Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Indonesia memiliki segudang pahlawan nasional yang membantu negara mencapai kemerdekaan. Para pahlawan ini pun berasal dari berbagai latar belakang, dari akademisi hingga ahli agama.
Salah satunya adalah K.H. Mustafa Kamil yang penggalan kisah hidupnya diceritakan ulang melalui audio drama milik siniar Tinggal Nama bertajuk “K.H. Mustafa Kamil, Hizbullah Hingga Akhir Hayat” yang dapat diakses melalui dik.si/TNMustafaKamil.
Perjuangan yang dilakukannya selalu didasari dengan nilai-nilai agama. Oleh karena itu, K.H. Mustafa Kamil selalu memperdalam ajaran Islam supaya perjuangannya mendapat perlindungan dari Yang Maha Kuasa.
Dalam Muhsin (2009) disebutkan K.H. Mustafa Kamil lahir pada tahun 1884 di Kampung Bojong, Desa Pasirkiamis, Kecamatan Tarogong, Garut hidup. Sejak kecil, anak pertama dari pasangan K.H. Jafar Sidiq dan Hj. Siti Habibah ini dibesarkan di lingkungan pesantren.
Sebenarnya, nama asli dari Mustafa Kamil adalah Muhammad Lahuri. Akan tetapi, ia baru mengganti namanya setelah menunaikan ibadah haji pada 1900-an. Pada saat itu pula, ia memperdalam ilmu agama Islam di pesantren Masjidil Haram, Makkah.
Baca juga: Melihat Kembali Kehidupan dengan Sastra
Dalam pelaksanaan ibadah haji dan kegiatan pesantren, K.H. Mustofa Kamil banyak dibantu oleh Syeh Haji Salim, seorang ulama asal Garut yang bermukim di Makkah. Begitu juga sebaliknya, K. H. Mustofa Kamil kerap membantu Syeh Haji Salim dalam kesehariannya.
Pada waktu K.H. Mustofa Kamil belajar agama Islam di Makkah, ia dipengaruhi oleh banyak perjuangan umat Islam di Afrika Utara dan Asia Barat dalam memperjuangkan kemerdekaannya dari penjajah. Situasi inilah yang akhirnya meyakinkan K.H. Mustofa Kamil bahwa penjajahan tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Ketika kembali ke tanah air, K.H. Mustafa Kamil dikejutkan bahwa tanah kelahirannya sedang dijajah Pemerintah Hindia Belanda. Melihat kenyataan itu, jiwanya tertegun dan mulai berjuang melalui organisasi Syarikat Islam (SI).
K.H. Mustafa Kamil terlibat dalam kepengurusan SI dari tahun 1916 sampai 1940. Melalui organisasi ini, ia dan anggota lainnya selalu menentang setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kolonial.
Ekspresi pemberontakannya diwujudkan melalui pengajian, khotbah, tulisan, aktif di organisasi pergerakan, rapat terbuka, dan sebagainya.
Di banyak kesempatan, ia bahkan tak segan membangkitkan kesadaran masyarakat sekitar untuk merdeka, mewujudkan keadilan, dan memperjuangkan hak.
Sebagai risiko dari sikapnya, K.H. Mustafa Kamil harus keluar masuk penjara sebanyak empat belas kali. Gerak-geriknya selalu diawasi dan dicurigai. Namun, ia terus berjuang tanpa ada rasa takut. Bahkan, ia mengatakan lebih baik mati sebagai bangsa Indonesia daripada diinjak-injak penjajah.
Baca juga: KH Hasyim Asy’ari, Pendiri NU yang Turut Melawan Penjajah
Saking seringnya keluar masuk penjara, K.H. Mustafa Kamil dijuluki “Kiai Jerajak” oleh Soekarno. Jerajak sendiri adalah sebutan kepada pejuang yang sering keluar masuk penjara.
Pernah pula Pemerintah Kolonial berupaya untuk “menjinakkan” beliau supaya berhenti melakukan aktivitas yang membahayakan eksistensi mereka.