Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tersangka Penganiayaan Anak Pengurus GP Ansor Kena Sanksi Sosial Warganet, Ini Pendapat Pakar

Kompas.com - 25/02/2023, 20:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah unggahan warganet yang mengajak pengguna media sosial untuk memberikan sanksi sosial kepada tersangka penganiayaan anak pengurus GP Ansor ramai dibicarakan di media sosial.

"Kayaknya netizen perlu juga bergerak ngasih sanksi sosial sama 'preman' ini," tulis akun ini, Jumat (24/2/2023).

Dalam unggahan tersebut, sosok tersangka penganiayaan yang akan diberi sanksi sosial adalah SLR (19) teman dari MDS atau Mario Dandy Satrio (20), pelaku penganiayaan terhadap D (17) pada Senin (20/2/2023).

MDS dan SLR ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan tersebut dan dijerat Pasal 76 C UU Perlindungan Anak juncto Pasal 80 UU RI Nomor 35 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 KUHP.

Dalam unggahan tersebut, warganet memberikan dukungan untuk memberikan sanksi sosial kepada para tersangka.

"Spill nama-nama dan wajahnya udah cukup sih untuk jadi sanksi sosial. Setidaknya hidup mereka ga bakalan tenang sampe akhir karena jadi kriminal," tulis warganet ini.

"Emang harus kena sanksi sosial sih manusia gila begini mah," tulis akun ini.

Lantas, perlukah pemberian sanksi sosial seperti ini? Adakah bahayanya? 

Baca juga: Kasus Penganiayaan Anak Pengurus GP Ansor, Pakar: Pola Asuh Sangat Berpengaruh pada Perilaku Anak


Sanksi sosial berbahaya

Sosiolog Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengatakan, pemberian sanksi sosial kepada tersangka kasus penganiayaan ini dilakukan secara sengaja untuk memboikot seseorang.

Menurutnya, warganet mencari tahu bahkan membongkar kehidupan pribadi tersangka sebagai bentuk protes terhadap seseorang atau suatu institusi.

"Reaksi publik, ketika ingin menyatakan ketidaksetujuan atau protes, maka mereka bisa melakukan cancel culture," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (25/2/2023).

Cancel culture atau boikot sosial merupakan tindakan menghukum orang lain karena berperilaku tidak sesuai norma atau bertindak kejahatan.

Devie menjelaskan, masyarakat umumnya menerapkan cancel culture dengan cara melakukan doxing.

Baca juga: Anak Pengurus GP Ansor Korban Penganiayaan Sudah Tak Pakai Sedasi, Apa Fungsinya?

"Seseorang mengungkapkan tentang hubungan personal orang lain, bukan hanya namanya tapi juga hal-hal yang bersifat rahasia atau pribadi," ujarnya.

Devie mengungkapkan, meskipun orang yang mendapatkan sanksi sosial memang bersalah, namun tindakan ini bisa memberikan dampak yang sangat buruk terhadap orang yang dituju maupun orang-orang di sekitarnya.

Dampak buruk tersebut antara lain berupa pelecehan secara daring, dipermalukan di hadapan publik, kehilangan teman, anggota keluarganya ikut dilecehkan, bahkan memiliki masa depan suram.

"Ini praktik yang cukup berbahaya, baik bagi orang yang bersalah maupun yang tidak," lanjutnya.

Jika terus berlangsung, kehidupan personal dan profesional seseorang akan terganggu.

Efek paling parahnya, orang yang diboikot akan mendapatkan ancaman kekerasan fisik dan tindakan kriminal berupa pencurian data dirinya.

Baca juga: Update Kasus Mario Dandy: Dikeluarkan dari Universitas Prasetiya Mulya dan Sanggahan SMA Taruna Nusantara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

Tren
NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com