KOMPAS.com - Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi ke Taiwan pada Rabu (3/8/2022) membuat situasi di kawasan tersebut memanas.
Dalam kunjungannya, Pelosi menegaskan bahwa AS akan tetap bersama Taiwan.
Seperti diketahui, China memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, meskipun tak pernah mengendalikannya.
Bahkan, Negeri Tirai Bambu telah lama bersumpah menyatukan kembali pulau wilayah itu dengan daratan China, bahkan dengan kekerasan jika diperlukan.
Pasca-kunjungan itu, China bereaksi dengan mengadakan latihan besar di Selat Taiwan, Kamis (4/8/2022).
Disebutkan bahwa lebih dari 100 pesawat, termasuk jet tempur dan nomber dilibatkan dalam latihan tersebut.
Memanasnya kondisi China dan Taiwan, mungkinkah akan bernasib sama dengan Rusia dan Ukraina?
Baca juga: Konflik China Vs Taiwan, Ini Perbandingan Kekuatan Militer Keduanya
Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Nur Rachmat Yuliantoro menilai, memanasnya hubungan China dan Taiwan tak akan bernasib berujung pada invasi seperti yang dilakukan Rusia di Ukraina.
Hal ini dilatarbelakangi oleh faktor sejarah, ekonomi, dan geopolitik.
"China juga bukan Rusia. China sangat membutuhkan lingkungan dunia yang bersahabat untuk citra diri dan kemajuan ekonominya," kata Rachmat kepada Kompas.com, Sabtu (6/8/2022).
Ia menjelaskan, kunjungan Pelosi ke Taiwan kemungkinan hanya sekadar show of force bahwa dirinya merupakan pemimpin urutan ketiga AS setelah presiden dan wakilnya.
Sebab, Presiden AS Joe Biden sebelumnya juga telah mengingatkan Pelosi terkait kunjungan tersebut.
Baca juga: Pejabat China Tuntut AS Perbaiki Kesalahan Buntut Kunjungan Pelosi ke Taiwan
Kendati demikian, Rachmat menyebut, kunjungan Pelosi ke Taiwan memang jelas merupakan provokasi AS terhadap China.
"AS dan China sama-sama menggertak. Mereka juga tidak takut satu sama lain. Ini bukan soal gertak-menggertak, ini jelas provokasi AS terhadap China," jelas dia.
Apabila konflik kedua negara memanas dan berujung pada perang di Selat Taiwan, Rachmat menyebut akan ada dampak ekonomi yang dialami Indonesia.
Misalnya, keselamatan pekerja migran Indonesia di Taiwan akan terancam dan tentu akan berpengaruh pada devisa negara.
Namun sekali lagi, kemungkinan perang tersebut sangat kecil.
Terkait persoalan ini, Rachmat berharap agar Indonesia tak perlu ikut campur dan mengintervensi perselisihan tersebut.
"Itu adalah prinsip non-intervensi dalam hubungan internasional yang dipegang baik oleh China maupun Indonesia," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.