Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Tidak mengherankan bila mengetahui pengabdian Laksamana Muda Anumerta Laut Josaphat Soedarso bahwa dirinya dianugerahi penghargaan Pahlawan Nasional.
Ibarat hembusan angin yang mengingatkan leluhur masyarakat Indonesia ke lautan, Josaphat Soedarso atau yang lebih dikenal dengan Yos Soedarso memperjuangkan kemerdekaan di lautan.
Ketangkasan dan perjuangan Yos Soedarso inilah yang diangkat dalam audio drama siniar Tinggal Nama bertajuk “Josaphat Soedarso: Di Luar Panggilan Tugas” yang dapat diakses melalui tautan berikut dik.si/TNSoedarso.
Sifatnya yang penuh kesungguhan, tidak pantang menyerah, ulet, dan bertanggungjawab membentuk kepribadian Yos Soedarso yang mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan pribadi.
Bagi Yos, kewajibannya sebagai bagian dari NKRI dan memperjuangkan kemerdekaan adalah segala-galanya.
Kendati demikian, Yos Soedarso merupakan anak dari keluarga yang biasa saja. Bukan ningrat atau yang memiliki kuasa. Akan tetapi, Yos Soedarso kecil hati, malah sebaliknya Yos Soedarso membuktikan bahwa setiap orang dapat menjadi pahlawan terlepas dari asal keluarganya.
Kepahlawanan dalam konteks ini bukan sebagai tanda jasa saja, melainkan gigihnya usaha untuk membela yang lemah dan memperjuangkan keadilan bagi masyarakat luas.
Nyatanya, sifat kepahlawanan Yos Soedarso sudah terlihat sedari kecil. Dia terbiasa hidup dengan idealisme tinggi yang kuat, tangguh, dan berkeinginan kuat untuk melindungi dan memperjuangkan kemerdekaan.
Baca juga: Stasiun Gubeng, Stasiun Tempat Kerja Pertama Soekarno
Yos Soedarso sendiri dilahirkan pada tanggal 24 November 1925. Kelahirannya itu menjadi hadiah yang disambut dengan hangat dan gembira. Karena setahun sebelumnya, kakaknya meninggal.
Dua tahun kemudian, Soedarso mempunyai adik yang bernama Soedargo. Mereka biasa hidup berdua dan berusaha meneladani segala nilai dan norma yang ditetapkan keluarganya, seperti tidak berbuat curang dan menjunjung tinggi keadilan.
Sejak kecil juga Yos Soedarso memiliki hobi melukis dan hasilnya sangat mengagumkan, terlebih di kala dirinya mencoba mengungkapkan kisah kepahlawanan tokoh Flash Gordon karya Alex Raymond.
Setelah Yos Soedarso menamatkan pendidikannya di HIS, dia dihadapkan pada pilihan sekolah selanjutnya.
Akhirnya, dia melanjutkan pendidikan di HIK (Hollandsch Inlandsche Kweekschool) di Muntilan yang berada di bawah yayasan pendidikan Katolik. Sekolah HIK juga menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar proses belajar dan mengajar.
Keuletan Yos Soedarso sangatlah diuji karena dirinya harus membiasakan diri dengan bahasa yang berbeda sekali dengan bahasa yang biasa dulu diri dan lingkungannya dulu gunakan.