Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kisah "Bedebah" di Negara Pancasila

Kompas.com - 01/09/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KISAH seorang pencuri tali yang tertangkap aparat ramai wara-wiri di linimasa beberapa waktu lalu. Si maling ngeyel bahwa dirinya hanya mengambil tali. Sementara aparat menuduhnya mencuri kambing.

Pencuri tetap ngotot, dirinya hanya mencuri tali tetapi kambingnya terbawa serta karena terikat dengan tali tersebut. Pencuri tetap tidak mengakui telah mengambil kambing, yang diakuinya hanyalah membawa tali tanpa izin yang punya.

Soal kambingnya ikut terbawa, itu adalah resiko kambing sendiri yang terikat tali. Mungkin itulah pendapat si maling yang tidak bisa diganggu-gugat.

Dalam kehidupan nyata, sikap pendapat pribadi sendiri yang paling benar sementara sikap orang lain salah, menjadi gejala yang umum kita jumpai. Menang sendiri tanpa mempedulikan pendapat orang lain.

Pendapat sendiri diakui sebagai “kebenaran” yang mutlak sementara pendapat orang lain selalu salah dan tidak betul.

Ulah seorang konten kreator bernama Zavilda yang meminta perempuan di keramaian kawasan Malioboro, Jogyakarta, menggunakan kerudung dengan memaksa, lengkap dengan dalil-dalil kebenaran menurut versinya, tidak urung menggugah rasa kebhinekaan dan toleransi yang selama ini kita abaikan.

Menjadi mayoritas, tidak harus menekan minoritas. Justru rasa kebangsaan kita yang pernah begitu diagung-agungkan menjadi simbol kosong belaka.

Kita semua masih terjebak dengan informasi yang muncul saat ini layak untuk diumumkan kemana-mana tanpa menunggu apakah itu kebenaran semu atau masih membutuhkan konfirmasi terlebih dahulu. Kita begitu mudah men-sharing kemana-mana tanpa menyaring informasi terlebih dahulu.

Kemajuan teknologi informasi yang kita terima, tidak otomatis mengubah mindset cara berpikir kita.

Masih segar dalam ingatan kita, para petinggi Mabes Polri begitu “blunder” dengan menyebut aksi tembak menembak antar ajudan mantan Kadiv Propram Polri Irjen Pol Ferdi Sambo sebagai penyebab kematian Brigadir Yoshua. Tidak ada para pejabat Polri yang melihat kejanggalan dan keanehan saat kejadian hingga beberapa hari pasca kejadian sehingga seluruh rakyat Indonesia merasa kena “prank” dari ulah para pejabat Polri tersebut.

Baca juga: Kompolnas: Ferdy Sambo Perintahkan Bharada E Diumumkan ke Publik sebagai Penembak Nomor Satu

Bangsa kita masih terus disibukkan dengan pertanyaan apakah bumi itu bulat atau datar. Apakah volume air dalam gelas akan bertambah atau tetap jika es dalam teh mencair? Kita semua masih direpotkan dengan hal-hal yang remeh –temeh, sementara bangsa lain mulai berpikir untuk mencari kehidupan di planet lain.

Rakyat kita masih terpaku dengan kedigdayaan dan kehebatan dukun sakti mandraguna. Kita kagum dengan cara dukun mengeluarkan paku dan besi dari tubuh orang yang menderita karena ulah santet.

Begitu pesulap merah membongkar segala “permainan” para dukun, kita tergoyahkan dengan pendapat paten yang menyebut dukun adalah orang yang memiliki kemampuan supranatural.

Jangan heran jika sekaliber Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhaul Ulum, saja memberikan solusi untuk mencegah HIV/AIDS yang meningkat di wilayahnya dengan cara menikah dan poligami.

Menurut Uu, menikah dan poligami akan menjauhkan diri dari perbuatan zina mengingat terbukti perzinahan membawa banyak mudarat. Mulai dari penyakit kelamin menular hingga paling parah terjangkit penyakit HIV/AIDS (Kompas.com, 30 Agustus 2022).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com