lambat tergantung cara seseorang menikmati kegiatan yang dilakukan.
"Kalau merasa bahagia, segala sesuatu akan terasa cepat. Kalau sedih, dalam kondisi perasaan tidak senang dan susah, itu akan membuat (seseorang) merasa lama," ungkapnya kepada Kompas.com, Minggu (18/6/2023).
Ratna menjelaskan, orang yang merasa gembira akan membuat otaknya merespons bahwa ia menikmati apa yang sedang dilakukan.